Selasa, 18 Januari 2011

KAJIAN TAHAPAN PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

ABSTRAK
Kajian tahapan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), telah dilakukan untuk mengukur kinerja program Pamsimas dari tahapan input, proses dan output. Analisis dilakukan menggunakan statistik deskriptif untuk memaparkan distribusi frekuensi evaluasi program. Program dinilai berdasarkan efektifitas tahapan, menggunakan perbandingan antara waktu berdasarkan pedoman dibandingkan dengan waktu berdasarkan survey terhadap masyarakat penerima manfaat, pemangku kepentingan di daerah serta pengelola Pamsimas. Dari penilaian tahapan pelaksanaan program Pamsimas, dapat disimpulkan bahwa secara umum, penyediaan waktu untuk melaksanakan program Pamsimas sudah cukup, terutama untuk kegiatan konstruksi. Sedangkan untuk proses pemberdayaan dalam program Pamsimas, perlu untuk mendapat perhatian.

Kata Kunci: air minum, masyarakat , tahapan, waktu, penilaian

ABSTRACT
Study of the Water Supply and Sanitation Community Based (PAMSIMAS) program phases; have been conducted to measure the performance of the PAMSIMAS program stage (input, process and output).The analysis was done using descriptive statistics to describe the frequency distribution of program evaluation. The assessment of program phase’s effectiveness, using a comparison between times of guideline compared with the time based on a survey of beneficiary communities, local stakeholders and PAMSIMAS managers.From the assessment phase of the program PAMSIMAS, it can be concluded that in general, providing time to implement the program PAMSIMAS is enough, especially for construction activities. As for the process of empowerment in PAMSIMAS program, need to get more attention.

Keywords: drinking water, community, phase, time, assessment


PENDAHULUAN
Salah satu program pemerintah, terkait dengan penyediaan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat adalah program PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat).  Pamsimas merupakan program dan aksi nyata pemerintah dan masyarakat dengan dukungan Bank Dunia (Pedoman Pelaksanaan Pamsimas di tingkat masyarakat, 2009). Program mulai dinegosiasi oleh pemerintah dan Bank Dunia pada tahun 2006. Sedangkan Pamsimas sendiri mulai dilaksanakan pada tahun 2008, dengan daerah sasaran meliputi 3960 desa/kelurahan yang tersebar di 110 kabupaten/kota di 15 provinsi di Indonesia. Dengan jumlah lokasi sasaran di setiap kabupaten/kota rata-rata 36 desa/kelurahan selama periode proyek tahun 2008 sampai dengan tahun 2013(Pedoman Pelaksanaan Pamsimas di tingkat masyarakat, 2009).
Kegiatan Pamsimas melibatkan seluruh masyarakat dengan pendekatan yang digunakan adalah “demand responsive program”. Hal ini terlihat dalam mekanisme penyaluran program, yaitu masyarakat membuat pernyataan minat secara tertulis dalam sebuah Surat Pernyataan Minat Keikutsertaan Pamsimas (SPMKP). Tujuan dari program (Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas, 2009). ini adalah untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015 yaitu mengurangi separuh  dari jumlah masyarakat yang belum memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi yang berkelanjutan pada tahun 2015, yakni sekitar 70 juta jiwa untuk cakupan pelayanan sanitasi dan 36 juta jiwa untuk cakupan pelayanan air minum di daerah pedesaan (Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas, 2009). Sasaran program ini adalah kelompok masyarakat miskin di perdesaan dan pinggiran kota (peri-urban) yang memiliki prevalensi penyakit terkait air yang tinggi dan belum mendapatkan akses terhadap air minum dan sanitasi.
Program Pamsimas, memasuki tahun 2010, belum sepenuhnya memenuhi target yang diharapkan. Sebagai contoh, ditemukan data bahwa dari 1.578 desa lokasi program, baru 386(24,4%) desa yang sudah memiliki Lembaga Keswadayaan Masyarakat (Rekap Profil Desa 2009 status 2010-2), yang akan menangani pengembangan program. Rencana Kerja Masyarakat sudah terdapat di 1.383(87%). Data, menyebutkan bahwa baru terdapat 7 dari 106 kabupaten/kota yang memiliki kelompok kerja air minum dan penyehatan lingkungan (Profil Kabupaten 2008 status 2010-2).
Aspek penting yang perlu dikaji sesuai gambaran pelaksanaan Pamsimas, berkaitan manajemen waktu pelaksanaan program pemberdayaan, yang terbatas pada tahun anggaran. Hal ini penting, mengingat program Pamsimas memiliki prinsip pendekatan, antara lain berbasis masyarakat dan partisipasif, dalam ruang lingkupnya memasukkan aspek pemberdayaan dan peningkatan perilaku, yang tidak dapat begitu saja disamakan dengan manajemen waktu konstruksi. Sehingga pertanyaan penelitian untuk kajian ini adalah: seberapa tepat jangka waktu yang diberikan untuk program PAMSIMAS, dilihat dari pelaksanaan kegiatan mulai tahap input, proses sampai outputnya?

DASAR TEORI
Kajian terhadap pengelolaan Pamsimas yang dilakukan, menggunakan pelaksanaan program dari tahun 2008 sampai 2009 sebagai obyek penelitian. Spesifikasi kerangka konseptual penelitian ini adalah sebagai berikut:


 
Rancangan penelitian untuk evaluasi input, proses, dan output dikaji menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan analisis statistik deskriptif, serta diperkuat menggunakan analisis kualitatif, dengan perincian sebagai berikut:
·      Input menyangkut ketenagaan, dana dan sarana prasarana yang telah dipersiapkan untuk mencapai keefektifan waktu pelaksaan program pamsimas di lokasi kegiatan
·      Proses menyangkut frekuensi waktu yang terlaksana untuk kegiatan persiapan, perencanaan, implementasi sampai tahap evaluasi dan monitoring kegiatan, serta  partisipasi masyarakat di setiap tahap kegiatan
·      Output menyakut: Pencapaian niai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari segi: ekonomi, sosial dan lingkungan.
METODOLOGI
Populasi dan Sampel
Sampel kajian dibagi menjadi tiga pihak pelaksana program yang terdiri dari: 
1)      Masyarakat
        Dengan besar sampel berdasarkan wilayah kota/kabupaten:
a.     Kota Kupang: 64 KK
b.     Kabupaten Tasikmalaya: 64 KK
c.     Kota Banjar: 64 KK

Pengambilan sampel acak dengan rancangan Cluster Proportional to Population Size diakukan dengan cara:
a.       Membagi daerah Penelitian kabupaten atau kota yang masuk dalam program Pamsimas ke dalam Klaster Kecamatan yang diambil secara acak, kemudian dari klaster kecamatan akan diturunkan ke tingkat desa, yaitu:
·     Kota Kupang: 3 desa dari 2 kecamatan
·     Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tasikmalaya: 3 desa dari setiap kota atau kabupaten
b.    Menetapkan jumlah klaster yang akan dipilih atas dasar kesatuan analisis sampel yang dikehendaki yaitu dari kecamatan ke desa.
Tabel 1. Teknik Pengambilan Sampel dengan Klaster
Kota Kupang
Kabupaten Tasikmalaya
Kabupaten Banjar
Kecamatan 
Desa
Kecamatan 
Desa
Kecamatan 
Desa
Alak
Nunbaun Sabu
Bantarkalong
Wakap
Karang Intan
Awang Bangkal Barat
Maulafa
Naikolan.
Cigalontang
Cidugaleun
Mataraman
Lok Tamu
Oebobo
Liliba
GN Tanjung
Cinunjang
Simpang Empat
Sungkai Baru

