* tulisan telah diterbitkan di majalah bulanan Air Minum, maret 2016
Yudha Heston1 & Nur Alvira2
Kehilangan air atau biasa diistilahkan
sebagai Air Tidak Berekening atau Non
Revenueable Water (NRW), merupakan faktor dominan ketidakefisienan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Ketidakefisienan ini dapat berpengaruh
secara finansial bagi PDAM, karena ada potensi pemasukan atau keuntungan
penjualan air yang hilang.
NRW perlu diminimalisir, dan upaya
meminimalisir ini memerlukan biaya, biaya yang dikeluarkan perlu diperhitungkan
sampai pada tingkat NRW optimal dengan biaya ekonomis. Biaya ekonomis yang
dimaksud adalah kondisi optimal modal pengolahan air yang dapat dipulih
biayakan, dalam istilah asing disebut full
cost recovery. Jika digambarkan ke dalam bagan grafik, maka akan terlihat
kurva penjumlahan biaya air yang hilang dengan biaya pengelolaan NRW.
Penelitian telah dilakukan oleh Balai Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan Bidang Permukiman,
Puslitbang Kebijakan dan
Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, di tahun
2015, terkait NRW distribusi di 64 PDAM dengan menggunakan hasil audit BPKP
dari BPPSPAM. Catatan kritis yang muncul dari penelitian tersebut antara lain, PDAM masih memiliki nilai NRW
rata-rata yang cukup tinggi
sebesar 32,22%, dan hanya
7,8% yang memiliki NRW sesuai
target nasional sebesar 22% (Permen PU 18/2007). Kondisi ini dapat
diperbaiki, karena negara berkembang yang kondisi pertumbuhan domestik brutonya
hampir sama dengan Indonesia, yaitu Filipina saja dapat memiliki NRW sebesar 16%.
Hasil analisis korelasi dapat membuktikan bahwa semakin tinggi NRW
maka akan didapati adanya pendapatan PDAM yang semakin rendah dari hasil
penjualan air. Kondisi ini, berdasarkan hasil penelitian, belum dapat
menggerakkan PDAM untuk mengalokasikan anggaran penanganan NRW, karena PDAM
dengan NRW yang semakin tinggi justru memiliki pengeluaran operasional dan non
operasional yang semakin kecil, sehingga dapat dinyatakan bahwa anggaran untuk
mengatasi NRW belum menjadi prioritas bagi sebagian besar PDAM.
Kejadian NRW
Berdasarkan hasil penelitian, NRW
terjadi dengan 9 (sembilan) kemungkinan kejadian. Kejadian NRW mulai dari yang
paling sering terjadi adalah kehilangan air pada penampungan, yang disebabkan
karena ada proses untuk kebutuhan pembersihan/flushing pipa dan pembungan angin (sprey), pembersihan sedimen, overflow
pada saat di luar jam pemakaian, dan pencucian instalasi distribusi (73%).
Kejadian kedua tersering adalah konsumsi air tidak berekening, karena tidak
adanya pengawasan secara langsung dan rutin di masyarakat (71%).Berikutnya
adalah kebocoran dan kerusakanan pada pipa pelanggan, hal ini disebabkan karena
umur pipa yang sudah terlalu tua sehingga tekanan tinggi dapat mengurangi
akurasi dan pipa menjadi mudah pecah (69%). Selanjutnya adalah kerusakan pada
meter pelanggan disebabkan karena rendahnya upaya PDAM dalam melakukan
kalibrasi (61%).Dan kejadian kelima adalah ketidakakuratan pembacaan pada meter
pelanggan atau kesalahan memasukkan data karena proses pembacaan
masih dilakukan secara manual dan beberapa water meter pelanggan yang telah
rusak (56%).
Penyebab NRW
Penyebab NRW paling dominan yang dapat dijelaskan secara statistik
sebesar 79% (selain 21% variabel yang belum tergali), terjadi karena rendahnya
kalibrasi meteran pelanggan (77%), penyebab berikutnya terkait dengan aspek
operasional/teknis (73%), dua penyebab selanjutnya yang memiliki
nilai sama (72%) adalah terkait pengelolaan keuangan dan seluruh pegawai yang
belum mendapatkan pelatihan khusus NRW. Alasan lain yang menyebabkan NRW
terkait dengan rasio diklat pegawai yang belum proporsional, perbaikan yang
dilakukan hanya pada saat terjadi kebocoran, pendapatan yang masih di bawah
anggaran. Hal lain yang menjadi penyebab NRW terkait keberadaan komitmen
pemimpin. Aspek non teknis terkait NRW adalah penilaian terhadap kinerja karyawan yang belum dipedomani. Aspek pemeliharaan
infrastruktur yang masih belum rutin serta terkait penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
NRW Full Cost Recovery
Catatan kritis berikutnya adalah
perlunya untuk menghitung NRW Full Cost
Recovery, sehingga ditemukan titik target awal penurunan NRW, sehingga walaupun
masih terdapat NRW, namun PDAM tertentu tidak mengalami kerugian akibat NRW.
Rumus perhitungan finansial untuk NRW Full
Cost Recovery adalah sebagai berikut (rumus 1).
NRW existing
adalah NRW hasil perhitungan BPKP di tahun 2013. Total beban adalah total
biaya yang dikeluarkan PDAM dalam setahun dalam pengelolaan air minum,
sedangkan harga air adalah harga air rata-rata PDAM. Berdasarkan perhitungan
hanya terdapat 3% PDAM yang memiliki NRW exsisting
di bawah NRW FCR. Prosentase terbesar adalah PDAM dengan kondisi NRW existing 20-30% yang perlu menurunkan
NRWnya sampai kurang dari 20%.
Upaya PDAM untuk mencapai NRW FCR dapat memberikan dampak positif karena NRW yang
dialami, tidak mempengaruhi
kondisi keuangan perusahaan
dari penjualan air dan tidak meningkatkan beban pengeluaran operasional maupun
non operasional.
Rekomendasi
Strategi
Efisiensi Layanan PDAM dengan menurukan NRW dan pendekatan NRW Full Cost Recovery, dapat dicapai dengan beberapa strategi
berikut, pertama dengan melakukan audit jaringan yang disinkronkan dengan rekening wilayah. minimal dua tahun sekali dan optimasi
fungsi district meter area agar sistem perencanaan jaringan
pipa PDAM menjadi
lebih baik, serta dokumentasi as build
drawing menjadi
lebih lengkap. Standarisasi
dan simplifikasi varian pipa pada saat pengadaan dapat juga menjadi
pertimbangan PDAM. Kalibrasi, penggantian berkala, isu
investasi, kebijakan insentif dan punishment
terkait pengelolaan meter pelanggan.
PDAM dalam upaya menurunkan NRW juga perlu
menyiapkan modernisasi sistem komersial yang di dalamnya termasuk, billing management, asset management,
realibility management, service management dengan proses bisnis yang
diotomasi untuk menjamin lebih cepat, lebih murah, lebih baik, lebih aman,
transparan dan akuntabel. Perencanaan dan pengendalian berbasis wilayah atau
spasial GIS (geographic information
system), enterprise resource planning
dan enterpise risk management. Langkah
lain terkait program
pendampingan yaitu kemitraan
antar PDAM terutama dalam peningkatan terhadap aspek operasional. Dan dapat disiapkan
juga kenaikan harga berkala otomatis.
Daftar
Pustaka
·
Tim Peneliti, 2015, Laporan Akhir Litbang
Kebijakan Efisiensi Layanan PDAM, Balai Litbang Soseklingkim, Puslitbang
Kebijakan dan Penerapan Teknologi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar