Rabu, 26 Juli 2017

Perjalanan Memetakan Kebutuhan Air Bersih-Sanitasi di Kawasan Pariwisata Morotai

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
telah diterbitkan di Majalah Dinamika Riset, Edisi II Tahun 2017

Kabupaten Pulau Morotai baru berusia 8 tahun, setelah mekar dari sebuah kecamatan bagian dari Kabupaten Halmahera Utara. Untuk sampai ke pulau ini, perjalanan lewat jalur udara ditempuh dari Manado selama 1 jam dengan transit di Bandara Sultan Baabullah, Ternate, dan berlanjut ke Morotai selama 40 menit.

S Hatim, dari Bappeda Morotai, mengatakan air bersih di Morotai masih susah. Sumber air bersih hanya ada dua. Dari lima kecamatan, kondisi air bersih Morotai masih kurang. Dua kecamatan sebagai tujuan wisata sudah mending, tapi di Morotai Jaya, Morotai Timur, dan Morotai Utara, kekurangan air bersihnya parah. Apalagi mereka bukan daerah tujuan wisata.

Kendati masih kurang, dari 88 desa di Morotai, 70% telah terjangkau air bersih. “Sebenarnya, pusat wisata di Dodola juga terkendala air bersih. Pemerintah propinsi membuat sumur bor di satu titik di Dodola. Air dialirkan ke tiga aliran. Tapi itu kurang. Turis pun antri mandi, termasuk para bule.” Toilet dikelola UPTD.

“Kami sangat membutuhkan air bersih, terutama di lokasi wisata. Sarana prasarana umum pun sebetulnya masih minim. Jangankan untuk wisata, masyarakat umum pun urgent (mendesak). Selain pribadi, pemda membangun WC umum. Prioritas kebutuhan air bersih dan sanitasi.

Kendala air bersih dan sanitasi karena kondisi geografi. PDAM menjalankan dua titik sumber air: sumber mata air dari gunung dan sumur bor. Air dari sumur mengandung kapur dalam jumlah tinggi. Sementara, sumber mata air dari gunung ketika musim hujan menjadi keruh. Jarak dari hulu ke kota sekitar 10 kilometer.

Untuk itu, untuk air minum, warga mengandalkan air galon produksi swasta. Air ini diolah dari persediaan air sumber mata air ketika tidak musim hujan sehingga terjaga kebersihannya. Sementara, untuk mandi dan cuci, warga menggunakan air seadanya. Sewaktu Sail Morotai 2012—yang dihadiri SBY—dibangun sarana air bersih yang bisa olah air laut sehingga bisa langsung minum. Tapi sekarang tidak jalan.

Kepala Dinas Perumahan Morotai Zulkifli menyebutkan sebagian warga masih memiliki budaya sanitasi yang kurang baik. Mereka tidak memiliki WC sehingga buang air di hutan atau jauh dari warga lain.

Untuk pembangunan rumah warga, material lokal mahal. Karena gunung api tak aktif, pasir makin minim dan harus diambil dari pantai. Akibatnya terjadi abrasi, termasuk di pantai di jalur jalan nasional. Kondisi itu diatasi dengan membuat bronjong kendati bukan solusi permanen. Pemda pun tak berdaya melarang pengambilan pasir karena demi pembangunan. Biaya pembangunan rumah pun lebih mahal, dua kali harga di Ternate.

Kepala Bidang Promosi dan Pemasaran Dinas Pariwisata Morotai  Asmar menjelaskan bahwa pengembangan wisata Morotai justru terkendala oleh kebijakan pemkab. Dia menyayangkan APBD tidak mengakomodasi kebutuhan promosi wisata.

Idealnya, kata Asmar, separuh jumlah APBD untuk wisata karena jadi andalan Morotai. Jika anggaran Rp10 miliar, setidaknya Rp 5 miliar untuk wisata. Tapi hal ini tidak terealisasi karena pengajuan anggaran ditolak. Dicoret atau istilah Asmar disate-sate. 

Untuk tahun 2017 ini, anggaran yang disetujui sebesar Rp 120 juta hanya untuk program bimbingan teknis, terutama untuk pemandu wisata. Padahal, pada 2016 dinas merencanakan adanya pusat informasi wisata yang hingga kini belum ada. “Kami tidak bisa promosi,” kata Asmar yang membawahi 17 staf termasuk para guide belum tersertifikat.

Menurut dia, potensi wisata Morotai amat besar, terutama wisata bahari, sejarah, bahkan kuliner, hingga produk kerajinan hasil didikan UPTD Dodola pada warga. “Hal paling penting menyangkut aminity seperti air bersih dan telekomuniasi, juga akses ke spot-spot wisata.”