2)         Tim pelaksana program: yaitu seluruh petugas yang berada dalam program Pamsimas di 3 wilayah tersebut digunakan sebagai informan penelitian. Dengan jumlah maksimal sampel fasilitator 10 orang.
3)         Pemangku kepentingan di daerah penelitian.
Metode Analisa Data
Tahap input, proses, dan output menggunakan penelitian kuantitatif. Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis dengan membandingkan proporsi antar variabel. Adapun analisis data yang digunakan adalah deskriptif untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi serta mendeskripsikan kegiatan Pamsimas dari segi input, proses maupun output pada pengelola maupun masyarakat. Hasil analisis kuantitatif didukung dengan analisis kualitatif terutama untuk efektifitas waktu dari tim penyelenggara dan mengukur tanggapan atau respon pemangku kepentingan Pamsimas menggunakan penelitian kualitatif dengan metode FGD (focus group discussions).

HASIL DAN PEMBAHASAN
        Data kuantitaif yang dibahas merupakan kompilasi data dari kuesioner, terdiri dari tahapan kegiatan, yaitu input, proses dan output.
A.      Tahap Input
Pada tahapan input kegiatan, dilakukan analisis terhadap pengelola kegiatan yang terdapat di masyarakat tingkat desa. Yaitu tenaga konsultan pendamping, yang terdiri dari pendamping teknik, kesehatan dan pemberdayaan; perangkat desa yang terlibat program Pamsimas; lembaga pengelola program Pamsimas di masyarakat. Analisis juga dilakukan terhadap masyarakat penerima manfaat program Pamsimas di tiga lokasi penelitian, yaitu Kota Kupang, Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Banjar.
Analisis penelitian terhadap masyarakat dan pengelola ditujukan untuk dapat merumuskan input kegiatan program Pamsimas yang terdiri tenaga, sarana dan dana di lokasi penelitian.
v  Karakteristik Pengelola
1.       Status usia pengelola
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar pengelola berada pada usia produktif. Hal ini membuktikan bahwa input pengelola secara usia dapat dikatakan sudah optimal, mendekati 100 % produktif (96,10%). Keberadaan program Pamsimas dilihat dari usia pengelola menunjukkan adanya upaya pemerataan pekerjaan dan ekonomi dari pemerintah. 
2.       Status jenis kelamin pengelola
Pengelola Pamsimas di lokasi penelitian masih didominasi oleh kaum laki – laki. Sebesar kurang lebih 75% berjenis kelamin laki – laki. Keterwakilan perempuan dalam pengelolaan Pamsimas sudah cukup besar, namun akan lebih baik lagi jika prosentase perempuan ditambah, karena dari penelitian ditemukan sebagian besar pengguna air Pamsimas adalah perempuan.
3.       Status pendidikan pengelola
Latar belakang pendidikan pengelola program Pamsimas, dari tim pendamping atau fasilitator adalah dominan tamat perguruan tinggi, hal ini sesuai dengan ketentuan panduan Pamsimas. latar belakang pengelola di luar fasilitator didominasi lulusa SLTA, namun masih terdapat juga latar belakang pendidikan yang dibawahnya. Latar belakang pendidikan menjadi salah satu indikator kapasitas pengembangan program dilihat dari sumber daya manusia.                                                
4.       Status kedudukan pengelola dalam program
Kedudukan pengelola program Pamsimas, dikelompokkan menjadi tiga. Pertama adalah aparat desa, kedua adalah lembaga yang ada di masyarakat (Lembaga Keswadayaan Masyarakat-LKM), dan ketiga adalah tenaga pendamping atau fasilitator (Tim Fasilitator Masyarakat – TFM). Responden dari penelitian sebagian besar berkontribusi sebagai bagian dari lembaga yang ada di masyarakat.


5.       Status lama menjabat pengelola dalam program
Dari hasil penelitian ternyata setelah program berjalan hampir 3 tahun, pengelola yang menangani program Pamsimas, terdapat 40 % nya baru (atau menjadi pengelola di bawah satu tahun). Hal ini disayangkan, terutama untuk tenaga fasilitator masyarakat yang dituntut dapat memahami karakteristik masyarakat binaan mereka. 
6.       Status pekerjaan lain selain mengelola program Pamsimas
Pengelola Pamsimas sebesar 30% menggantungkan hidup dari kegiatan program Pamsimas. Peluang ini perlu dilihat dan ditindaklanjuti, dengan menjadikan kegiatan program Pamsimas sebagai kegiatan usaha yang memiliki nilai ekonomi.                                                          
Secara umum karakteristik pengelola Pamsimas adalah berada pada usia dewasa produktif, berjenis kelamin laki-laki, lulusan perguruan tinggi, menjadi anggota LKM, menangani program lebih dari satu tahun, dan tidak memiliki pekerjaan lain selain mengelola Pamsimas.
v  Karakteristik masyarakat
Input program yang berasal dari karakteristik masyarakat berasal dari tenaga, sarana, dana (pendapatan dan pengeluran), di kelompokkan menjadi status sosial ekonomi yaitu pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan kekayaan.
1.       Status pendidikan masyarakat di lokasi Pamsimas
Sebagian besar responden (71%), memiliki status pendidikan rendah. Hal ini mengindikasikan, bahwa di kota, kepedulian untuk melanjutkan sekolah masih lebih baik dari pada di daerah Kabupaten. Kabupaten Tasikmalaya yang berada di pulau Jawa, di lokasi penelitian ditemukan kurangnya responden berpendidikan lanjut, sehingga dapat diindikasikan bahwa pembangunan manusia di pulau jawa belum merata.  Ketersediaan sarana pendidikan yang belum merata, juga dapat menjadi salah satu indikasi perbedaan status pendidikan dari responden, yaitu di kabupaten masih lebih sulit untuk mencari pendidikan lanjutan maupun tinggi
2.       Status pekerjaan masyarakat di lokasi Pamsimas
Sebagian besar responden (83%) memiliki pekerjaan dengan menggunakan tenaga dan pikiran. Di Kota Kupang di temukan banyak responden yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Hal ini dapat dipahami karena kota adalah pusat kegiatan, di mana kantor pemerintahan terdapat di dalamnya. Selain itu kota juga digunakan sebagai pusat kegiatan ekonomi, sehingga karyawan swasta ada terdapat di kota.
3.          Status penghasilan masyarakat di lokasi Pamsimas
Upah minimum provinsi Jawa barat adalah Rp.568.193,39, UMP provinsi Kalimantan Selatan adalah Rp.1.024.500,00 dan UMP. Provinsi NTT adalah Rp.650.000,00. Kabupaten Tasikmalaya memiliki prosentase responden terbesar yaitu di atas dua kali UMP. Kabupaten Banjar memiliki prosentase terbesar pada kisaran di atas dan sama dengan UMP sampai dua kali UMP. Sedangkan Kota Kupang sebagian besar responden berada di bawah UMP.
4.          Status kepemilikan masyarakat di lokasi Pamsimas
Responden penelitian sebagian besar memiliki kecukupan dalam hal primer. Di lokasi penelitian, ketiganya memiliki lebih dari 75% responden yang cukup dalam kebutuhan primer. Kecukupan dalam kebutuhan primer (memiliki rumah) tidak dapat menjadi satu faktor yang berdiri sendiri untuk menentukan tingginya status sosial ekonomi. Kepemilikan rumah sebagai kebutuhan primer sangat dimungkinkan merupakan hasil warisan.
Secara umum responden di lokasi penelitian, menurut status sosial ekonomi dari aspek pendidikan berada di status bawah (berpendidikan dasar), bekerja dengan menggunakan lebih banyak tenaga, memiliki kecenderungan penghasilan lebih dari UMP sampai dua kali UMP dan kebutuhan primernya tercukupi bahkan lebih.

B.  Tahap Proses
v  Pengelola
Analisis untuk mengetahui jangka waktu yang tepat atau efektif, dilakukan berdasarkan persepsi, pengetahuan dan pengalaman dari pengelola program, yang terdiri dari fasilitator, perangkat desa, dan pengurus lembaga sektor air dan sanitasi di masyarakat. Waktu ideal bagi pengelola program, kemudian dibandingkan dengan waktu yang disediakan pada pedoman umum Pamsimas.


Tabel 2. Jadwal Implementasi Pamsimas
No
Tahapan
Waktu berdasarkan pedoman
Berdasarkan survey
Status Efektifitas
Bulan
Minggu
Kurang Efektif (%)
Efektif (%)
I
Persiapan
1
Sosialisasi Nasional
1 bulan





2
Sosialisasi Provinsi
1 bulan





II
Perencanaan
3
Koord sektrl Kab/Kota
1 bulan


180
hari
42,9
57,1
4
Longlist Ds/Kel
1 bulan


90
hari
72,7
27,3
5
Sosialisasi Kab/Kota
1 bulan


1
hari
16,7
83,3
6
Sosialisasi Ds/Kel
1 bulan


7
hari
35,3
64,7
7
Minat masy (SPKMP) 
1 bulan


5
hari
23,1
76,9
8
Verifikasi minat masy
1 bulan


30
hari
11,8
88,2
9
Ds/Kel lks Pamsimas
2 bulan


300
hari
75,0
25,0
10
MPA-PHAST
1 bulan


30
hari
36,8
63,2
11
Master Design WSSE
1 bulan
1
minggu

hari
-
-
12
Penyusunan ProAksi
1 bulan
2
minggu
12
hari
49,0
51,0
13
Pemicuan dng CLTS
2 bulan
2
minggu
120
hari
26,9
73,1
14
Mbl prb perilaku BAB
2 bulan
2
minggu
8
hari
34,8
65,2
15
Srtf prb perilaku BAB
1 bulan
2
minggu
120
hari
36,8
63,2
16
Pendirian LKM
1 bulan


1
hari
1,8
98,2
17
GugustugasLKM (TKM)
1 bulan
1
minggu
1
hari
11,1
88,9
18
Explorasi kontrbs masy
4 bulan


60
hari
22,2
77,8
19
Pemilihan Opsi RKM
1 bulan
2
minggu
7
hari
17,4
82,6
20
Pleno Opsi RKM
1 bulan
2
minggu
1
hari
21,7
78,3
21
Penyusunan RKM
1 bulan
1
minggu
30
hari
27,3
72,7
22
Pleno RKM
1 bulan


1
hari
0
100
III
Implementasi
23
Plth di masyarakatt
1 bulan


1        hari
9,6
90,4
24
Konstruksi WSS
6 bulan


60      hari
4,0
96,0
25
Keg Kesehatan
6 bulan


14      hari
0
100,0
26
Penyiapan Bdn Pengelola
2 bulan


1        hari
3,8
96,2







































Untuk mendapatkan jangka waktu yang tepat pada jadwal implementasi Pamsimas, perhatian ditujukan pada angka antara waktu dengan jawaban tidak efektif lebih dari 25% dan 50%. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa pada pelaksanaanya, kebutuhan waktu lebih banyak daripada yang dianjurkan, menurut pedoman umum Pamsimas. Hasil kegiatan program Penyediaan Air minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat berupa angka prosentase jangka waktu yang tepat atau efektif di tiga kabupaten/ kota lokasi penelitian terdiri dari tiga tahap besar yang diurai menjadi dua puluh enam kegiatan. Tiga tahap besar adalah tahap persiapan, perencanaan dan implementasi.
Untuk tahap persiapan yang terdiri dari dua kegiatan, yaitu sosialisasi nasional dan provinsi, dalam tahap ini, tidak dapat dilakukan penelitian karena unit observasi dan analisis ada di kota/kabupaten, sehingga penelitian efektifitas jangka waktu di tahapan ini tidak dapat diukur. Hasil dari penelitian terhadap tahapan kegiatan dapat dilihat pada tabel 2.
Analisis:
Semua tahapan yang masuk kategori tidak efektif, berada pada tahap perencanaan dan sebagian besar pada kegiatan pemberdayaan. Pembahasan per tahap kegiatan dilakukan untuk menemukan masalah dan solusi penyelesaiannya. 10 tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Koordinasi sektoral kabupaten/kota
Pada kegiatan koordinasi sektoral kota/kabupaten, dilaksanakan oleh seluruh pemangku kegiatan Pamsimas seperti TKK, DPMU, DPIU-Satker, Pokja AMPL, dan sektor lain terkait, dengan keluaran: strategi pencapaian kinerja proyek tingkat kabupaten/kota, komponen kegiatan, kategori pembiayaan, tugas dan kewajiban masing-masing sektor, dan pelaksanaan seleksi administrasi desa/kelurahan yang dinilai layak.
Dari hasil penelitian melalui kuesioner, waktu untuk kegiatan koordinasi sektoral kota/kabupaten dianggap masih kurang efektif karena responden memberikan nilai 42%, hal ini disebabkan karena:
a.        Pedoman umum hanya memberikan batasan waktu satu bulan, namun tidak menetapkan kegiatan yang perlu dilakukan atau dikoordinasikan dalam waktu satu bulan.
b.       Berdasarkan hasil FGD yang dilakukan di tiga lokasi penelitian ditemukan bahwa:
1)   Keterlibatan sektor lingkungan hidup (badan/dinas lingkungan hidup) belum terjadi. Misalnya di Kabupaten Banjar ketidak terlibatan sektor lingkungan hidup dikuatirkan di kemudian hari akan mengurangi suplai air bersih, terkait berkurangnya luas hutan yang ada.
2)   Adanya sedikit kebingungan, pihak mana yang harus mengundang rapat. Sebaga instansi yang sifatnya koordinatif tugas harusnya berada di Bappeda, tetapi dalam pedoman pihak Pekerjaan Umum yang lebih memiliki wewenang.
Sebagai langkah untuk mengefektifkan waktu, perlu dilakukan strukturisasi agenda dari tiap pertemuan dalam satu bulan sehingga tercipta kegiatan antar sektor yang koordinatif, dengan memberikan wewenang pada Bappeda untuk mengoordinasikan kegiatan.
2.       Longlist kabupaten/kota
Penyusunan daftar panjang/long list merupakan tahap kegiatan yang dilakukan oleh Tim Koordinasi Kabupaten/Kota (TKK), dengan sasaran seluruh desa/kelurahan yang memenuhi kriteria. Keluaran dari kegiatan ini adalah daftar panjang desa/kelurahan yang berisi desa-desa yang memenuhi kriteria program.
Waktu pembuatan longlist berdasarkan hasil penelitian masih dianggap kurang tidak efektif sebesar 72,7%. Angka ini dapat dimaknai sebagai adanya kebutuhan desa atau program yang ingin dimasukkan dalam kegiatan Pamsimas yang tidak dapat diakomodasi. Untuk meningkatkan efektifitas, dapat dilakukan pengaturan waktu pemasukkan daftar panjang dengan memberikan peringatan ulang berkala bagi pihak yang akan mengajukan desa ke dalam daftar.
3.       Sosialisasi desa/kelurahan lokasi pamsimas
Sosialisasi Pamsimas di tingkat desa/kelurahan dilaksanakan  oleh aparat desa/kelurahan (narasumber: DPMU dan/atau PMAC). Sasaran: Kelompok/pelaku program CDD yang telah masuk di desa/kelurahan, misal (PPK: UPK, TPK, FD; P2KP: BKM, UP, KSM), perwakilan seluruh komponen masyarakat desa/kelurahan. Keluarannya berupa pemahaman mengenai prinsip, pendekatan dan ketentuan program Pamsimas di tingkat desa/kelurahan.
Walau sosialisasi dianggap efektif jika dilaksanakan dalam suatu waktu (satu hari), dan sudah terselenggara, tetapi tidak atau belum diketahui dampak dari sosialisasi. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tahapan sosialisasi desa/kelurahan memiliki nilai 35,3%  hal ini, menunjukkan bahwa batasan waktu satu bulan, yang tidak diberi rincian kegiatan yang harus dilakukan memberi hasil munculnya ketidakefektifan pelaksanaan tahapan kegiatan.
Keterlibatan fasilitator dalam tahapan sosialisasi desa/ kelurahan, perlu diperhatikan misalnya dengan pengetahuan mereka, kemudahan akses informasi juga termasuk keterlibatan dengan kegiatan pemberdayaan lain, dapat meningkatkan kapasitas pengelola.
4.       Penetapan desa/keluarahan ikut serta Pamsimas
Penetapan desa/kelurahan lokasi Pamsimas dilaksanakan oleh TKK dan Bupati/Walikota. Keluaran: Surat keputusan Bupati/Walikota tentang desa/kelurahan lokasi Pamsimas. Dari hasil penelitian terdapat nilai ketidakefektifan sebesar 75%, hal yang perlu diteleti lebih lanjut adalah apakah ada hubungan langkah ini dengan langkah  tahapan pembuatan longlist desa/kelurahan. Karena kondisi ini dapat terjadi karena ketidakpuasan pihak tertentu karena kebutuhan mereka untuk memasukkan desa atau program mereka tidak dapat terakomodasi.
5.       MPA-PHST
Langkah identifikasi masalah dan analisa situasi (IMAS), merupakan langkah awal perencanaan partisipatif yang akan menggali kondisi saat ini terkait akses air minum, sanitasi, perilaku kesehatan dan sanitasi; permasalahan dan potensi sumber daya. Tahapan ini dilakukan dengan metode MPA-PHAST.
Penelitian menunjukkan tingkat ketidakefektifan yang perlu diperhatikan, yaitu sebesar 36,8%, hal ini disebabkan karena:
a.           Partisipasi di suatu daerah, bisa tidak diperhitungkan atau salah dalam mendefinisikan karena banyak pihak lebih mendahulukan keterwakilan, dengan menggunakan orang yang biasa/ aktif di suatu lokasi/ daerah, sehingga yang terjadi adalah setiap kegiatan yang berperan adalah orang-orang yang sama
b.           Kegiatan ini mebutuhkan partisipasi yang tinggi di masyarakat, namun sering terjadi kekurangan waktu dalam pemberdayaan terutama ketika menilai diri sendiri dan kebutuhan mereka, hal ini sangat perlu diperhatikan, karena menunjukkan kebutuhan peningkatan kualitas, kemampuan masyarakat penerima program karena sebagai orang yang paling mengerti daerah mereka sendiri, mereka masih perlu tambahan waktu dalam memahami masalah mereka sendiri.
c.           Kegiatan ini banyak mengandalkan fasilitator, namun karena sering terjadi pergantian fasilitator karena masalah pribadi, sehingga perlu ada tambahan waktu untuk penyesuaian fasilitator baru dengan kondisi masyarakat.
6.       Penyusunan ProAksi
Tahapan penyusunan PJM ProAKSi yang merupakan dokumen perencanaan jangka menengah (5 tahun) program air minum kesehatan dan sanitasi yang dirumuskan dari kajian/analisa hasil IMAS. Perumusan kegiatan-kegiatan yang direncanakan dilakukan di tahun pertama, kedua dan seterusnya mempertimbangkan skala prioritas dan kebutuhan, terutama tingkat akses masyarakat miskin. Program tahun pertama PJM ProAksi adalah rencana kegiatan yang akan dilaksanakan melalui Pamsimas.
Pada tahapan ini tingkat ketidak efektifan sangat tinggi yaitu 69,4%.  Kebutuhan masyarakat untuk menerima program, dengan syarat pembuatan dokumen, perlu dipikirkan jalan tengahnya. Mengingat kemampuan masyarakat dalam membuat dokumen perencanaan masih kurang. Seperti halnya kesulitan masyarakat dalam melakukan tahapan MPA-PHAST, bentuk pemberdayaan pada tahap ini juga sangat mengandalkan fasilitator, dengan segala kondisi dan kemampuan mereka.
7.       Pemicuan dengan CLTS
Tahapan berikutnya adalah Community – Led Total Sanitation yaitu proses pemicuan perubahan perilaku buang air besar (BAB) masyarakat dengan menggunakan metode CLTS. Tujuan yang harus dicapai adalah mengubah perilaku masyarakat menjadi hidup bersih dan sehat, yaitu tidak BAB sembarangan dan mencuci tangan pakai sabun di 5 waktu kritis.
Hasil penelitian menunjukkan 26,9 % angka ketidakefektifan tahap ini. Hal ini menunjukkan masyarakat sudah mendapat penyuluhan, tetapi untuk perubahan perilaku sanitasi dan air minum belum dapat dipastikan terjadi.
8.       Mobilisasi perubahan perilaku
Mobilisasi perubahan perilaku memiliki ketidakefektifan waktu sebesar 34,8%. Ketersediaan alam atau kondisi geografis yang berpengaruh terhadap budaya, mempunyai dampak terhadap kemampuan masyarakat melakukan perubahan perilaku sanitasi (BAB) dan pemanfaatan air karena masyarakat masih merasa alam sangat mengakomodasi kebutuhan mereka untuk memiliki pola sanitasi secara turun temurun.
9.       Sertifikasi perubahan perilaku
Sertifikasi perubahan perilaku memiliki ketidakefektifan waktu sebesar 36,8%. Pembuatan sertifikat komitmen perubahan yang ditulis dalam sertifikasi, dapat juga digabungkan dalam pernyataan minat, untuk meningkatkan komitmen di awal kegiatan. Pengertian sertifikasi juga dapat menimbulkan kebingungan di pelaksanaan pamsimas.
10.    Penyusunan RKM
Tahapan penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM), merupakan rencana rinci kegiatan dari program PJM ProAksi tahun pertama. RKM memuat hal-hal sebagai berikut: target pencapaian kegiatan, gambar desain dan perhitungan konstruksi sarana (DED), spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya (RAB), upaya pengamanan lingkungan (safeguard), jadwal pelaksanaan, jadwal pemenuhan kontribusi in-kind, rencana pengadaan barang dan jasa, rencana pengaturan operasi dan pemeliharaan  (O&M), dan dokumen pendukung lain yang diperlukan. Sebelum dilaksanakan RKM harus diverifikasi dan disetujui oleh Tim Evaluasi RKM Kabupaten/Kota.
Dari penelitian, dalam tahap ini masih terdapat 27,3% angka ketidakefektifan. Hal ini menunjukkan adanya kesulitan yang menyebabkan masyarakat di beberapa desa penelitian, menyerahkan penyusunan RKM ke fasilitator, sehingga masyarakat sendiri kurang memahami isi dari RKM.
Tahap pemicuan dengan CLTS, mobilisasi perubahan perilaku dan sertifikasi perubahan perilaku berkaitan dengan perilaku sanitasi, di mana tahap ini juga membuktikan bahwa kegiatan pembangunan manusia (pemberdayaan) tidak dapat dibatasi waktu, seperti halnya sebuah bentuk proyek pembangunan fisik.
13 (tiga belas) tahapan yang masuk kategori efektif, berada pada tahap perencanaan dan implementasi. Tahap tersebut adalah sebagai berikut:

Tahap Perencanaan
1.       Sosialisasi kabupaten/kota
Tahapan sosialisasi Pamsimas di tingkat kabupaten/kota dilaksanakan oleh TKK dan DPMU, dengan sasaran aparat dan perwakilan masyarakat desa/kelurahan yang ada dalam daftar panjang. Sosialisasi ini dilakukan agar di tingkat keluraran memiliki pemahaman mengenai prinsip, pendekatan dan ketentuan program Pamsimas, termasuk mengenai kontribusi masyarakat dan upaya perubahan perilaku. Dalam tahap ini, penelitian menunjukan waktu yang diberikan sudah efektif sebesar 83,3%.
2.       Minat masyarakat (SPKMP)
Kegiatan musyawarah atau rembug warga (dilaksanakan mulai dari tingkat dusun/RW), dengan pelaksana: aparat desa/kelurahan dan tokoh masyarakat. Sasarannya adalah seluruh komponen masyarakat, termasuk kelompok rentan dan terpinggirkan, kelompok perempuan dan masyarakat miskin. Keluaran berupa Pernyataan minat masyarakat yang memuat kesanggupan kontribusi sebesar minimal 20% (inkind minimal 16% dan incash minimal 4%) dan menghilangkan kebiasaan BAB (buang air besar) sembarangan (open defecation) serta praktik hidup tidak bersih dan tidak sehat lainnya, yang dituangkan dalam Surat Pernyataan Minat Keikutsertaan Pamsimas (SPMKP). Dari hasil penelitian, kegiatan ini telah cukup efektif, yaitu pada nilai 76,9% tingkat keefektifannya.
3.       Verifikasi minat masyarakat
Tahap verifikasi minat dan kesiapan masyarakat dilaksanakan oleh DPMU, dengan sasarannya adalah desa/kelurahan yang mengirimkan SPMKP. Keluaran berupa usulan desa/kelurahan lokasi Pamsimas di tahun berjalan (daftar pendek). Hasil penelitian pada tahapan ini cukup meyakinkan yaitu dengan angka 88,2%.
4.       Pendirian LKM, Gugus tugas LKM dan Eksplorasi kontribusi masyarakat
Tahapan pembentukan Lembaga Keswadayaan Masyarakat LKM dan satlaknya, merupakan organisasi warga yang berasal dan dipilih oleh semua lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin, dan berbasis pada nilai dan kualitas sifat kemanusiaan. Pemilihan LKM melalui sistem tanpa calon, tanpa kampanye, tertulis, rahasia dan disepakati oleh seluruh warga. LKM adalah lembaga pengelola program, sedangkan lembaga pelaksana program, adalah unit/satuan pelaksana (satlak) yang dibentuk oleh LKM. Dari hasil penelitian pendirian LKM tidak mengalami banyak kesulitan, yaitu angka efektifnya adalah 98%, sedangkan untuk gugus tugas LKM memiliki nilai efektif yang tinggi juga, yaitu sebesar 88,9% dan eksplorasi kontribusi masyarakat memiliki nilai efektif yang tinggi yaitu sebesar 77,8%.
5.       Pemilihan opsi RKM, Pleno opsi RKM, pleno RKM
Pemilihan opsi kegiatan RKM dilakukan dengan pemilihan opsi teknik adalah tahapan di mana masyarakat menetukan pilihan teknologi sarana air minum dan sanitasi yang dibangun sesuai dengan kebutuhan dan potensi sumber daya. Pemilihan opsi teknis menggunakan catalog informasi pilihan.
Dari hasil penelitian kegiatan ini tidak banyak mengalami kesulitan, yaitu tahap pemilihan opsi RKM memiliki nilai efektif 82,6% dan pleno opsi RKM ada pada nilai 78,3%.
Tahap Implementasi:  Pelatihan di Masyarakat, konstruksi WSS, kegiatan kesehatan dan penyiapan badan pengelola
Tahap selanjutnya merupakan Pelaksanaan Kegiatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah masyarakat menerima dana program yang bersumber dari kontribusi masyarakat, APBD, dan BLM dari APBN yang turun dalam 4 tahap. 1 tahap APBD dan 3 tahap APBN. Dana program harus dicairkan melalui rekening Bank atas nama LKM, dan dipergunakan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan pembangunan sarana air minum, sanitasi sekolah, promosi kesehatan dan pelatihan sesuai dengan rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan dalam RKM. Pelaksana dan pengelola program di tingkat masyarakat wajib melakukan pembukuan penggunaan dana dan pelaporan pertanggungjawaban pengelola dana baik kepada masyarakat maupun DPMU.
Tahap berikutnya berupa Pengoperasian dan Pemeliharaan. Pada tahap ini masyarakat akan secara mandiri mengelola dan memelihara sarana air minum dan sanitasi, dan juga menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat secara berkelanjutan. Untuk pengeoperasian dan pemeliharaan sarana masyarakat akan membentuk badan pengelola, menyusun dan menyepakati aturan pemanfaatan, pengelolaan dan pengembangan, yang harus menjamin keberlanjutan pelayanan dari aspek pembiayaan melalui mekanisme iuran, aspek teknik dan ketersediaan sumber air, dan juga aspek sosial menyangkut prioritas pelayanan bagi masyarakat miskin.
Hasil analisis efektivitas waktu pada 26 tahap kegiatan yang telah ditetapkan oleh Cipta Karya untuk menjalankan kegiatan Pamsimas di masyarakat dapat diambil kesimpulan bahwa:
1.       Secara keseluruhan pengelola merasa waktu yang disediakan sudah efektif
2.       Proses pemberdayaan perlu diperhatikan terutama pada tahap 9 sampai 14 yang melibatkan masyarakat dan perubahan pola perilakunya.
3.       Kapasitas masyarakat penerima program berpengaruh dalam efektifitas tahapan pelaksanaan program.
4.       Perlunya kejelasan dalam tahapan sosialisasi di masyarakat terutama mengenai urutan aspek yang disosialisasikan, serta evaluasi dari hasil sosialisasi.

