Rabu, 27 Agustus 2014

PENGEMBANGAN METODE PENILAIAN CEPAT SANITASI BERKELANJUTAN

------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Yudha Pracastino Heston*, Nur Alvira Pasa Wati DP**
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman
Jl. Laksda Adisucipto No.165 Yogyakarta. Telp/fax (0274) 555205/546978
Email: pracastino@yahoo.com
Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta (UNRIYO)
Jl. Laksda Adisucipto Km 6,3 Depok Sleman, Yogyakarta. Telp (0274) 489780
Email: irha011185@yahoo.com

Abstraksi

Pertumbuhan penduduk sebesar 1,8% per tahun menyebabkan perlunya penyediaan akses layanan sanitasi kepada hampir 30 juta orang hingga tahun 2015 atau 6 juta orang per tahun. Akibat sanitasi yang buruk, sebuah keluarga di Indonesia bisa kehilangan rata-rata 1,25 juta Rupiah setiap bulannya. Sektor sanitasi bagi pemerintah seringkali dianggap sebagai bukan prioritas pembangunan sehingga sering terabaikan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya Salah satu upaya untuk mempermudah para pengambil keputusan dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan pengembangan metode yang dapat membantu perencanaan pembangunan sanitasi yang cepat dan berkelanjutan melalui pengembangan penilaian cepat. Penelitian dilakukan dengan metode grounded theory dengan studi kasus. Proses penelusuran indikator dengan membuat daftar dilakukan dengan membandingkan data primer dan sekunder. Data tersebut adalah penjelasan indikator fenomena yang diobservasi terhadap pengukuran layanan sanitasi. Pengelompokan indikator akhirnya menghasilkan jumlah 40 buah. 40 indikator tersebut dikategorisasi ke dalam 18 sub variabel dan kemudian dikelompokkan kembali ke dalam 5 variabel pengukuran kualitas layanan sanitasi.

Kata kunci : layanan, sanitasi, penilaian

abstract

Population growth of 1.8% per year led to the need for the provision of sanitation services access to nearly 30 million people by 2015 or 6 million people per year. Due to poor sanitation, a family in Indonesia could lose an average of 1.25 million rupiah per month. Sanitation for the government sector is often regarded as not a priority of development so often neglected in comparison with other sectors One effort to facilitate decision-makers to overcome these problems, the development of methods that can help rapid development planning and sustainable sanitation through the development of rapid assessment. The study was conducted with grounded theory method with a case study. Search process by making a list of indicators is done by comparing the primary and secondary data. The data is the explanation of the observed phenomena indicator measurement sanitation services. Grouping indicator number 40 eventually produce fruit. 40 indicators were categorized into 18 sub-variables and then regrouped into 5 variables measuring the quality of sanitation services.

Keywords: services, sanitation, assessment

PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Sejak tahun 1993, Indonesia telah menunjukkan peningkatan dua kali lipat prosentase rumah tangga dengan fasilitas sanitasi yang lebih baik, namun masih diperlukan pencapaian tambahan 26 juta orang dengan sanitasi yang lebih baik untuk mencapai target MDGs pada tahun 2015. Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kira-kira 116 juta orang masih kekurangan sanitasi yang memadai (UNICEF, 2012). Trend pertumbuhan sebesar 1,8% / tahun saat ini menyebabkan perlunya penyediaan akses layanan sanitasi kepada hampir 30 juta orang hingga tahun 2015 (6 juta orang per tahun). Kondisi ini ditambah dengan 70 juta orang belum menggunakan fasilitas Buang Air Besar. Berkaitan dengan hal tersebut pemeliharaan dan peningkatan kualitas melalui septage management dengan pemeliharaan septic tank dan IPLT dengan cakupan sewerage system nasional lebih dari 2%. Selain itu, perlu menghilangkan genangan pada pemukiman dan pusat kegiatan ekonomi di perkotaan untuk meminimalkan risiko kesehatan akibat genangan air atau banjir agar tidak menganggu kegiatan ekonomi. Upaya-upaya tersebut juga didukung dalam Pembangunan Sanitasi PPSP 2010-2014, yaitu melalui pengembangan pelayanan air limbah melalui sistem sewerage di 16 kota dan sistem setempat serta komunal di 226 kota dengan proporsi penggunaan 10% sistem off-site (5% komunal dan 5% sewerage system) dan 90% sistem on-site. Pengelolaan persampahan dengan penerapan praktik 3R secara nasional juga penting dilaksanakan dengan harapan tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% RT di daerah perkotaan melalui peningkatan sistem TPA sampah menjadi sanitary landfill untuk melayani 240 kawasan perkotaan di Indonesia. Pengurangan genangan air di 100 kawasan strategis perkotaan seluas 22.500 Ha) juga diharapkan dapat menangani permasalahan menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan Indonesia.
Sebuah studi menggambarkan bahwa akibat sanitasi yang buruk, sebuah keluarga di Indonesia bisa kehilangan rata-rata 1,25 juta Rupiah setiap bulannya. Apabila kondisi kemiskinan ditambah dengan sanitasi yang buruk dan diperparah dengan kultur dan sosial budaya tidak sehat, maka akan banyak dijumpai angka kesakitan dan balita yang kekurangan gizi. Dapat dipastikan keluarga miskin di Indonesia sulit melepaskan diri dari lingkaran kemiskinannya. Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap  masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank.
Sektor sanitasi bagi pemerintah seringkali dianggap sebagai bukan prioritas pembangunan sehingga sering terabaikan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Seiring dengan tuntutan peningkatan standar kualitas hidup masyarakat, makin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan terbatasnya daya dukungan lingkungan terhadap dinamika yang berkembang, menjadikan sektor sanitasi menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan dan diprioritaskan melalui sebuah proses perencanaan pembangunan sanitasi yang terpadu, sesuai sasaran dan kebutuhan serta berkelanjutan. Proses perencanaan yang dilakukan harus mendapatkan suatu  keputusan yang efektif dan efisien dalam merespon masalah sanitasi, sehingga mutlak ditopang oleh informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika informasi tidak benar, bisa dipastikan keputusan akan salah dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan sumberdaya dan sumberdana (tidak efisien). Selain kebenaran dan ketepatan, informasi harus up to date. Pengambil keputusan harus menggunakan informasi terbaru dan real-time.
Salah satu upaya untuk mempermudah para pengambil keputusan dalam mengatasi masalah tersebut, diperlukan pengembangan metode yang dapat membantu perencanaan pembangunan sanitasi yang cepat dan berkelanjutan melalui pengembangan penilaian cepat (Rapid Assesment) untuk memotret kondisi sanitasi yang berkelanjutan pada suatu wilayah dengan memaksimalkan penggunaan seluruh data yang di miliki oleh para sector kunci bidang sanitasi melalui interpretasi data hasil pengukuran, agar mereka (Pemerintah Daerah, perencana, masyarakat, sektor swasta dan organisasi donor) dapat dengan cepat memutuskan dan mengambil kebijakan serta merancang program yang paling memungkinkan untuk diterapkan di suatu daerah.

B.     Permasalahan atau Rumusan Masalah
Metode penilaian sanitasi lebih mengedepankan penggunaan aspek fisik seperti yang telah digunakan oleh WHO – UNICEF, MDGs, Sustainable Sanitation Alliance, WASHcost, Negara Ghana, Negara Laos, Negara India, Negara Mozambik, dan lain lain. Aspek fisik perlu dilengkapi dengan penilaian dari aspek non fisik untuk menjamin keberlanjutan layanan sanitasi. Sehingga pertanyaan penelitian ini adalah variabel apa saja yang termasuk dalam bagian aspek non fisik layanan sanitasi?

C.      Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan variabel dan indikator pengukuran yang tepat dan cepat untuk layanan sanitasi di suatu wilayah.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk dapat memberikan peta ukuran layanan sanitasi, memunculkan program-program kegiatan, dan sebagai peringatan dini kondisi sanitasi di suatu wilayah.

D.  Tinjauan Pustaka
Sanitasi Berkelanjutan
            Konsep pembangunan berkelanjutan menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang. Secara implisit mengandung arti memanfaatkan keberhasilan pembangunan sebesar-besarnya dengan tetap memelihara kualitas sumber daya alam. Oleh sebab itu, pembangunan berkelanjutan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan kesejahteraannya.

            Gambar diatas menggambarkan paradigma pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang terbagi dalam sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan harus dapat terintegrasi dan terkoordinasi dalam pelaksanaannya. Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk kesejahteraan manusia (termasuk di dalamnya pembangunan bidang ekonomi) dan kelestarian lingkungan hidup. Purba ed., (2005:17).
Penyakit berbasis lingkungan adalah suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki potensi penyakit. Faktor yang menunjang munculnya penyakit berbasis lingkungan antara lain ketersediaan dan akses terhadap air yang aman, akses sanitasi dasar yang layak, vektor penyakit, dan perilaku masyarakat. Dalam upaya pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan penyakit atau pathogenesis penyakit tersebut, sehingga dapat dilakukan intervensi secara cepat dan tepat (Ahmadi, 2005).
Pengelolaan air limbah yang buruk dapat memberikan gangguan terhadap kehidupan Biotik, dengan banyaknya zat pencemar yang ada di dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di dalam air limbah. Dengan demikian akan mengganggu perkembangan kehidupan, selain kekurangan oksigen, kondisi dapat juga dipengaruhi oleh adanya zat beracun dalam limbah. Kondisi lingkungan dasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia mencakup pasokan air yang bersih dan aman, pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara yang bersih dan aman, serta rumah yang bersih dan aman.
Penggunaan teknologi dalam pelayanan sanitasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengguna dalam mengadakan dan memelihara keberlanjutan pelayanannya. Selain itu kondisi karakteristik geografis dan sosial juga berperan penting dalam budaya masyarakat Indonesia yang cenderung memiliki kekuatan sosial tinggi.
Tantangan lingkungan fisik terkait dengan pelayanan sanitasi terkait dengan:  Variasi taraf muka air permukaan musiman, dasar/muka tanah yang lunak & tidak stabil, muka air tanah tinggi, erosi, penurunan tanah, udara yang bersifat korosif, keterbatasan lahan, banjir, pola permukiman tidak teratur & kumuh, serta jalan akses yang tidak memadai.
Penghematan biaya kesehatan adalah kontributor terbesar untuk manfaat ekonomi di pedesaan. Teknologi sederhana seperti jamban cemplung bisa sangat ekonomis yaitu menghasilkan manfaat besar dengan biaya per unit yang rendah. Sedangkan di perkotaan akses rumah tangga pada fasilitas toilet lebih tinggi namun kepemilikan tangki saptik dengan pengolahan limbah kebanyakan dengan kondisi seadanya (atau bahkan tidak sama sekali).
Belakangan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat cukup meningkat dengan terbentuknya kelompok kerja yang disebut Kelompok Kerja air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten untuk air bersih dan sanitasi lingkungan, meski setelah masa desentralisasi banyak pemerintah kabupaten terhambat oleh kurangnya keahlian di sektor perairan dan kapasitas kelembagaan.
Untuk mencapai fungsi peran serta masyarakat aktif, maka pembangunan dan pengelolaan perlu didasarkan pada prinsip pendekatan partisipatif dalam semua aspek pembangunannya, yaitu sedapat mungkin ditetapkan oleh masyarakat di tingkat bawah atau berbasis masyarakat.Menurut Kustiah (dalam Sugiharto, 2005), dalam pembangunan masyarakat membentuk kelembagaan pengelola yang terdiri dari fungsipengambil keputusan dan pembuat aturan, fungsi pembinaan, serta pelaksanaan operasional dan pelayanan.


Rapid Assessment Pocedures
Informasi yang lengkap, akurat dan terkini dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian keberhasilan kegiatan atau program. Untuk informasi seperti ini, dapat diolah dari data laporan kegiatan atau program yang rutin, baik tribulan maupun tahunan, laporan penelitian atau hasil survei seperti SUPAS, SUSENAS, SKRT, SDKI dan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Hanya saja, data seperti itu pada umumnya mencerminkan banyak arti tetapi belum menjawab mengapa dan bagaimana sehingga menggambarkan kondisi kabupaten/kota yang sebenarnya atau evidence based.
Rapid Assessment Prosedures (RAP) yang merupakan cara penelitian cepat dengan triangulasi sumberdata dan tehnik puldat. Ada beberapa cara penelitian cepat yang dikembangkan WHO untuk menjawab beberapa data yang perlu penjelasan ‘mengapa dan bagaimana’. Cara penilaian yang digolongkan dalam penelitian kualitatif tetapi dalam perkembangannya menjadi Rapid Assessment Prosedures  yang luas dan menambahkan metode kuantitatif dalam pentahapannya seperti Survai Cepat. Cara atau teknik yang cepat, relatif murah tetapi tetap memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah untuk menjawab mengapa dan bagaimana dari data yang ada. Beberapa cara tersebut adalah Rapid Assesment (RA), Rapid Survey (Survei Cepat) dan Rapid Evaluation Method (REM) yang secara prinsip berbeda tetapi pada dasarnya masing-masing dapat saling melengkapi.

Terminologi Sanitasi Ditinjau dari Aspek Fisik
Menurut Potter et all (2011) dalam Assesing Sanitation,  Tangga sanitasi berdasarkan beberapa kriteria sebagai berikut:
·         Keberlanjutan dan keuntungan jangka panjang (manfaat)
·         Keuntungan seketika (kualitas, kenyamanan, keandalan)
·         Kebutuhan kapasitas untuk memenuhi dukungan sisi ketersediaan
·         Operasi dan pemeliharaan
·         Kemungkinan peningkatan, waktu layanan, kemungkinan penggantian
·         Efetifitas biaya (modal dan biaya sesaat dan tipe material)
·         Aksesibilitas
Pembagian lain, menyebutkan urutan tingkat layanan yang disebut sebagai Tangga Sanitasi Lao (Lahiri and Chantophone, 2000) adalah sebagai berikut.
1.      Sistem septik tank
2.      Jamban dengan gayung sentor
3.      Jamban dengan ventilasi layak
4.      Jamban tertutup
5.      Jamban kering konvensional
6.      Budaya tradisional

Joint Monitoring Programme (JMP, 2008) mengadopsi konsep tangga dalam mengembangkan pengawasan kerangka global terkait capaian sektor air dan sanitasi, dengan membagi dengan tegas terkait layak dan tidak layak (improved dan unimproved).
Tingkat
Parameter
Definsi
1
Layak (improved)
memastikan pemisahan higienis dari tinja manusia dan kontak fisik. Terdiri dari fasilitas:
o   sentor/bilas pada:
§  Sistem drainase perpipaan
§  Tangki septik
§  Lubang jamban
o   Jamban layak dengan ventilasi
o   Lubang jamban dengan peninggian pada kaki Pengolahan tinja
2
Fasilitas sanitasi bersama
Fasilitas sanitasi dari dan dapat diterima yang digunakan bersama antara dua atau lebih rumah tangga. Hanya fasilitas yang tidak digunakan bersama dinyatakan layak/ improved.
3
Fasilitas sanitasi tidak layak

Fasilitas yang tidak memastikan pemisahan higienis antara tinja dan kontak manusia. Fasilitas yang tidak layak termasuk di dalamnya jamban tanpa perbedaan level. Jamban apung, tong jamban.
4
Buang air besar di ruang terbuka
Ketika tinja manusia dibuang di ladang, hutan, semak, batang air, pantai atau ruang terbuka lain, atau dibuang bersama dengan limbah padat lainnya.

Parameter layanan fisik sanitasi (potter et al, 2011) sebagai berikut.

Tingkat
Parameter
Definisi
1
Improved
Semua anggota keluarga memiliki kemudahan akses dan paling tidak memiliki satu fasilitas, yang aman, bersih ada operasional dan pemeliharaan, dan tidak terdapat dampak lingkungan yang bermasalah dan daur ulang pembuangan yang aman.
2
Basic
Semua anggota keluarga memiliki akses yang diupayakan dan menggunakan dengan aman, bersih, pemeliharaan yang kurang, dan tidak terdapat dampak lingkungan yang bermasalah atau pembuangan lumpur yang aman.
3
Limited
Memiliki pembagian pengguna dengan tinja, ada sedikit atau tidak ada pembersihan jamban, dan terdapat peningkatan polusi lingkungan yang signifikan terkait kepadatan penduduk.
4
No service
Tidak ada pemisahan antara pengguna dan tinjanya, misal dengan BAB sembarangan, dan terdapat peningkatan polusi lingkungan yang signifikan terkait kepadatan penduduk.
METODE PENELITIAN

A.     Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan kondisi dan tantangan yang dihadapi masing-masing daerah spesifik, yaitu: Pantai dan Muara, Sungai, Rawa & Muka Air Tanah Tinggi, Daerah Banjir.
Tantangan
Pantai & Muara
Sungai
Rawa & MAT Tinggi
Banjir
Gelombang Air
n ¢ u
n ¢

    u
Banjir
  ¢ u
  ¢ u
  ¢ u
    u
Variasi taraf muka air
  ¢ u
n ¢ u
  ¢ u
    u
Dasar / muka tanah yang lunak & tidak stabil
n ¢ u
  ¢ u
  ¢ u

Muka air tanah tinggi
    u
    u
  ¢ u
    u
Erosi
  ¢ u
  ¢ u

    u
Penurunan tanah
    u



Udara yang bersifat korosif
n ¢ u



Keterbatasan lahan
  ¢ u
n ¢ u

    u
Pola permukiman tidak teratur & kumuh
n ¢ u
n ¢ u
  ¢ u
    u
Jalan akses tidak memadai
n ¢ u
n ¢ u
  ¢ u
    u
Keterangan: n: Rumah Apung ¢: Rumah Panggung  u: Rumah di darat

Berdasarkan pada gambaran karakteristik  suatu wilayah dengan tantangan yang dihadapi, maka wilayah yang dianggap berada pada kondisi tersebut  adalah Jawa Tengah (Kota Solo), Jawa Timur  (Kota Malang) dan Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin).

