Senin, 09 Mei 2016

Efisiensi Layanan PDAM dengan NRW Full Cost Recovery

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

* tulisan telah diterbitkan di majalah bulanan Air Minum, maret 2016

Yudha Heston1 & Nur Alvira2

Kehilangan air atau biasa diistilahkan sebagai Air Tidak Berekening atau Non Revenueable Water (NRW), merupakan faktor dominan ketidakefisienan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ketidakefisienan ini dapat berpengaruh secara finansial bagi PDAM, karena ada potensi pemasukan atau keuntungan penjualan air yang hilang. 
NRW perlu diminimalisir, dan upaya meminimalisir ini memerlukan biaya, biaya yang dikeluarkan perlu diperhitungkan sampai pada tingkat NRW optimal dengan biaya ekonomis. Biaya ekonomis yang dimaksud adalah kondisi optimal modal pengolahan air yang dapat dipulih biayakan, dalam istilah asing disebut full cost recovery. Jika digambarkan ke dalam bagan grafik, maka akan terlihat kurva penjumlahan biaya air yang hilang dengan biaya pengelolaan NRW. 
Penelitian telah dilakukan oleh Balai Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Permukiman, Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di tahun 2015, terkait NRW distribusi di 64 PDAM dengan menggunakan hasil audit BPKP dari BPPSPAM. Catatan kritis yang muncul dari penelitian tersebut antara lain, PDAM masih memiliki nilai NRW rata-rata yang cukup tinggi sebesar 32,22%, dan hanya 7,8% yang memiliki NRW sesuai target nasional sebesar 22% (Permen PU 18/2007). Kondisi ini dapat diperbaiki, karena negara berkembang yang kondisi pertumbuhan domestik brutonya hampir sama dengan Indonesia, yaitu Filipina saja dapat memiliki NRW sebesar 16%.
Hasil analisis korelasi dapat membuktikan bahwa semakin tinggi NRW maka akan didapati adanya pendapatan PDAM yang semakin rendah dari hasil penjualan air. Kondisi ini, berdasarkan hasil penelitian, belum dapat menggerakkan PDAM untuk mengalokasikan anggaran penanganan NRW, karena PDAM dengan NRW yang semakin tinggi justru memiliki pengeluaran operasional dan non operasional yang semakin kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi NRW belum menjadi prioritas bagi sebagian besar PDAM.
Kejadian NRW
            Berdasarkan hasil penelitian, NRW terjadi dengan 9 (sembilan) kemungkinan kejadian. Kejadian NRW mulai dari yang paling sering terjadi adalah kehilangan air pada penampungan, yang disebabkan karena ada proses untuk kebutuhan pembersihan/flushing pipa dan pembungan angin (sprey), pembersihan sedimen, overflow pada saat di luar jam pemakaian, dan pencucian instalasi distribusi (73%). Kejadian kedua tersering adalah konsumsi air tidak berekening, karena tidak adanya pengawasan secara langsung dan rutin di masyarakat (71%).Berikutnya adalah kebocoran dan kerusakanan pada pipa pelanggan, hal ini disebabkan karena umur pipa yang sudah terlalu tua sehingga tekanan tinggi dapat mengurangi akurasi dan pipa menjadi mudah pecah (69%). Selanjutnya adalah kerusakan pada meter pelanggan disebabkan karena rendahnya upaya PDAM dalam melakukan kalibrasi (61%).Dan kejadian kelima adalah ketidakakuratan pembacaan pada meter pelanggan atau kesalahan memasukkan data karena proses pembacaan masih dilakukan secara manual dan beberapa water meter pelanggan yang telah rusak (56%).
Penyebab NRW
Penyebab NRW paling dominan yang dapat dijelaskan secara statistik sebesar 79% (selain 21% variabel yang belum tergali), terjadi karena rendahnya kalibrasi meteran pelanggan (77%), penyebab berikutnya terkait dengan aspek operasional/teknis (73%), dua penyebab selanjutnya yang memiliki nilai sama (72%) adalah terkait pengelolaan keuangan dan seluruh pegawai yang belum mendapatkan pelatihan khusus NRW. Alasan lain yang menyebabkan NRW terkait dengan rasio diklat pegawai yang belum proporsional, perbaikan yang dilakukan hanya pada saat terjadi kebocoran, pendapatan yang masih di bawah anggaran. Hal lain yang menjadi penyebab NRW terkait keberadaan komitmen pemimpin. Aspek non teknis terkait NRW adalah penilaian terhadap kinerja karyawan yang belum dipedomani. Aspek pemeliharaan infrastruktur yang masih belum rutin serta terkait penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
NRW Full Cost Recovery
         Catatan kritis berikutnya adalah perlunya untuk menghitung NRW Full Cost Recovery, sehingga ditemukan titik target awal penurunan NRW, sehingga walaupun masih terdapat NRW, namun PDAM tertentu tidak mengalami kerugian akibat NRW. Rumus perhitungan finansial untuk NRW Full Cost Recovery adalah sebagai berikut (rumus 1).
.........(1)
NRW existing adalah NRW hasil perhitungan BPKP di tahun 2013.  Total beban adalah total biaya yang dikeluarkan PDAM dalam setahun dalam pengelolaan air minum, sedangkan harga air adalah harga air rata-rata PDAM. Berdasarkan perhitungan hanya terdapat 3% PDAM yang memiliki NRW exsisting di bawah NRW FCR. Prosentase terbesar adalah PDAM dengan kondisi NRW existing 20-30% yang perlu menurunkan NRWnya sampai kurang dari 20%.
Upaya PDAM untuk mencapai NRW FCR dapat memberikan dampak positif karena NRW yang dialami, tidak mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan dari penjualan air dan tidak meningkatkan beban pengeluaran operasional maupun non operasional.
Rekomendasi Strategi
Efisiensi Layanan PDAM dengan menurukan NRW dan pendekatan NRW Full Cost Recovery, dapat dicapai dengan beberapa strategi berikut, pertama dengan melakukan audit jaringan yang disinkronkan dengan rekening wilayah. minimal dua tahun sekali dan optimasi fungsi district meter area agar sistem perencanaan jaringan pipa PDAM menjadi lebih baik, serta dokumentasi as build drawing menjadi lebih lengkap. Standarisasi dan simplifikasi varian pipa pada saat pengadaan dapat juga menjadi pertimbangan PDAM. Kalibrasi, penggantian berkala, isu investasi, kebijakan insentif dan punishment terkait pengelolaan meter pelanggan.
PDAM dalam upaya menurunkan NRW juga perlu menyiapkan modernisasi sistem komersial yang di dalamnya termasuk, billing management, asset management, realibility management, service management dengan proses bisnis yang diotomasi untuk menjamin lebih cepat, lebih murah, lebih baik, lebih aman, transparan dan akuntabel. Perencanaan dan pengendalian berbasis wilayah atau spasial GIS (geographic information system), enterprise resource planning dan enterpise risk management. Langkah lain terkait program pendampingan yaitu kemitraan antar PDAM terutama dalam peningkatan terhadap aspek operasional. Dan dapat disiapkan juga kenaikan harga berkala otomatis. 

Daftar Pustaka

·         Tim Peneliti, 2015, Laporan Akhir Litbang Kebijakan Efisiensi Layanan PDAM, Balai Litbang Soseklingkim, Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi 

Tidak ada komentar:

Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...