v  Masyarakat
Partisipasi Publik (Masyarakat) dalam kegiatan Pamsimas
Sejalan dengan prinsip pendekatan pembangunan berbasis masyarakat (Community Driven Development) maka program Pamsimas menempatkan masyarakat sebagai pemain utama dalam seluruh proses perencanaan seperti  pemilihan kebutuhan air dan pelaksanaan kegiatan, tidak terkecuali kaum perempuan. Hal ini sebagai pengejawantahan atas pemenuhan kebutuhan masyarakat atas sarana air minum dan sanitasi, sehingga diharapkan sarana yang terbangun dipelihara dan dikelola masyarakat.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keterlibatan masyarakat pada beberapa tahap kegiatan yang difasilitasi oleh fasilitator, khususnya dalam hal menyusun Pembangunan Jangka Menengah (PJM) Program Air Minum, Kesehatan dan Sanitasi (ProAKSi) karena masyarakat memiliki peran strategis dan tanggung jawab sepenuhnya dalam memutuskan, merencanakan, melaksanakan, mengoperasikan, serta memelihara sarana dan prasarana air minum dan sanitasi yang ada secara swakelola agar nantinya dapat terbentuk keberlanjutan bagi pelayanan dan pelestarian aset yang dibangun oleh masyarakat secara bersama-sama. Ada 10 tahap dalam kegiatan persiapan dan 2 tahap dalam kegiatan implementasi yang membutuhkan partisipasi masyarakat yaitu:

1.       Tahap Perencanaan
a.        Minat masyarakat (SPKMP)
Dalam pelaksanaan program Pamsimas di tingkat desa/kelurahan maka pemerintah desa/kelurahan berperan melakukan sosialisasi, fasilitasi, mediasi dan koordinasi dengan masyarakat sasaran untuk memperlancar pelaksanaan program di desa/kelurahan. Salah satu bentuk kegiatan sosialisasi tersebut adalah pertanyaan berupa pemastian minat masyarakat untuk terlibat apabila program Pamsimas ini berjalan.
Sebagian besar (85,5%) masyarakat telah diberikan sosialiasi berupa pertanyaan minat untuk terlibat dalam program Pamsimas, meskipun sebenarnya yang diharapkan adalah seluruh masyarakat yang menjadi sasaran harus terlibat dalam sosialisasi tersebut.
b.       MPA-PHAST dan Penyusunan Pro Aksi
Nilai proporsi antara keterlibatan (48,2%) dan ketidakterlibatan (51,8%) responden dalam kegiatan penyusunan PAB dan perubahan perilaku tidak terlalu jauh berbeda. Hasil ini sejalan dengan keterangan dari 36,8% pengelola yang menyatakan bahwa untuk menjalankan kegiatan tersebut dengan melibatkan masyarakat dalam jangka waktu 1 bulan sangat tidak efektif, sehingga untuk menyesuaikan waktu maka pengelola hanya melibatkan sebagian saja dari masyarakat sasaran.
Hampir seluruh responden (90,0%) telah dilibatkan dalam menentukan lokasi sasaran PAB.
c.        Pemicuan dengan CLTS dan Mobilisasi Perubahan Perilaku
Dari hasil penelitian ditemukan 77,5% masyarakat telah dilibatkan oleh pengelola dalam membuat aturan-aturan PAB. Dan 82,5% masyarakat telah dilibatkan dalam musyawarah untuk mengetahui minat dan sanggup merubah perilaku.
d.       Sertifikasi Perubahan Perilaku BAB
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 50% responden menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan surat dari pengelola untuk kesanggupan merubah perilaku.
e.        Eksplorasi Kontribusi Masyarakat
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 66,3% responden terlibat dalam pemberian informasi in-cash 4%, sedangkan 33,8% menyatakan tidak pernah diberikan informasi tersebut. Informasi ini sangat penting diketahui oleh seluruh masyarakat yang menjadi sasaran program Pamsimas karena sesuai dengan prinsip program ini adalah pendekatan pembangunan berbasis masyarakat sehingga perlu diberikan informasi tersebut untuk mempersiapkan partisipasi mereka dalam pemeliharaan sarana dan prasarana air minum dan sanitasi secara swakelola.

2.       Tahap Implementasi
Dalam tahap keberhasilan implementasi program Pamsimas di masyarakat, diperlukan peran LKM  sebagai pengelola (steering). Proses pemilihan serta pembentukan LKM tersebut akan dilakukan selama proses pemberdayaan masyarakat yang akan difasilitasi oleh TFM. Salah satu bentuk kegiatan LKM adalah melalui bimbingan TFM membuat kegiatan pelatihan masyarakat untuk memampukan mereka dalam mengorganisasi, merencanakan, mengelola dan menjaga kesinambungan program perbaikan layanan air minum, sanitasi dan hygiene. Untuk mengevaluasi tahap ini, maka kami mengkonfirmasi kepada masyarakat mengenai keterlibatan mereka dalam setiap pelatihan yang harus mereka dapatkan seperti pada hasil tabel.3 di bawah ini:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pemberian Pelatihan di Masyarakat
Kegiatan
Status Keterlibatan
Diberikan (%)
Tidak Diberikan (%)
Status pelatihan penggadaan barang dan jasa untuk pekerjaan dan konstruksi
88,6
11,4
Pelatihan konstruksi sarana air minum/sanitasi
86,4
13,6
Pembukuan dan pengelolaan keuangan program
70,5
29,5
Pemberdayaan masyarakat/kesetaraan gender
77,3
22,7
Kegiatan Pembangunan sarana air minum di masyarakat dan sarana sanitasi
88,6
11,4
Pembangunan sarana air minum di sekolah
65,9
34,1
Sumber Data: Data Primer
Dari tabel 3 memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat yang dikonfirmasi menyatakan telah mendapatkan pelatihan tersebut dari TFM yang difasilitasi oleh LKM. Untuk selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah frekuensi dan materi dari pelatihan tersebut agar program ini terus berkelanjutan (sustainable) karena didasari oleh tingkat pemahanan masyarakat yang tinggi dalam menjalankan program Pamsimas.