B.     Sifat Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah studi kasus, dimana penelitian memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu mengamati suatu fenomena yang kasat mata. Data studi kasus dalam penelitian ini dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara maupun dokumentasi. Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi, karena ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi dan partisipasi.
Penelitian ini menekankan pada kedalaman pemahaman atas masalah yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian dilakukan secara intensif, terperinci, dan mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena  tentang sanitasi dengan lingkup yang sempit.  Meskipun lingkupnya sempit, dimensi yang digali cukup luas, mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang tertinggal.  Penelitian ini juga lebih menekankan kedalaman subjek dibandingkan banyaknya jumlah subjek yang diteliti. Sebagaimana sifat metode penelitian ini dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai (ex post facto). Tahap dari penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut:


Berdasarkan gambar diatas, penelitian ini dibagi kedalam beberapa tahap, yaitu:
1.      Tahap Persiapan
Persiapan merupakan rangkaian sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan di susun hal-hal yang harus dilakukan dengan tujuan efektivitas waktu. Tahapan persiapan ini meliputi kegiatan, antara lain: survey lokasi untuk mendapatkan gambar umum mengenai kondisi sanitasi dengan batasan kondisi geografis yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan kebutuhan data, studi pustaka terhadap materi desain penelitian, dan mendata narasumber dari instansi terkait dengan sector sanitasi
2.      Tahap Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumentasi dan diskusi kelompok dengan menggunakan 2 tipe sumber data, yaitu:
                         a.         Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, yaitu data yang telah dikeluarkan oleh sector-sektor kunci yang berkaitan dengan aspek sanitasi berkelanjutan, seperti: Badan Pusat Statistika (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dokumen dari instansi-instansi tersebut seperti: Kabupaten/Kota dalam Angka, Buku Putih Sanitasi, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD), Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), Rencana Deteil Tata Ruang (RDTR), Momerandum Program Sanitasi (MPS), Dokumen PDAM, Enviroment Health Risk Assessment (EHRA) dan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota.
                           b.      Data Primer, merupakan data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh tim peneliti langsung dari responden melalui metode FGD dengan cara menggunakan sebuah forum diskusi bersama informan-informan kunci yang berasal dari instansi sector sanitasi. Materi yang didiskusikan telah di rancang sejak awal. Materi dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu sebagai berikut:
1)        Bagian pertama membicarakan tentang: masalah yang timbul, penyebab timbulnya masalah, persepsi mayarakat terhadap masalah tersebut, akibat dari masalah tersebut
2)        Bagian kedua memebicarakan tentang: upaya menangani masalah tersebut, hasilnya, keberhasilannya, kendalanya, pendukungnya
3)        Bagian ketiga membicarakan tentang peran para sector kunci (peserta) dalam menangani masalah tersebut.
                            c.      Hasil pengumpulan data primer dan sekunder akan diseleksi kembali untuk ditetapkan sebagai indikator pengukuran layanan sanitasi di suatu wilayah. Indikator yang telah ditetapkan akan dikelompokkan ke dalam beberapa sub variabel dan disederhanakan menjadi 5 variabel inti. Setiap indikator pengukuran yang telah dikelompokkan sesuai dengan variabelnya, akan dibuat parameter pengukuran kedalam 4 tingkatan yang telah digunakan dalam menilai sanitasi sector fisik, yaitu: Sangat Baik (Highly Improved Service), Baik (Improved Service), Cukup (Basic Service) dan Buruk (No or Unacceptable Service). Interpretasi dari parameter tersebut akan menggunakan standar atau taget yang di modifikasi namun berlaku secara nasiona seperti yang digunakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan, Kementerian PU, Kementerian Lingkungan Hidup maupun secara international seperti standar MDG’s.
                           d.      Hasil dari pengukuran sanitasi aspek non fisik akan di komparasi dengan aspek fisik untuk mengetahui interaksi dari dua aspek ini dalam menjamin keberlanjutan layanan sanitasi di suatu wilayah.
                            e.      Instumen pengukuran yang telah dihasilkan bersifat perkiraan (judgment), berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari para peneliti dan ahli, untuk menyempurnakan instrument ini

C.      Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang  digunakan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua cara, yaitu:
1.      Pengumpulan Data Sekunder,
            Penggunaan data sekunder dilakukan dengan melakukan studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan dan mempelajari dokumen pada sector-sektor kunci yang berkaitan dengan aspek sanitasi berkelanjutan, seperti: BPS, BAPPEDA, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, BLH, PDAM, IPAL, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dokumen dari instansi-instansi tersebut seperti: Kabupaten/Kota dalam Angka, Buku Putih Sanitasi, SLHD, SSK, RDTR, MPS, Dokumen PDAM, EHRA dan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Tahap ini dilaksanakan sebagai pengembangan awal metode rapid assessment melalui identifikasi indikator  pengukuran layanan sanitasi
2.      Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan melaui survey institusional dan diskusi kelompok terfokus dengan cara menggunakan sebuah forum diskusi, bersama instansi-intansi dengan memberikan paparan mengenai kajian awal dari pengembangan metode pengukuran cepat Sanitasi Berkelanjutan.

