Jumat, 07 Agustus 2020

Menuntaskan Tata Kelola IPAL/IPLT di DAS Citarum Hulu

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Yudha Pracastino Heston*)

Sungai Citarum sebagai sungai terbesar di Jawa Barat, memiliki banyak fungsi penting, salah satu yang utama adalah sebagai sumber air baku bagi masyarakat Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Wilayah hulu sungai Citarum meliputi Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung Barat.

Kualitas sungai Citarum sampai saat ini cenderung masih memprihatinkan karena tercemar oleh berbagai limbah. Pencemaran sungai ditandai dengan adanya polutan organik terlarut (BOD dan COD), yang melebihi ambang batas dan mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen di dalam air. Limbah domestik berupa sampah, limbah cair dan tinja menjadi sumber pencemar terbesar sungai.

Sebagai upaya mencegah pencemaran limbah domestik cair dan tinja, telah disiapkan instalasi pengolahan air limbah disingkat IPAL dan IPLT (lumpur tinja). Sampai saat ini secara jumlah, kebutuhan IPAL/IPLT masih belum mencukupi, selain itu terdapat beberapa masalah dalam tata kelola, yaitu aspek pengambilan keputusan pengelolaan IPAL/IPLT.

Tulisan ini menjadi ekstraksi dari laporan penelitian berjudul Perbaikan Tata Kelola IPAL dan IPLT untuk Mengatasi Pencemaran Air Baku DAS Citarum, Balai Litbang Penerapan Teknologi Permukiman, di tahun 2016, yang dikerjakan penulis bersama tim peneliti.

Masalah Tata Kelola

Masalah non teknis terkait tata kelola IPAL/IPLT di DAS Citarum yang dapat teridentifikasi, misalnya terkait dengan regulasi atau aspek peraturan. Sampai saat ini belum terdapat aturan setingkat undang-undang dan peraturan pemerintah, yang spesifik mengatur pengolahan air limbah domestik, sebagai sumber pencemar utama sungai Citarum. Acuan aturan dalam pengelolaan limbah domestik saat ini, lebih mengikuti peraturan menteri lingkungan hidup. Hal ini juga diikuti dengan upaya penegakan peraturan yang juga cenderung masih lemah dan permisif.     

Sumber pendanaan untuk kebutuhan investasi alat dan operasional IPAL/IPLT terpusat, selain IPAL Bojongsoang milik PDAM Tirta Wening Kota Bandung, masih lebih mengandalkan anggaran pemerintah (daerah maupun pusat). Sehingga ditemukan kesulitan ketika IPAL memerlukan pemeliharaan dalam skala besar dan kebutuhan pengembangan layanan.

Masalah lain terkait ketersediaan tenaga kerja sektor limbah, terbukti dengan banyak operator yang masuk usia purna bakti dan masih dikaryakan, tenaga kerja yang tidak sebanding dengan luas daerah layanan dan jumlah pelanggan. Kompetensi petugas untuk kebutuhan pekerjaan teknis maupun administratif yang kurang sesuai. Pelatihan teknis dan administratif menjadi sebuah kebutuhan, yang perlu diadakan secara berkala dan berkelanjutan, bagi para pegawai selama menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Struktur organisasi pengelolaan juga menjadi bagian yang perlu ditinjau kembali.

Solusi Tata Kelola

Untuk mewujudkan tata kelola IPAL/IPLT yang baik, diperlukan perbaikan kebijakan dalam tiga aspek utama, sebagaimana dibahas, yaitu regulasi, pendanaan, dan kelembagaan. Solusi kebijakan terkait aspek regulasi, yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan kajian menyeluruh mengenai regulasi terkait tata kelola IPAL/IPLT, sehingga dapat diidentifikasi kesenjangan peraturan dan peraturan yang tumpang tindih. Jikalau diperlukan dapat dibentuk tim khusus untuk merumuskan peraturan-peraturan sebagai payung hukum pengelolaan IPAL/IPLT, yang meliputi pengelolaan air limbah (domestik), struktur organisasi (termasuk uraian tugas dan jabatan) pengelolaan air limbah, penentuan retribusi atau tarif, perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja, dan sanksi yang perlu untuk diterapkan. Peninjauan, pembentukan atau penguatan lembaga pengelola air limbah, perlu dilakukan setelah dilakukan  penjajakan kebutuhan.

Beberapa contoh solusi dari aspek pendanaan, yaitu diperlukan priotisasi alokasi dana, terutama dari APBD untuk operasional dan perbaikan sarana-prasarana pengelolaan air limbah, agar pengelolaan air limbah berkelanjutan. Kebutuhan kolaborasi dengan pihak swasta sehingga dapat membantu penyediaan kebutuhan pendanaan IPAL/IPLT. Kemitraan dengan pihak swasta ini bertujuan untuk mewujudkan penyediaan sanitasi yang aman terutama sarana pengelolaan air limbah domestik.

Perbaikan kelembagaan dapat dilakukan sesuai kemampuan daerah dan kebutuhan pelayanan, dengan pilihan bentuk berupa Unit Pelayanan Teknis Badan (UPTB), Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun kerjasama dengan Badan Usaha (swasta). Diperlukan adanya kajian akademis terkait pembagian wewenang dalam pembangunan, operasi, pengembangan, dan pengawasan IPAL/IPLT. Selanjutnya diperlukan penyusunan dokumen prosedur standar operasional, untuk memastikan proses tata kelola IPAL/IPLT dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Upaya peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, yang terlibat dalam pengelolaan limbah, melalui pelatihan, supervisi, pengawasan dan evaluasi secara rutin dan berkala. Pemberian penghargaan bagi pengelola instalasi berprestasi dapat dikembangkan untuk mengapresiasi kinerja. Dapat juga ditingkatkan lagi peran penilik sanitasi, untuk dapat mengawasi kinerja fasilitas sanitasi keluarga dan komunitas.

Selain rekomendasi kebijakan dalam aspek regulasi, pendanaan, dan kelembagaan, beberapa strategi tambahan untuk mewujudkan tata kelola IPAL/IPLT berkelanjutan, yaitu memberdayakan masyarakat dalam tahap persiapan dan pengelolaan instalasi, juga berpartisipasi dalam menjaga pentingnya sarana prasarana, perilaku sanitasi yang benar dan pentingnya pembayaran retribusi. Sebagai catatan akhir diperlukan upaya yang sungguh dari pengelola, sehingga muncul keuntungan pengelolaan IPAL/IPLT minimal 2-3% dari total biaya, sehingga dapat dialokasikan untuk pengembangan, yang didukung penerapan inovasi teknologi memanfaatkan bahan lokal.


KAJIAN PEMANFAATAN PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYRAKAT (PAMSIMAS) DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KAJIAN PEMANFAATAN PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM

DAN SANITASI BERBASIS MASYRAKAT (PAMSIMAS)

DI LINGKUNGAN PERMUKIMAN

 

THE STUDY OF WATER SUPPLY PROGRAM AND COMMUNITY

BASED SANITATION (PAMSIMAS) UTILIZATION

IN ENVIRONMENTAL SETTLEMENT

 


Yudha Pracastino Heston

Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman

Jl.Adisucipto No.165, Yogyakarta

Email: pracastino@yahoo.com

 

 