C.  Tahap Output
Nilai Manfaat Pamsimas bagi Masyarakat:
1.       Ekonomi
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Air Pamsimas untuk Usaha Ekonomi
Variabel
Memanfaatkan (%)
Tidak Memanfaatkan (%)
Usaha Ekonomi Dengan Memanfaatkan Air Pamsimas
8,14
91,86
Usaha ekonomi
Jumlah
%
Produksi Makanan
4
28,57
Produksi Minuman
6
42,86
produksi makanan dan minuman
1
7,14
produksi makanan, minuman dan cuci kendaraan
2
14,29
Lainnya
1
7,14
Total
14
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel 4 diketahui bahwa 91,86 % responden menyatakan tidak memanfaatkan air Pamsimas untuk peningkatan ekonomi, sedangkan hanya 8,14% yang memanfaatkannnya dan sebagian besar di antaranya untuk produksi minuman 42,86%.
2.       Kesehatan
a.        Penyakit karena Air
Dari penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan tidak menderita sakit yang ditunjukkan dengan prosentase dari ketiga kelompok penyakit di atas 90 %.
b.       Perilaku Mencuci Tangan
Dari penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa 95,83% keluarga mengajarkan cuci tangan sebelum makan, sedangkan mengenai perilaku cuci tangan setelah dari jamban, setelah cebok anak, sebelum makan, sebelum beri makan anak, sebelum menyiapkan makanan, semuanya menunjukkan perilaku yang baik dan dilakukan oleh > 90 % responden, namun penelitian ini tidak melakukan observasi langsung tentang cara yang benar dalam mencuci tangan.

c.        Masalah Kesehatan karena Air
Tabel 5. Distribusi pengetahuan mengenai masalah kesehatan yang disebabkan air
Pengetahuan
Iya (%)
Tidak (%)
Apakah Anda Tahu Masalah Kesehatan yang Disebabkan Oleh Air
43,01
56,48
Jenis masalah
N
%
Gatal-Gatal, kutu air, penyakit kulit
26
31,33
Sakit Perut (diare, dll)
27
32,53
Sakit Perut (diare, dll) dan Penyakit Kulit (panu, dll)
19
22,89
diare, demam, batuk-batuk
2
2,41
demam berdarah, jentik nyamuk
2
2,41
diare, gatal-gatal, DBD
1
1,20
alergi dan penyakit lain 
6
7,23
Total
83
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel 5 diketahui bahwa 109 responden (56,48 %) tidak mengetahui masalah kesehatan yang disebabkan oleh air, sedangkan 83 responden lainnya menyatakan mengetahui masalah kesehatan yang disebabkan oleh air diantaranya adalah gatal-gatal, kutu air, penyakit kulit dan diare. Informasi yang mereka peroleh sebagian besar (72,29%) dari tenaga kesehatan (Puskesmas).
3.       Budaya
Tabel 6. Jenis sarana BAB yang digunakan keluarga
Sarana  BAB Keluarga
N
%
Sungai
16
8.3
Kolam
18
9.3
Tanah
8
4.1
Jamban/WC
150
77.7
Sungai dan jamban
1
0.5
Total
193
100.0
Sumber: Data Primer
Dari tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan menggunakan sarana BAB yang berbentuk jamban/WC (77,7 %), hanya dalam penelitian ini tidak sampai melakukan penilaian terhadap bentuk fisik dan syarat kesehatan dari sarana tersebut.
4.       Sosial
a.        Jangkauan Pamsimas
Tabel 7. Distribusi Frekuensi pelayanan PAB yang diperoleh masyarakat
Pelayanan PAB
Total
N
%
Pemerintah Pusat (Pamsimas)
98
50,78
Pemerintah daerah (PDAM)
6
3,11
LSM/NGO
0
0,00
Perusahaan swasta
0
0,00
Swadaya Masyakat (lembaga desa)
49
25,39
Swadaya Rumah Tangga
29
15,03
Pemerintah Daerah (PDAM) dan Swadaya Masyarakat
10
5,18
Pemerintah Daerah (PDAM) dan Swadaya Rumah Tangga
1
0,52
Total
193
100,00
Sumber: Data Primer
Dari tabel 7 diketahui bahwa 98 orang (50, 78 %) dari responden menyatakan mendapatkan pelayanan Penyediaan air bersih dari pemerintah pusat (Pamsimas)

b.       Sumber Air Masyarakat
Tabel 8. Distribusi Frekuensi sumber PAB yang digunakan masyarakat
Sumber Air Masyarakat
Total
N
%
Sungai
0
0,00
Danau
2
1,04
Sumur
52
26,94
Kran/Hidran umum
97
50,26
Air Perpipaan
8
4,15
Air dalam kemasan
0
0,00
Sumur dan Air Perpipaan
9
4,66
Tangki
3
1,55
Sumur dan Air Tangki
1
0,52
Sumur dan kran
2
1,04
mata air
18
9,33
Lainnya
1
0,52
Total
193
100
Dari tabel 8 diketahui bahwa 97 orang (50, 26 %) dari responden menyatakan menggunakan sumber air yang digunakan adalah kran/hidran umum.
c.        Jarak sumber air
Tabel 9. Distribusi Frekuensi jarak sumber PAB yang digunakan masyarakat
Jarak Sumber Air dengan Tempat Tinggal
Total
n
%
< 10 Meter
69
35.8
10 Meter-500 Meter
112
58.0
500 Meter-1000 Meter
8
4.1
> 1000 Meter
4
2.1
Total
193
100.0
Dari tabel 9 diketahui bahwa 112 orang (58 %) menyatakan jarak rumah penduduk dengan sumber air yang digunakan berada pada rentang 10 meter – 500 meter.
d.       Keterpenuhan layanan PAB
Tabel 10. Distribusi Frekuensi keterpenuhan layanan PAB
Variabel
Ya (%)
Tidak (%)
Layanan Air Bersih Tersebut Dipergunakan 24 jam Sehari
90,67
9,33
Layanan Tersebut Memenuhi Untuk Kebutuhan RT
98,45
1,55
Sumber: Data Primer
Dari tabel 10 diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa layanan air dapat digunakan 24 jam (90,67%) dan layanan tersebut memenuhi untuk kebutuhan RT (98,45%).
e.        Pengelolaan Air dalam Rumah Tangga
Tabel 11. Distribusi frekuensi pengeloaan air dalam rumah tangga
Siapa yang Bertanggungjawab
Bertanggungjawab dalam Memelihara Infrastruktur Air
Mengumpulkan Air
Mengumpulkan Air Untuk Memasak
Mengumpulkan Air Untuk Mandi
Bapak/Suami
56
29,17
29
15,10
3
1,56
0
0
Ibu/Isteri
36
18,75
67
34,90
158
82,29
12
6,25
Anak
3
1,56
5
2,60
7
3,65
2
1,04
Seluruh Anggota Keluarga
66
34,38
62
32,29
8
4,17
168
87,5
Bapak Dan Ibu
19
9,90
22
11,46
9
4,69
10
5,21
Ibu Dan Anak
1
0,52
0
0,00
5
2,60
0
0
Masyarakat
9
4,69
7
3,65
0
0,00
0
0
Lainnya
2
1,04
0
0,00
2
1,04
0
0
Total
192
100,00
192
100,00
192
100
192
100
Dari tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan infrastruktur air (34,38%), mengumpulkan air (32,29%), dan mengumpulkan air untuk mandi (87,5%) dilakukan oleh seluruh keluarga, sedangkan yang mengumpulkan air untuk memasak sebagian besar (82,29%) dilakukan oleh ibu/istri.





KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.       Pada tahapan input kegiatan, yang meliputi tenaga, sarana dan dana dari pengelola dan masyarakat, berdasarkan hasil penelitian telah mencukupi kapasitasnya untuk melaksanakan program Pamsimas. 
2.       Pada tahapan proses kegiatan dapat disimpulkan:
a.        Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa secara umum, penyediaan waktu untuk melaksanakan program Pamsimas sudah cukup, terutama untuk kegiatan konstruksi.
b.       Tahapan proses pemberdayaan dalam program Pamsimas, berdasarkan penelitian terhadap tahapan kegiatan perlu untuk diperhatikan, terutama pada tahap penetapan desa/kelurahan sampai sertifikasi perilaku BAB yang melibatkan masyarakat dan perubahan pola perilakunya. Karena dari hasil penelitian pada tahapan ini terdapat kekurangan waktu.
c.        Kapasitas masyarakat penerima program yang bervariasi, berpengaruh dalam efektifitas tahapan pelaksanaan program. Masyarakat yang memiliki kapasitas tinggi(pendidikan, kemampuan ekonomi) akan lebih mudah dalam mengembangankan program.
d.       Perlunya kejelasan aspek atau materi dalam tahapan sosialisasi di masyarakat, terutama mengenai urutan aspek yang disosialisasikan, serta perlunya dilakukan evaluasi dari hasil sosialisasi, sehingga jika terjadi kekurangan dapat segera diperbaiki.
e.        Dari hasil FGD ditemukan, masih terdapat kekurangan sosialisasi ke pelaksana program, juga masih ditemui ketidaksamaan dalam pendefinisian program,  sehingga dapat menyebabkan pelaksanaan tahapan tidak tepat waktu.
f.         Kurangnya kesiapan LKM dalam hal kuantitas maupun kualitas menangkap dan mengembangkan program Pamsimas menjadi kebutuhan yang perlu untuk ditingkatkan. kemampuan masyarakat dalam sosial kelembagaan, kemampuan ekonomi untuk membayar iuran dan kelestarian lingkungan menjadi unsur keberlanjutan program. 
g.        Koordinasi lintas sektor perlu lebih intensif dilakukan, karena dari hasil FGD masih terdapat sektor yang belum terlibat, bahkan kelompok kerja yang seharusnya ada di tingkat kabupaten/ kota belum terlihat eksistensinya.
h.       Masih ditemuinya kekurang siapan/ bersedianya masyarakat dalam merubah budaya pemanfaatan air menjadi satu bentuk aspek yang perlu diteliti lebih lanjut.
i.         Koordinasi pengelola dengan PDAM terutama untuk wilayah pelayanan/ cakupan dan penentuan tarif perlu untuk lebih diintensifkan.
j.         Keterlibatan masyarakat dalam kontribusi dana berupa incash, pemberian informasi incash, penyusunan penyediaan air bersih dan perubahan perilaku,  serta penerimaan surat kesanggupan merubah perilaku belum optimal.
3.       Dari tahapan output kegiatan Pamsimas, dapat disimpulkan bahwa:
a.        Program Pamsimas belum dapat membangkitkan usaha dan pendapatan ekonomi masyarakat penerima manfaat.
b.       Pengetahuan masyarakat berkaitan dengan penyakit yang ditularkan melalui air belum banyak dimiliki.
c.        Besarnya kontribusi perempuan dalam kegiatan pengelolaan perempuan dalam mengumpulkan air, belum terakomodasi di dalam program Pamsimas.
4.       Keterlibatan perempuan dalam organisasi pengelola air Pamsimas, memiliki proporsi keterwakilan secara gender, belum sesuai dengan kontribusi perempuan yang besar dalam penyediaan air rumah tangga.

Rekomendasi

Rekomendasi untuk pengelola program (Instansi pemerintah, pendamping, konsultan)
1.       Sebagai langkah untuk mengefektifkan waktu, perlu dirumuskan struktur koordinasi di Kabupaten/Kota (dalam hal jadwal, agenda, instansi yang terlibat, pembagian tugas dan wewenang, anggaran dan hal yang terkait), sehingga tercipta koordinasi antar program dan sektor, di setiap tahapan kegiatan melalui pertemuan berkala yang disepakati.
2.       Untuk meningkatkan efektifitas waktu terkait dengan tahapan kegiatan Pamsimas, dapat dilakukan pengaturan waktu (time management/schedule), dengan memberikan peringatan ulang berkala (reminding), bagi pihak yang berminat mengajukan desa ke dalam daftar.\
3.       Dari hasil penelitian, kegiatan pemberdayaan tidak dapat dilaksanakan bersamaan dengan proyek pembangunan fisik, sehingga perlu disiapkan waktu pada tahun yang berbeda (prosesnya lebih dahulu dikerjakan, sehingga jika waktu pemberdayaan kurang, masih ada waktu di tahun pelaksanaan pembangunan fisik).
4.       Pada saat kegiatan sosialisasi di masyarakat, perlu adanya kejelasan dan ketegasan mengenai tahapan kegiatan Pamsimas.
5.       Pengelola perlu memperhatikan ketersediaan sumber air, kualitas air (fisik, kimia, biologi) dan kuantitas (liter/keluarga) yang disalurkan ke masyarakat penerima manfaat.
6.       Pengelola Pamsimas perlu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan PDAM terutama mengenai wilayah pelayanan, sumber air, pemeliharaan prasarana, kualitas layanan air dan penentuan iuran keluarga penerima manfaat.
7.       Pengelola perlu melakukan penghitungan nilai-manfaat, yang hasilnya disosialisasikan ke masyarakat penerima manfaat, setelah mereka mengimplementasikan program Pamsimas. Sehingga secara bersama mereka berusaha menjaga keberlanjutan penyediaan air minum mereka secara mandiri, melalui pemeliharaan sarana-prasarana pengelolaan kelembagaan, ketertiban iuran, dan peningkatan kapasitas dan kapabilitas dalam pengelolaan air minum. Terutama karena nilai keuntungan yang besar, menyebabkan  pay back periode dapat sangat cepat dicapai.

Rekomendasi untuk masyarakat penerima manfaat (LKM, BP di masyarakat):
1.       Rincian kegiatan yang akan dilakukan disusun dalam RKM dengan melibatkan masyarakat. Tidak hanya diserahkan ke pendamping masyarakat (pemberdayaan, kesehatan, teknik). 
2.       Kebutuhan peningkatan kualitas dan kemampuan masyarakat penerima program dapat dijembatani dengan meningkatkan kualitas dan kemampuan pendamping masyarakat.
3.       Badan Pengelola SPAM perlu memikirkan pengembangan Pamsimas, sebagai unit usaha komunitas (membuat bussiness plan), untuk menopang operasional dan pengembangan lebih lanjut.
4.       LKM dan BP SPAM perlu menambah jumlah keterlibatan perempuan dalam susunan keanggotaannya, mengingat kontribusi perempuan dalam penyediaan air rumah tangga.  


DAFTAR PUSTAKA
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan Umum. Kajian Sosial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas. Yogyakarta, 2010
Central Project Management Unit. Pedoman Pelaksanaan Pamsimas di tingkat masyarakat, edisi 2009, http://www.pamsimas.org/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=74: (accessed January 29, 2010)
Central Project Management Unit. Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas, edisi 2009, http://www.pamsimas.org/index.php?option=com_phocadownload&view=category&id=74: (accessed January 29, 2010)

Tidak ada komentar:

Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...