D.     Metode Analisis Data
Analisa dan pengolahan data yang dibutuhkan, akan dikelompokkan sesuai identifikasi permasalahannya, yaitu hasil penentuan indikator, sub variabel, variabel, parameter pengukuran dan interpretasi parameter, sehingga diperoleh penganalisaan yang efektif dan terarah. Dalam menganisa, tim peneliti akan menerangkan dan memberikan deskripsi kondisi layanan sanitasi pada masing-masing indikator.
Tahap pembahasan, tim peneliti menggunakan metode Delphi, sehingga hasil akhir pembahasan merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan analisa peneliti yaitu melalui branch marking dan komparasi dari instrument-instrument pengukuran sanitasi aspek fisik yang telah dikembangkan oleh beberapa pihak sebelumnya, serta expert opinion. Metode Delphi digunakan oleh tim peneliti karena tehnik ini menggunakan suatu prosedur yang sistematik untuk mendapatkan konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok ahli dan tim peneliti. Kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah dapat menggambarkan keadaan di masa datang dengan lebih akurat dan professional, sehingga penelitian ini diharapkan dapat mendekati actual dan berkelanjutan.  Penentuan dalam memilih kelompok ahli untuk memberikan expert opinion tentang penggunaan indikator, sub variabel, variabel dan parameter pengukuran didasarkan pada kemammpuan intelektual di bidang layanan sanitasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur layanan sanitasi yang ditemukenali di tiga lokasi studi (Malang, Solo dan Banjarmasin) melalui pengkajian data sekunder dan primer.
Pengkajian data sekunder yang dimaksud adalah Kabupaten/Kota dalam Angka, Buku Putih Sanitasi, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD), Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), Rencana Deteil Tata Ruang (RDTR), Momerandum Program Sanitasi (MPS), Dokumen PDAM, Environment Health Risk Assessment (EHRA) dan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengkajian data primer dilakukan melalui wawancara institusional ke instansi Badan Pusat Statistika (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah (PDPAL), dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain survey institusional penelitian ini juga dilakukan diskusi kelompok terfokus pada kelompok kerja sanitasi atau air minum dan penyehatan lingkungan.
Dari hasil tersebut ditemukan indikator yang ditemukenali baik dari penggalian data primer dan sekunder sebagai berikut:
No
INDIKATOR
PRIMER
SEKUNDER
SUB KATEGORI
1
10 Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Puskesmas

Penyakit Berbasis Sanitasi
2
Data Kepadatan Penduduk
Daya Dukung & Daya Tampung
3
Prosentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan Sehat  

Public hygiene
4
Prosentase Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
Sarana Sanitasi
5
Prosentase Rumah Sehat
Personal hygiene
6
Prosentase Rumah Tangga Ber PHBS

Personal Hygiene
7
Prosentase KLB Penyakit Berbasis Lingkungan (Limbah)

Penyakit Berbasis Sanitasi
8
Prevalensi Penyakit Diare
Penyakit Berbasis Sanitasi
9
Kasus Diare Yang Ditangani

Penyakit Berbasis Sanitasi
10
Prosentase Keluarga Menurut Jenis Sarana Air Bersih dan Sumber Air Minum
Daya Dukung Lingkungan
11
Kepemilikan Rumah Tangga Terhadap Tempat BAB
Personal Hygiene
12
Jenis Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat Gangguan Lingkungan

Penyakit berbasis Sanitasi
13
Pengelolaan Limbah BBB

Daya Tampung
14
Pencemaran Tanah

Daya Tampung
15
Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat  
Pemberdayaan Masyarakat
16
Tujuan, Sasaran, dan Tahapan  Strategi Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Rumah Tangga

Pemberdayaan Masyarakat
17
Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan Air Bersih dan Minum
Pemberdayaan Masyarakat
18
Praktek Pembuangan Kotoran Anak Balita Di Rumah Responden Yang Rumahnya Ada Balita

Personal Hygiene
19
Jumlah KK Yang Memiliki Saluran Pengelolaan Air Limbah

Sarana Sanitasi
20
Kejadian Banjir
Daya Tampung
21
Program Pengembangan dan Penyehatan Lingkungan Sehat (Pembiayaan APBD)

Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
22
Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup

Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
23
Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Untuk Operasional/Pemeliharaan dan Investasi Sanitasi
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
24
Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Untuk Kebutuhan Operasional / Pemeliharaan Aset Sanitasi Terbangun
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
25
Perkiraan Kemampuan APBD Dalam Mendanai Program/Kegiatan SSK*

Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
26
Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk Menganggarkan Biaya OM Di Dalam DPA APBD
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
27
Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk Memberikan Subsidi Untuk OM
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
28
Kesediaan dan Kapasitas Rumah Tangga dan Masyarakat untuk Membayar Layanan Sanitasi

Kondisi Ekonomi
29
Jumlah dan Kepadatan Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
Daya Dukung & Daya Tampung
30
Pengelolaan Sarana Jamban Keluarga Dan MCK Oleh Masyarakat
Perilaku Sanitasi Masyarakat
31
Kualitas Tangki Septik yang Dimiliki: Suspek Aman dan Tidak Aman
Kualitas Prasarana Sanitasi
32
Media Komunikasi yang Ada

Komunikasi di dalam Lembaga
33
Produksi Air Bersih PDAM
Kualitas & Kuantitas Prasarana Sanitasi
34
Produksi, Distribusi, Penjualan dan Tingkat Kehilangan Air
Manajemen Kebutuhan Air
35
Kegiatan Komunikasi yang ada

Komunikasi di dalam Lembaga
36
Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik – Sistem Onsite
Daya Dukung & Daya Tampung
37
Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik – Sistem Offsite
Daya Dukung & Daya Tampung
38
Saluran Akhir Pembuangan Tinja
Sarana Sanitasi
39
Jumlah Kebutuhan Air Bersih Untuk Domestik
Kebutuhan Air
40
IPAL Terpadu
Sarana Sanitasi
41
Legalitas Izin Mendirikan Bangunan

Norma dan Aturan yang Berlaku Terkait Sanitasi
42
Prosentase Keluarga Miskin

Kondisi Sosial dan Kesejahteraan
43
Drainase Lingkungan Sekitar Rumah
Prasarana Sanitasi

Indikator yang telah ditemukenali, kemudian diidentifikasi ke dalam sub variabel, dan ditemukan sejumlah 18. Sub variabel yang ditemukan, kemudian dikelompokkan kembali untuk menjadi variabel.