Namun sarana air bersih belum mendukung. Air PDAM sering macet atau mengalir dalam jumlah kecil. Bahkan pernah keluar air bercampur lumpur. Sumber Air PDAM berjarak 12-15 kilometer dari permukiman. selain PDAM, warga mengandalkan sumur dan air sungai.

Untuk sarana air bersih di daerah kota, seperti Daruba, sudah baik. Selama acara festival pun, sarana air baik dan tanpa keluhan. Namun, di luar jika ada acara dan permukiman desa, air masih jadi kendala. “Sering ngadat. Masyarakat sampai cuek.”

Salah satu lokasi wisata di Morotai berpusat di Kecamatan Morotai Selatan yang terdiri dari 25 desa. Sekretaris Kecamatan Morotai Selatan Nurhayati Taher menegaskan bahwa kebutuhan air bersih masih jadi kendala di wilayahnya. Karena itu, warga lebih mengandalkan air kemasan galon untuk minum. “Air berwarna coklat waktu hujan. Air dari PDAM untuk minum juga mengandung kapur. Makanya kami saring dulu pakai kain, didiamkan, baru dituang,” tutur dia.

Meski sudah ada PDAM, sejumlah desa di Morotai Selatan mengalami kekurangan air yakni di Desa Pilo, Pandanga, dan Juwanga. Warga juga masih mengandalkan air minum dari sungai, selain untuk irigasi sawahnya. Kondisi ini terjadi di Desa Aha yang dihuni sekitar 100 keluarga pendatang dari Sulawesi dan tinggal di rumah-rumah panggung.

Untuk sanitasi, masih ditemukan perilaku warga yang kurang tepat. Di daerah rawa-rawa di Daruba, warga masih buang air besar secara sembarangan. Mereka membuat WC gantung berupa bilik kayu, ukuran setengah kali setengah meter dan berjarak hanya 3 meter dari rumah.  “Soal itu, kami belum melakukan penyuluhan karena masih sibuk terkendala pilkada belakangan ini.”

Patung jenderal Amerika Serikat (Mc. Arthur) yang menyerang pasukan Jepang pada perang dunia II, berdiri di Pulau Zum-zum, salah satu pulau tujuan wisata di Kabupaten Morotai.
Pulau ini tak berpenghuni. Terdapat dermaga kecil, tempat perahu dan kapal bersandar, dengan ornamen roket  atau peluru kendali. Air di sekitar pulau tampak jernih, memperlihatkan sejumlah ikan di perairan itu. Pulau itu dihiasi pasir putih lembut.


Selain patung, terdapat tugu dan besi-besi sisa landasan pesawat dan helikopter.  Pepohonan dan angin meneduhkan suasana di pulau, kendati cuaca panas terik. Sayangnya, sampah botol minuman masih teronggok. Tak ada tempat sampah di pulau itu.

Setelah dari Zum-zum, tujuan berikut Pulau Koloray, sekitar 5-10 menit dari Zum-zum. Pulau ini padat penduduk, sekitar 120 kepala keluarga atau sekira 400 orang. Sejumlah perahu warga terlihat di sana. Koloray menjadi desa wisata. Perumahan warga telah tertata rapi dan lumayan bersih.

Dari dermaga, telah terlihat petunjuk arah, toko oleh-oleh (salah satu produknya halua, jajanan dari kacang), hingga papan sapta pesona dan papan ornamen berisi kutipan ungkapan bijak penduduk setempat. Sebagian rumah juga telah menjadi homestay sejak ajang Sail Morotai 2012.

Kehidupan di Koloray ditopang oleh nelayan. Sayid Amaya, 42 tahun, bercerita hasil utama ikan cakalang.  Sebagian ikan dibuat sebagai ikan garam atau ikan asin. Sembako dipasok dari Morotai. Sayuran ditanam di pulau lain. Ada SD inpres dan SMP Muhammadiyah di pulau ini.

Untuk air, warga membuat sumur timba. Air mengandung kapur. Awal tahun ini BTN membantu bak penampungan dan pompa air bertenaga surya. Hampir semua rumah sudah terhubung dengan pipa air dari bak tampung, kendati di rumah-rumah jauh dari bak, air masih sering mati.  “Air sumur tidak pernah kering,” ujar Sayid.