NO
SUB VARIABEL
VARIABEL
1
Penyakit Berbasis Sanitasi
Kesehatan
2
Daya Dukung & Daya Tampung
Sumber Daya Lingkungan dan Alam
3
Public hygiene
Kesehatan
4
Sarana Sanitasi
Teknologi dan Operasi
5
Personal Hygiene
Kesehatan
6
Daya Dukung Lingkungan
Sumber Daya Lingkungan dan Alam
7
Daya Tampung
Sumber Daya Lingkungan dan Alam
8
Pemberdayaan Masyarakat
Sosial Budaya dan Kelembagaan
9
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
Finansial dan Ekonomi
10
Kondisi Ekonomi
Finansial dan Ekonomi
11
Kualitas Prasarana Sanitasi
Teknologi dan Operasi
12
Komunikasi di dalam Lembaga
Sosial Budaya dan Kelembagaan
13
Kualitas & Kuantitas Prasarana Sanitasi
Teknologi dan Operasi
14
Manajemen Kebutuhan Air
Teknologi dan Operasi
15
Kebutuhan Air
Sumber Daya Lingkungan dan Alam
16
Norma dan Aturan yang Berlaku Terkait Sanitasi
Sosial Budaya dan Kelembagaan
17
Kondisi Sosial dan Kesejahteraan
Sosial Budaya dan Kelembagaan
18
Prasarana Sanitasi
Teknologi dan Operasi

Sub variabel hasil pengelompokan indikator, kemudian dikelompokkan kembali menjadi variabel. Variabel merupakan penggabungan dari 2-5 sub variabel. Dari hasil pengelompokan ditemukan 5 variabel yang menentukan kualitas layanan sanitasi suatu wilayah.
No

Indikator
Parameter
1.
Aspek Kesehatan
1.    10 Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Puskesmas
Penyakit berbasis sanitasi:
·     Disebabkan oleh virus: ISPA, TBC, Diare, Polio, Campak, Cacingan
·     Disebabkan oleh binatang: leptospirosis, pes
·     Disebabkan oleh vektor nyamuk: DBD, Malaria, Cikungunya.
2.    Prosentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan Sehat  
Tempat Umum yang dimaksud adalah  suatu sarana yang dikunjungi banyak orang dan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit seperti hotel, terminal pasar dan Tempat Pengelolaan Makanan Sehat meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau catering, industri makanan, kantin, warung, makanan jajanan dan lain sebagainya.
3.    Prosentase Rumah Sehat
Rumah sehat yang dimaksud adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik, kepadatan  hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah tidak terbuat dari tanah.
4.    Prosentase Rumah Tangga ber PHBS

Rumah Tangga berPHBS yang dimaksud adalah    rumah tangga yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu : persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI ekslusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air brsih dan sabun, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktifitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah.
5.    Prosentase KLB Penyakit Berbasis Lingkungan (Limbah)

Penyakit berbasis sanitasi masuk dalam kategori dengan status KLB, yaitu:
·    Mengalami kenaikan jumlah kasus 3 kali 3 minggu berturut
·    Mengalami kenaikan 2 kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama satu tahun sebelumnya
·    Mengalami kenaikan 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
·    Mengalami kenaikan Case Fatality Rate ≥50% dibandingkan periode waktu sebelumnya
·    Mengalami kenaikan kunjungan penyakit berbasis sanitasi 2 kali lipat dibandingkan periode waktu sebelumnya
·    Untuk penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF, terdapat minimal 1 kasus, dimana di 4 minggu sebelumnya tidak daerah tersebut telah dinyatakan bebas
·    Terdapat 1 kasus baru penyakit berbasis sanitasi lingkungan yang sebelumnya tidak pernah ada/tidak di kenal
6.    Kepemilikan Rumah Tangga Terhadap Tempat BAB

Kepemilikkan BAB yang dimaksud dibagi menjadi 4 kriteria, yaitu:
·     Improved, apabila penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya tangki septik atau SPAL.
·     Shared, apabila penggunaan sarana pembuangan kotorannya telah memenuhi syarat namun masih menggunakan fasilitas sanitasi bersama minimal 2 rumah tangga atau lebih
·     Unimproved, apabila Fasilitas jamban  masih memungkinkan kontak antara manusia dengan kotoran. Fasilitas tersebut tanpa slab atau platform atau cemplung
·     Open defecation, apabila Buang air besar di ladang, hutan, semak-semak, badan air atau ruang terbuka lainnya, atau pembuangan kotoran manusia dengan limbah padat
7.    Prevalensi penyakit diare
Diare yang dimaksud adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar, lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Penyakit ini ditandai dengan tinja atau feses berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga kali dalam 24 jam
8.    Praktek Pembuangan Kotoran Anak Balita Di Rumah Responden Yang Rumahnya Ada Balita
Praktek pembuangan kotoran anak balita di rumah responden yang di rumahnya ada balita, memenuhi criteria aman sebagai berikut:
·      Anak Balita yang diantar untuk BAB di jamban
·      Anak Balita yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pamskalas, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung dibersihkan di WC
·      Praktik pembuangan yang relatif aman
·      Anak Balita BAB tidak di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah)
·      Anak Balita yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pamskalas, popok yang dapat dicuci, gurita, ataupun celana), tidak membuang kotoran di ruang terbuka/ tidak di jamban.
2.
Aspek Sumber Daya Lingkungan Dan Alam
1.      Data Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk yang dimaksud adalah jumlah penduduk yang mendiami suatu wilayah atau daerah tertentu dengan satuan per kilometer persegi. Berdasarkan kepadatan penduduknya, tiap-tiap daerah dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
·      Kelebihan Penduduk (over population) Kelebihan penduduk adalah keadaan daerah tertentu selama waktu yang terbatas, dimana bahan-bahan keperluan hidup tidak mencukupi kebutuhan daerah tersebut secara layak. Daerah yang mengalami kelebihan penduduk biasanya akan mengalami kesulitan pemenuhan kebutuhan pokok penduduk (pangan, sandang dan tempat tinggal).
·      Kekurangan Penduduk (under population)
Kekurangan penduduk adalah keadaan suatu daerah tertentu, dimana keadaan jumlah penduduk sudah sedemikian kecilnya, sehingga sumber alam yang ada hanya sebagian yang mampu untuk dimanfaatkan.
·      Penduduk Optimum (optimum population)
Penduduk optimum adalah jumlah penduduk yang sebaik-baiknya berdasarkan daerah tertentu. Penduduk dapat berproduksi maksimum perkapita berdasarkan sumber alam yang tersedia dan teknologi yang berkembang.
2.      Prosentase Keluarga Menurut Jenis Sarana Air Bersih dan Sumber Air Minum
·      Air bersih yang dimaksud adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak, besumber dari: 1) Air hujan, air angkasa, dalam wujud lainnya dapat berupa salju; 2) Air permukaan, air yang berada di permukaan bumi dapat berupa air sungai, air danau, air laut;  3) Air tanah yang biasanya bernetuk sumur gali
·      Air minum yang dimaksud adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia dan mikrobiologis) dan dapat langsung diminum.
3.      Pengelola Limbah BBB
Limbah B3 yang diamksud adalah suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lain.
4.      Pencemaran Tanah

a)     TDS
Total Dissolved Solid atau TDS yang dimaksud merupakan bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Materi ini merupakan 
b)     Kekeruhan
Kekeruhan yang diamaksud menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain
c)      PH
pH yang dimaksud merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Perubahan pH air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna.
d)     Nitrat
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan
e)     Flourida
Flourida yang dimaksud adalah  fluorspar (CaF2), cryolite (Na3AlF6), dan fluorapatite. Keberadaan fluorida juga dapat berasal dari pembakaran batu bara. Fluorida banyak digunakan dalam industri besi baja, gelas, pelapisan logam, aluminium, dan pestisida
f)       Kedasahan
Kesadahan air yang dimaksud berkaitan erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air, semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi. Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap. Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan atau penurunan kesadahan yang disebabkan oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat menyebabkan pewarnaan pada bahan yang dicuci. Pada perairan sadah (hard), kandungan kalsium, magnesium, karbonat, dan sulfat biasanya tinggi
a)     Daya Dukung Air Tanah

b)     Akses penggunaan Air Bersih

c)      Kedalaman Muka Air Tanah

5.      Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik – Sistem Onsite

6.      Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik – Sistem Offsite

7.      Jumlah Kebutuhan Air Bersih Untuk Domestik
Prosentase akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/ hari
·     air leding meteran,
·     sumur pompa/bor dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar,
·     sumur terlindungi dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar,
·     mata air terlindungi dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar, dan
·     air hujan
(kota dalam angka)
8.      Kejadian Banjir
Adanya genangan air (SSK-BPS)
3.
Aspek Teknologi dan Operasi
1.      Prosentase Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
Prosentase jamban rumah tangga kumulatif  (profil kesehatan)
2.      Jumlah Kk Yang Memiliki Saluran Pengelolaan Air Limbah
Prosentase SPAL rumah tangga kumulatif (profil kesehatan)
3.      Drainase Lingkungan Sekitar Rumah
Genangan air di drainase sekitar permukiman (EHRA)
4.      Kualitas Tangki Septik yang Dimiliki: Suspek Aman dan Tidak Aman
Prosentase tangki septik yang dikuras (BPS)
5.      Produksi Air Bersih PDAM
Kapasitas produksi efektif (m3/dt)(PDAM)
6.      Saluran Akhir Pembuangan Tinja
saluran akhir pembungan tinja tergolong aman (septic tank)
7.      Produksi, Distribusi, Penjualan dan Tingkat Kehilangan Air
tingkat kebocoran (%)
8.      IPAL Terpadu
Jumlah unit layanan IPAL terpadu
4.
Aspek finansial dan ekonomi
1.      Program Pengembangan dan Penyehatan Lingkungan Sehat (Pembiayaan APBD)
Jumlah program
2.      Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup
Rupiah pengelolaan program
3.      Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Untuk Operasional/Pemeliharaan dan Investasi Sanitasi
Rupiah biaya operasi dan pemeliharaan investasi sanitasi di tahun sebelumnya
4.      Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Untuk Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Aset Sanitasi Terbangun
Rupiah biaya operasi dan pemeliharaan sanitasi terbangun
5.      Perkiraan Kemampuan APBD Dalam Mendanai Program/Kegiatan SSK*
1.       Perencanaan Teknis Renovasi pembangunan IPLT
2.       Renovasi pembangunan IPLT
3.       Pendampingan dalam rangka pembangunan IPLT
4.       Pelatihan teknis operator IPLT
5.       Operasi dan Pemeliharaan IPLT
6.       Monitoring dan evaluasi
6.      Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk Menganggarkan Biaya Om Di Dalam DPA APBD
1.       FGD: Pembahasan sistem pengurasan lumpur tinja berkala (data, konsumen, tarif, pola, dsb)
2.       Sosialisasi Sistem Pengurasan Lumpur Tinja Berkala ke Masyarakat
3.       Program Kemitraan dengan Swasta untuk Penyedotan Lumpur Tinja Berkala
4.       Penerapan Sistem secara berkala (skala proritas kecamatan)
5.       Perbaikan Infrastruktur pendukung, seperti IPLT dan truk sedot tinja.
7.      Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk Memberikan Subsidi Untuk Om

8.      Kesediaan dan Kapasitas Rumah Tangga dan Masyarakat untuk Membayar Layanan Sanitasi

5.
Aspek sosial-budaya dan kelembagaan
1.      Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat  
Jumlah Program Pemberdayaan Masyarakat (Pengembangan Media Promosi Kesehatan & Teknologi KIE, Pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat dan Generasi Muda, Peningkatan Pendidikan Kesehatan Kepada Masyarakat) 
2.      Tujuan, Sasaran, dan Tahapan  Strategi Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Rumah Tangga
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat terdiri dari 5 pilar:
1.       Stop buang air besar sembarangan
2.       Cuci tangan pakai sabun;
3.       Pengelolaan air minum/makanan rumah tangga;
4.       Pengelolaan sampah rumah tangga;
5.       Pengelolaan limbah cair rumah tangga
3.      Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan Air Bersih dan Minum
Tingkat Terlayani PDAM:
Pelayanan air baku melalui jaringan PDAM
4.      Pengelolaan Sarana Jamban Keluarga Dan MCK Oleh Masyarakat
Tingkat Terlayani Sarana Jamban Keluarga dan MCK oleh Masyarakat
5.      Media Komunikasi yang Ada
Media Komunikasi untuk sosialisasi, pelatihan, bimbingan, pendampingan / konsultasi teknis terkait sanitasi
6.      Kegiatan Komunikasi yang ada
Kegiatan Komunikasi terkait sanitasi dalam suatu wilayah
7.      Legalitas Izin Mendirikan Bangunan

8.      Prosentase Keluarga Miskin
Jumlah Keluarga Miskin dalam persen di suatu wilayah

Lima variabel yang sudah ditemukenali, dan dirumuskan definisi sebagai sebuah parameter, perlu dilihat tingkat layanannya dengan mengacu ke tingkat layanan pada aspek teknis.
Parameter
Aspek
Kualitas
layanan
sanitasi
Aspek
Parameter
Improved
Fisik
Non fisik
Sangat baik
Basic
Baik
Limited
Cukup
No service
Buruk

Masing –masing tingkatan parameter pada aspek non fisik, kemudian didefinisikan pada indikator yang telah ditemukan, untuk dapat menjelaskan tingkatan kualitas layanan sanitasi yang diukur.
KESIMPULAN

Proses pelaksanaan penelitian dengan menggunakan studi kasus di 3 lokasi, dengan metode grounded theory, menghasilkan variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskan tingkat kualitas layanan sanitasi. Proses penelusuran indikator dengan membuat daftar (open coding) dilakukan dengan membandingkan data primer dan sekunder. Data tersebut adalah penjelasan indikator fenomena yang diobservasi terhadap pengukuran layanan sanitasi. Pengelompokan indikator (coding) akhirnya menghasilkan jumlah 40 buah. 40 indikator tersebut dikategorisasi ke dalam 18 sub variabel dan kemudian dikelompokkan kembali ke dalam 5 variabel pengukuran kualitas layanan sanitasi. 5 variabel didefinisikan paramaternya dengan mengacu pada dokumen sekunder resmi yang digunakan untuk menemukenali indikator. Parameter tingkatan untuk aspek non fisik dirumuskan mengacu pada parameter fisik.

SARAN
Proses penelitian dapat dilanjutkan dengan melakukan validasi terhadap 5 variabel dan 40 indikator yang telah ditemukenali. Selain itu perlu dilakukan pencarian bobot tiap variabel untuk menentukan besarnya pengaruh masing – masing variabel terhadap tingkatan layanan sanitasi dari aspek non fisik. Pengukuran yang menghasilkan tingkat layanan perlu untuk dintrepetasi hasilnya, dengan melihat penjelasan indikator terhadap layanan sanitasi wilayah. Hasil pengukuran juga menjadi dasar dalam melakukan desain program peningkatan kualitas layanan sanitasi suatu wilayah.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Lolly Martina selaku Kepala Pusat Litbang Sosekling, Bapak Achjat Dwiatno, Windy Firisqika, Rudita, Agnes Annisa, Prapti Suhesti, Istanta, Zamyuni Eddy dan teman Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman.



DAFTAR PUSTAKA

Australian Government’s Overseas Aid Program. Wells, Taps and Toilets: Safe water and sanitation for Eastern Indonesia Quality Assurance. Series No. 17 November 1999.
Badu, Afriani. Gambaran Sanitasi Dasar Pada Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pohe Kecamatan HulonthalangiKota Gorontalo Tahun 2012. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo, 2012.
Gunawan, Indra. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Master thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 2006.
Hermana, Joni. Penyusunan Master Plan dan FS Sistem Pengelolaan Air Limbah.Manajemen Asset Infrastruktur, Program Pascasarjana Teknik Sipil, 2012.
Maria Carolina J. Paba Wea. Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan Melalui Pembentukan Komunitas Berkelanjutan: Belajar Dari Keberhasilan Gerakan Hijau Dan Bersih Komunitas Banjarsari Jakarta.Universitas Diponegoro, 2009
Miles, Matthew B., and Huberman, A. Michael.Analisis Data Kualitatif. Jakarta, UI Press, 1992.
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip dasar”. Jakarta, Rineka Cipta, 2003.
Putra, Rizky Pratama, Soesilo Zauhar, Abdullah Said.Dampak Program Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Terhadap Sosial, Ekonomi, Dan Lingkungan Masyarakat. Malang,Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, 2013.
Siregar, Tety Juliany. Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan Permukiman Kumuh Di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Masters Thesis, Universitas Diponegoro, 2010.
Subdit Air Limbah, Dirjen Cipta Karya, Kementerian PU. Program dan Kebijakan dalam Penurunan Beban Pencemaran Air Limbah Domestik. Jakarta, Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, 2013.
Sudharto, P. Hadi. Dimensi Lingkungan Perencanaan Pembangunan. Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2005.
Sugiharto. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta, UI Press, 2011.
Potter A, with Amah Klutse, Mekala Snehalatha, Charles Batchelor, André Uandela, Arjen Naafs, Catarina Fonseca and Patrick Moriarty. 2011 Assessing sanitation service levels. IRC International Water and Sanitation Centre, Second Edition, July 2011
UNICEF Bagian Air,Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan. Jakarta, UNICEF, 2012.
UNICEF Bagian Air, Lingkungan dan Sanitasi. Paket Informasi Tahun Sanitasi Internasional 2008. Jakarta, UNICEF, 2008.
Vliet, Bas Van, Gert Spaargaren, Peter Oosterveer. Social Perspectives on the Sanitation Challenge. The Netherlands, Springer Science+Business Media B.V, 2010.
Water and Sanitation Program.Impact Evaluation of a Large-Scale Rural Sanitation Project in Indonesia, The World Bank, 2013.
Water and Sanitation Program. Keuntungan Ekonomi dari Intervensi Sanitasi Indonesia. The World Bank, 2011.
Water and Sanitation Program. Lessons in Urban Sanitation Development Indonesia Sanitation Sector Development Program 2006-2010, The World Bank 2011.
Water and Sanitation Program, Opsi Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik. The World Bank, 2011.
Water and Sanitation Program. The Economic Returns of Sanitation Interventions in Indonesia. The World Bank, 2011.
Water and Sanitation Program, Urban Sanitation in Indonesia: Planning for Progress. The World Bank, 2011.

Rapid Assessment Pocedures


Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...