Untuk sanitasi, ada 11 WC umum. “Susahnya paling kalau ada ombak besar dan angin kencang, tidak bisa pergi sampai pergi,” ujar Aisun Saba, 47 tahun.
Sayangnya, sejumlah warga kerap terserang penyakit ginjal dan infeski saluran pernafasan akut. Terakhir, tiga orang terkena sakit ginjal karena tingginya kandungan kapur air sumur di sana. Warga berobak ke satu-satunya pos kesehatan desa. 

Adapun sakit ISPA karena cuaca panas dan banyak debu. Perilaku hidup sehat warga juga masih susah, seperti buang air besar di laut. “Untuk pasien, 2-3 orang datang per hari,” ujar perawat Widati, 30 tahun, asal Madura dan tinggal di Koloray selama 7 tahun. Untungnya, sekira 60% warga punya kartu layanan kesehatan gratis.
Setelah dari Koloray, tujuan selanjutnya adalah Pulau Dodola. Inilah tujuan wisata bahari utama di Morotai. Dodola juga jadi pusat Sail Morotai 2012. Alhasil, pulau ini memiliki sejumlah penginapan berbentuk rumah panggung, jetski, banana boat, dan kano. Di pulau ini terdapat fasilitas air bersih berupa kamar mandi dan toilet, serta tempat untuk bilas bagi wisatawan.

Beberapa catatan hasil diskusi dengan instansi yang dikunjungi, terkait dengan penyediaan air bersih dan sanitasi, antara lain: Penyakit yang banyak terjadi adalah penyakit ginjal, gizi buruk, dan malaria karena kualitas air dan sanitasi yang buruk. Di desa Totodoku selalu terjadi KLB Diarhe karena krisi air, dan juga Desa Juanga yang memiliki krisis air dan hanya mengandalkan air hujan. Sebenarnya sudah ada aliran PDAM namun kurang lancar.

Air di Morotai mengandung kapur dan e-coli yang sangat tinggi, Dari lima kecamatan, kondisi air bersih masih kurang. Kecamaran Morotai Selatan dan Kecamatan Morotai Selatan Barat sebagai tujuan wisata sudah lumayan walau belum semua terpenuhi, tapi di Morotai Jaya, Morotai Timur, dan Morotai Utara, masih sangat kekurangan air bersih

PDAM hanya melayani 35% penduduk di Kabupaten Pulau Morotai, yaitu melayani 2281 pelanggan di 11 desa terlayanai di Kecamatan Morotai Selatan, dan untuk Kecamatan Morotai utara dan Morotai Selatan Barat dulu sudah ada namun dalam proses perbaikan.

PDAM memiliki sumber air baku dari air terjun SP2 Nakamura dan sumur bor. Sumber air baku pada air terjun SP2 Nakamura memiliki debit 30 lt/detik dan keruh pada musim penghujan. Sumber air pada sumur bor (3 titik) memang berkapur hingga saat ini masih terkendala teknologi.

Peran PDAM untuk pengembangan pariwisata, bergantung dari permintaan pemda, yang kemudian PDAM merencanakan dan membangun, kemudian pengelolaan kembali ke Pemda.

Air bersih dikawasan wisata Pulau Dodola sudah ada IPA, namun kualitas dan kuantitasnya belum memenuhi saat musim wisatawan (bau, berasa, keruh, dan debit air kecil), jadi saat wisatawan banyak datang, banyak mengantri untuk air.

Untuk air minum, masyarakat banyak menggunakan air depot, namun sebagian belum teruji kualitasnya. Terdapat 15 depot air minum, 13 depot memenuhi syarat fisik, namun belum teruji  untuk kandungannya. Krisis air bersih di Kecamatan Morotai Selatan berada di desa Piloho, Pandanga, dan Juanga.

Terkait sanitasi, sudah dibentuk Pokja Sanitasi di SKPD Kabupaten Pulau Morotai.
Tingkat BABs mencapai 57%, yang langsung ke laut, masih terkendala dengan kurangnya kesadaran dan kebiasaan masyarakat. Sebagian masyarakat di Daruba (pusat kabupaten Pulau Morotai) juga hanya menggunakan WC gantung di rawa-rawa, atau langsung kelaut.

Belum semua masyarakat memiliki WC. Fasilitas WC Umum ada di Kecamatan Morotai Selatan sebanyak 5 buah, dan di Dodola ada 3 Buah (bantuan APBN).

Saluran pembuangan septictank masyarakat sudah ada namun langsung dibuang mengendap ke bawah dan pengelolaannya belum layak.

Sampah merupakan salah satu permasalahan pada pengelolaan pariwisata di Morotai. Pola kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan masih belum dapat dirubah. Fasilitas yang ada tidak digunakan bahkan dirusak.



Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...