Abstrak: Program Pamsimas adalah program berbasis masyarakat, dan pemanfaatan dari penyediaan air Pamsimas, sangatlah tergantung pada perilaku masyarakat sebagai penerima manfaat. Demikian sebaliknya, pilihan penggunaan air jugaakan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam kehidupan keseharian.Untuk melihat bagaimana kinerja pemanfaatan air bersih dari program Pamsimas, perlu dilakukan pembandingan dengan instansi penyedia air yang lain.Analisis dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif, tabulasi silang dan korelasi. Dengan mempertimbangkan 7 aspek yaitu: asal instansi penyedia air bersih, dari mana diperoleh sebagian besar air bersih yang digunakan, jarak sumber air dengan tempat tinggal, layanan air bersih tersebut dipergunakan 24 jam sehari, layanan tersebut memenuhi untuk kebutuhan rumah tangga, apakah terdapat perbedaan ketersediaan, jumlah dan mutu air berdasarkan musim, dan pemanfaatan pengumpulan air. Dari kajian yang dilakukan terhadap pelaksanaan program Pamsimas di Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Banjar, dan Kota Kupang, pengelola perlu mendapat gambaran mengenai perilaku penggunaan air pada masyarakat penerima manfaat.Kinerja Pamsimas di lokasi penelitian menurut perbandingan performa kinerja dengan instansi penyedia air bersih lainnya adalah baik.Penilaian ini dilihat untuk aspek yang diteliti yaitu jarak sumber air, layanan air 24 jam sehari, layanan memenuhi kebutuhan, kualitas air dan ketersediaan berdasarkan musim. Sehingga Pengelola Pamsimas dan masyarakat penerima manfaat perlu lebih tepat menentukan lokasi hidran umum dan menjamin tersedianya akses air yang tetap baik dari jumlah dan kualitas.

 

Kata kunci: pemanfaatan, penyediaan, air minum, dan masyarakat.

 

 

Abstract: PAMSIMAS program is community-based programs, and utilization of PAMSIMAS water supply depends heavily on the behavior of society as beneficiaries. The choice of water use will also affect people's behavior in daily life. To see how the performance of the utilization of clean water from PAMSIMAS program, agencies need to do comparisons with other water providers.Analyses were performed using descriptive statistics, cross tabulation and correlation. Taking into account the seven aspects: the origin agency clean water providers, from whence most of the water used, the distance of water sources with shelter, clean water services are used 24 hours a day, for such services meet the needs of the household, whether there are differences in the availability , the number and quality of water based on the season, and utilization of water collection.From studies conducted on the implementation of PAMSIMAS in Tasikmalaya District, Banjar District, and Kota Kupang, managers need to get an idea about the behavior of water use in the beneficiary communities. PAMSIMAS performance at the study site according to the performance comparisons with other agencies providers of clean water is good. This assessment visits to the investigational aspects of the distance of water sources, water service 24 hours a day, service needs, water quality and availability based on the season. So the manager PAMSIMAS and beneficiaries need to more precisely determine the location of public hydrants and ensuring availability of water remains good access from the quantity and quality.

 

Keywords: utilization, supply, drinking water, and community.


 

PENDAHULUAN

 

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, merupakan salah satu indikator keberlanjutan pembangunan dalam Millenium Development Goals (MDGs).Pemerintah Indonesia telah mencanangkan untuk dapat memenuhi target MDGs tersebut sampai tahun 2015. Penyediaan air bersih merupakan bagian target MDG’s yang kesepuluh (Masduqi, 2007). Pemerintah mengharapkan, sebanyak 67,8% penduduk dapat menikmati akses air bersih. Sementara sampai tahun 2011, menurut Direktur Bina Program Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum akses pelayanan baru dirasakan 47% penduduk Indonesia.

Sebagai upaya untuk mewujudkan target tersebut, berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan mengoptimalkan peran Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan mengembangkan program-program penyediaan air bersih. Salah satu program pemerintah terkait dengan penyediaan air bersih adalah program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Pamsimas merupakan program dan aksi nyata pemerintah dan masyarakat dengan dukungan Bank Dunia (Pamsimas, 2009).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Bidang Permukiman, terdapat dua temuan penting terkait Pamsimas, yaitu kegiatan pemberdayaan tidak dapat dilaksanakan bersamaan dengan proyek pembangunan fisik, sehingga perlu disiapkan waktu pada tahun yang berbeda (prosesnya lebih dahulu dikerjakan, sehingga jika waktu pemberdayaan kurang, masih ada waktu di tahun pelaksanaan pembangunan fisik). Temuan kedua berkaitan dengan pengelola, yang perlu memperhatikan ketersediaan sumber air, kualitas air (fisik, kimia, biologi) dan kuantitas (liter/keluarga) yang disalurkan ke masyarakat penerima manfaat.

Program Pamsimas adalah program berbasis masyarakat, dan pemanfaatan dari penyediaan air Pamsimas, sangatlah tergantung pada perilaku masyarakat sebagai penerima manfaat. Sehingga pengukuran kinerja dan pemanfaatannya seharusnya dilihat dari sudut pandang masyarakat.Kajian yang dilakukan adalah untuk melihat, bagaimana kinerja pemanfaatan air bersih dari masing-masing instansi, peruntukan pemanfaatan air, dan pelaku pemanfaatan air, dari sudut pandang masyarakat penerima manfaat.

 

 

DATA DAN ANALISIS

 

Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2010 sampai Oktober 2010. Populasi penelitian adalah masyarakat penerima manfaat di kota Kupang, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar. Besar sampel, menggunakan kuota per kabupaten/ kota sebesar 64 responden (Sosekkim, 2010).

            Pengambilan sampel dilakukan acak dengan rancangan Cluster Proportional to Population Size diakukan dengan cara, membagi daerah Penelitian kabupaten atau kota yang masuk dalam program Pamsimas ke dalam Klaster Kecamatan yang diambil secara acak, kemudian dari klaster kecamatan akan diturunkan ke tingkat desa/kelurahan. Menetapkan jumlah klaster yang akan dipilih atas dasar kesatuan analisis sampel yang dikehendaki yaitu dari kecamatan ke desa (tabel 1).

 


 

Tabel 1.  Teknik pengambilan sampel dengan klaster.

 

Kota Kupang

Kabupaten Tasikmalaya

Kabupaten Banjar

Kecamatan

Kelurahan

Kecamatan

Desa

Kecamatan

Desa

Alak

Nunbaun Sabu

Bantarkalong

Wakap

Karang Intan

Awang Bangkal Barat

Maulafa

Naikolan.

Cigalontang

Cidugaleun

Mataraman

Lok Tamu

Oebobo

Liliba

GN Tanjung

Cinunjang

Simpang Empat

Sungkai Baru

 

Menetapkan jumlah sampel tiap desa melalui proportional to population size dengan menggunakan (rumus 1):

 

 

Sehingga ditemukan jumlah sampel per kelurahan/desa (tabel 2).

 

Tabel 2.  Distribusi jumlah sampel.

 

 

Kelurahan/Desa

Jumlah Jiwa

Jumlah sampel (n)

Kota Kupang

Nunbaun Sabu

142

7

Naikolan

399

19

Liliba

791

38

Kabupaten Tasikmalaya

Wakap

512

24

Cidugaleun

623

30

Cinunjang

212

10

Kota Banjar

Awang Bangkal Barat

814

31

Lok Tamu

463

17

Sungkai Baru

429

16

 

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner, dengan menggunakan pertanyaan tertutup. Analisis statistik dilakukan terhadap variabel-variabel penelitian, dengan terlebih dahulu mengkompilasi data. Analisis terhadap variabel dilakukan dengan:

1)         Distribusi frekuensi

Dilakukan untuk memaparkan distribusi frekuensi dari variabel terpilih, dan kemudian melakukan interpretasi.

2)         Analisis tabulasi silang

Dilakukan dengan membuat pembandingan antara variabel yang sudah ditentukan.

3)         Korelasi

Dilakukan dengan menggunakan metode Pearson, dengan tingkat kepercayaan 95%.

 

Kajian pemanfaatan air dilakukan dengan memperbandingkan 7 aspek penyediaan air bersih, ditambah dengan aspek pemanfaatan air yang sudah didapatkan (tabel 3).

 


 

Tabel 3.  Definisi operasional.

 

No.

Aspek

Keterangan

1

asal instansi penyedia air bersih,

Pamsimas, PDAM, swadaya masyarakat, swadaya rumah tangga

2

dari mana diperoleh sebagian besar air bersih yang digunakan,

Danau, sumur, kran/hidran umum, air perpipaan, air dalam kemasan

3

jarak sumber air dengan tempat tinggal,

< 10 meter, 10-500 meter, 500-1000 meter, > 1000 meter

4

layanan air bersih tersebut dipergunakan 24 jam sehari,

Ya, tidak

5

layanan tersebut memenuhi untuk kebutuhan rumah tangga,

Ya, tidak

6

Kualitas air yang diterima

Ya, tidak

7

perbedaan ketersediaan jumlah dan mutu air berdasarkan musim

Ya, tidak

8

pemanfaatan pengumpulan air

Memasak, mandi, mencuci, sanitasi, berkebun di halaman, beternak, membersihkan rumah

 

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa hampir 50 % dari masyarakat penerima manfaat program Pamsimas, menggunakan air yang disediakan program (tabel 4). Dilihat dari kepentingan program, angka 50% dapat terlihat sebagai sebuah kekurang tepatan melakukan analisis penerima manfaat. Sebagai sebuah kebutuhan, air bersih dari Pamsimas dialirkan dari sumber mata air ke hidran umum, yang dapat dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebanyak 121 (seratus dua puluh satu) keluarga dari 3 lokasi penelitian menggunakan air dari Pamsimas, melalui hidran umum yang disediakan oleh program. Sedangkan sisanya sebagian besar memanfaatkan sumur, baik yang diupayakan secara bersama oleh masyarakat, ataupun diupayakan oleh keluarga.

 

Tabel 4.  Darimana mendapatkan pelayanan PAB.

Frequency

%

Pemerintah Pusat (PAMSIMAS)

123

47.9

Pemerintah Daerah (PDAM)

12

4.7

Swadaya Masyarakat

64

24.9

Swadaya Rumah Tangga

36

14.0

Pamsimas dan swadaya rumah tangga

1

0.4

PDAM dan swadaya rumah tangga

21

8.2

Total

257

100.0


 

Program Pamsimas memang tidak menyediakan air bersih sampai ke rumah, yang biasa diistilahkan sebagai sambungan rumah, akan tetapi dari hasil penelitian ditemukan 2 (dua) keluarga dapat memiliki sambungan rumah. Hal ini dapat dilihat sebagai upaya keluarga tersebut, untuk menyambung air dari hidran umum dengan pipa atau selang sehingga, air dapat sampai ke rumah. Hal ini tidak menjadi pelanggaran dari ketentuan program, sejauh tidak mengurangi kapasitas dan kualitas ketersediaan air bagi keluarga yang lain.

Hasil analisis korelasi antara penyedia air bersih dan sumber air bersih ditemukan angka signifikan korelasi 100%, hal ini mengindikasikan bahwa penyedia air bersih memiliki kesamaan dengan sumber air bersih yang dipilih. Sebagai contoh program Pamsimas, hampir mutlak masyarakat akan mengambil air dari hidran umum. Sedangkan untuk swadaya masyarakat dan rumah tangga, hampir pasti menggunakan sumber air dari sumur.

Penyedia air bersih, jika ditinjau dari 3(tiga) lokasi penelitian, seperti terlihat pada (gambar 1). Maka akan terlihat bahwa kota Kupang memiliki variasi paling banyak, untuk instansi penyedia air bersih. Pulau Timor merupakan daerah yang termasuk sulit untuk mendapatkan sumber air bersih. Walau demikian di kota Kupang masih terdapat sumur yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga dan tetangga sekitar sumur. Bahkan di musim kemarau masyarakat harus membeli air dari truk tangki. Pelaksanaan pekerjaan instalasi air bersih dari program Pamsimas, diperbolehkan dengan mengumpulkan air dari sumber PDAM dan dimasukkan ke hidran umum, untuk dapat dimanfaatkan bagi masyarakat. Bagi masyarakat yang sudah memiliki sumber air bersih, maka tidak perlu bagi mereka memanfaatkan air dari program Pamsimas.

Gambar 1.  Darimana mendapatkan pelayanan PAB menurut Kota/Kabupaten.

 

Di 2 (dua) lokasi penelitian selain Kupang, masyarakat responden belum mendapatkan akses pelayanan dari PDAM, sehingga program Pamsimas dapat dirasakan manfaatnya. Walau demikian, terdapat juga masyarakat yang telah memiliki sumber air berupa sumur.    

            Dari data tabulasi silang antar instansi penyedia dan asal air, Pemanfaat Pamsimas sebagian besar (98%), sesuai dengan sumber air yang didesain dari program, memperoleh air dari kran/ hidran umum. Pemanfaat PDAM berdasarkan penelitian, hanya sebesar 33% yang menggunakan air perpipaan, bahkan 50% mengaku mendapat air dari air dalam kemasan, dan 16% dari sumur. Fakta ini menunjukkan bahwa jawaban valid untuk pemanfaat dari jasa PDAM hanya 33%. Untuk swadaya masyarakat 60% menjawab menggunakan sumur, dan 28% dari sumber mata air. Sedangkan pemanfaat swadaya masyarakat mengaku mendapat air dari sumur (100%).

            Klasifikasi pengukuran jarak dibagi dalam empat kelompok. Yang pertama mewakili jarak lingkungan rumah yaitu kurang dari dan sama dengan 10 meter. Yang kedua lebih besar dari 10 meter sampai dengan 500 meter, yaitu lingkup lingkungan antar rumah (biasa diistilahkan sebagai lingkup Rukun Tetangga (RT). Kemudian jarak sumber air dengan rumah tangga sejauh 500 meter sampai 1000 meter. Dan terakhir kelompok jarak di atas 1000 meter.

            Program Pamsimas, menurut masyarakat penerima manfaat sebagian besar berada pada jarak kurang dari 500 meter. Sebesar 95% responden memiliki jarak kurang dari 500 meter ke sumber air pamsimas dari rumah mereka. Sebagian kecil masih berada lebih dari 500 meter, akan tetapi sudah terdapat 35% masyarakat responden yang mendapat air Pamsimas dari jarak kurang dari 10 meter (gambar 2).

 

Gambar 2.  Jarak sumber air.

 

Hasil penelitian mengenai jarak sumber air dengan penyedia air menemukan tingkat signifikansi yang sangat erat. Nilai signifikansi hampir mencapai 100% (99,5%). Bagi Program Pamsimas, hal ini menunjukkan keberhasilan program, yaitu untuk mendekatkan sumber air ke penerima manfaat.

            Tingkat signifikansi hubungan antara penyedia air dengan jarak sumber air ke rumah, dapat memberikan petunjuk karakter penyedia air. Pertama desain Pamsimas yang menyediakan air dalam hubungannya dengan pengembangan komunitas, sehingga berada pada lingkup antara 10 sampai 500 meter dari rumah. Untuk sumber air dari PDAM sifatnya per rumah, sambungannya biasa disebut sambungan rumah, sehingga jaraknya berada pada lingkup 10 meter. Demikian juga untuk swadaya rumah tangga, yang berupa sumur ada pada lingkup yang sama. Untuk swadaya masyarakat, dominasi pengguna ada pada jarak yang sama dengan Pamsimas, yaitu pada lingkup 10 sampai 500 meter.

            Keberadaan Pamsimas yang menempatkan hidran umum di lingkup RT, dirasakan manfaatnya terutama di dua lokasi penelitian, yaitu Kabupaten Banjar dan Tasikmalaya. Di Awang Bangkal Barat, Kabupaten Banjar sebelum ada air dari program Pamsimas, masyarakat harus mengumpulkan air jauh dari rumah mereka beberapa kilometer melewati hutan. Sedangkan di Tasikmalaya, keberadaan air Pamsimas di sekitar lingkungan rumah juga memberikan manfaat lebih, terutama karena di lokasi penelitian kondisi geografis permukiman yang kurang baik dan belum mudah untuk dapat dicapai, karena jalan menuju permukiman yang belum baik.

Air Pamsimas menurut responden penelitian, dapat digunakan selama 24 jam sehari. Sebanyak 95% responden menyatakan hal ini. Sumber air lainnya secara umum juga memiliki kemampuan untuk menyediakan air secara berkesinambungan dalam 24 jam sehari. Hanya saja sumber air dari PDAM yang belum dapat secara berkesinambungan menyediakan air 24 jam sehari di lokasi penelitian. Berturut – turut dari yang terbaik, menurut kemampuan menyediakan air selama 24 jam adalah pertama dari swadaya masyarakat, Pamsimas, swadaya rumah tangga dan terakhir dari PDAM (tabel 5).

            Dari hasil uji korelasi ditemukan bahwa tidak terdapat signifikansi hubungan antara penyedia air dengan kemampuan penyediaan air selama 24 jam, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan penyediaan air selama 24 jam tidak tergantung dari instansi penyedia jasa, tetapi lebih pada ketersediaan sumber air, lokasi sumber dan penerima manfaat dan kondisi geografi, dan iklim.

 

Tabel 5.  Layanan air bersih 24 jam.

 

Pengguna

Layanan Air Bersih Tersebut Dipergunakan 24 jam Sehari

Total

 

Iya

Tidak

 

Pemerintah Pusat (PAMSIMAS)

47.9%

Count

115

8

123

 

%

93.5%

6.5%

100.0%

 

Pemerintah Daerah (PDAM)

4.7%

Count

6

6

12

 

%

50.0%

50.0%

100.0%

 

Swadaya Masyarakat

24.9%

Count

61

3

64

 

%

95.3%

4.7%

100.0%

 

Swadaya Rumah Tangga

14.0%

Count

27

8

36

 

%

75.0%

22.2%

100.0%

 

Pamsimas dan swadaya rumah tangga    

0.4%

Count

1

0

1

 

%

100.0%

.0%

100.0%

 

PDAM dan swadaya rumah tangga

8.2%

Count

21

0

21

 

%

100.0%

.0%

100.0%

 

 

231

25

257

 

89.9%

9.7%

100.0%

 

Di lokasi penelitian Kota Kupang di mana permintaan air terhadap PDAM yang tinggi, karena kurang banyaknya sumber air yang didapatkan oleh masyarakat, sering terkendala adanya pematian sumber listrik dari PLN. Pemutusan sumber listrik dari PLN seringkali juga menyebabkan matinya aliran air yang didapat dari PDAM. Di dua lokasi penelitian di Kota Kupang, sumber air di Hidran Umum Pamsimas berasal dari aliran air PDAM. Untuk air Pamsimas, dari sumber air PDAM, dapat menyediakan air 24 jam, oleh karena sudah terlebih dahulu ditampung di hidran umum, pada saat air mengalir atau tidak terkendala pemadaman listrik.

Dari persepsi responden pengguna air Pamsimas, diketahui bahwa kebutuhan masyarakat akan air bersih bagi konsumsi rumah tangga telah dapat dicukupi. Dari hasil pertanyaan mengenai jumlah air yang dikumpulkan per harinya, jawaban terbesar adalah mengumpulkan air sebesar 80-100 liter untuk keperluan primer dan 20 liter untuk keperluan sekunder. Jawaban lain juga memberi gambaran bahwa responden mengumpulkan air secukupnya menurut ukuran kebutuhan mereka.

            Tidak hanya dari program Pamsimas persepsi kecukupan air dari responden penerima manfaat, responden pengguna air PDAM, swadaya masyarakat dan swadaya rumah tangga pun menyatakan kecukupan mereka akan air yang disediakan. Kondisi ini dapat dibaca sebagai kebutuhan primer akan air, menyebabkan segala upaya dilakukan untuk dapat mencukupinya. Halangan berupa jarak, waktu, biaya akan dikalahkan untuk memenuhi kebutuhan ini. Ditinjau dari kekuatan hubungan korelasi, alokasi kecukupan air kaitannya dengan penyedia air, berada pada posisi signifikan dengan tingkat kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa semua bentuk pilihan penyediaan air harus dapat mencukupi kebutuhan dari konsumen, karena jika tidak maka konsumen akan mencari bentuk penyediaan air lainnya.

            Jika kuantitas penyediaan air, oleh masyarakat pemanfaatan dirasakan cukup memenuhi, kondisi kualitas air yang digunakan cenderung relatif baik. Kondisi ini dimiliki oleh semua instansi penyedia air di lokasi penelitian. Hal ini juga menjadi bukti bahwa kebutuhan akan air, diikuti dengan kebutuhan akan kuantitas dan kualitas air standar yang diperlukan untuk konsumsi.

            Aspek selanjunya dari pemanfaatan air ialah, kondisi ketersediaan, jumlah dan mutu air berdasarkan musim. Kondisi negara Indonesia dengan dua musim, menciptakan perbedaan sumber air di musim kemarau.Pada aspek ini dapat terlihat keunggulan dari Pamsimas, yang menggunakan survey sumber air untuk dapat menyuplai Hidran Umum yang terbangun. Akan tetapi untuk menjadi catatan, di beberapa titik survey (di Kabupaten Tasikmalaya), peneliti menemukan lokasi Pamsimas yang belum melewati kondisi kemarau, karena infrastruktur Pamsimas yang baru jadi beberapa bulan. Hal ini sedikit banyak berpengaruh terhadap jawaban, walau kemudian responden memberikan perkiraan mereka, peneliti dapat setuju karena di titik tersebut air di dapat dari sumber mata air.

            Jawaban responden masyarakat, secara umum menyatakan ada pengaruh perbedaan musim terhadap kemampuan penyedia air memberikan jumlah dan mutu air bersih. Pemakai Pamsimas dengan jawaban tidak terdapat perbedaan antara musim kemarau dan penghujan, dalamketersediaan mutu dan jumlah air, memiliki prosentase jawaban yang tidak begitu dominan. Prosentase respoden yang menjawab sama adalah 60% sedangkan yang menjawab tidak atau berbeda adalah 40% (gambar 3).

            Urutan daftar penyedia, mulai dari yang paling tidak terpengaruh terhadap perubahan musim sampai yang paling terpengaruh adalah sebagai berikut:Pamsimas, swadaya masyarakat, PDAM, swadaya rumah tangga. Dari analisis korelasi yang dilakukan, ditemukan hasil bahwa sumber penyedia air berkorelasi dengan perbedaan ketersediaan kuantitas dan mutu air berdasarkan musim di lokasi penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terjadinya musim kemarau menyebabkan penurunan jumlah dan mutu air bersih yang dapat disediakan oleh program baik itu yang disediakan oleh Pamsimas, PDAM maupun swadaya masyarakat dan rumah tangga.

Gambar 3.  Perbedaan ketersediaan, jumlah, dan mutu air.


 

Gambaran kinerja pemanfaatan air dari empat instansi dapat dilihat dalam (tabel 6). Terlihat bahwa Pamsimas dibanding dengan sumber penyedia jasa lain di lokasi penelitian sudah memiliki kemampuan yang baik untuk dalam pemanfaatannya. Hanya saja untuk aspek jarak sumber air, belum dapat mencapai rumah. Sehingga dalam pengembangan ke depan masih perlu dikembangkan pengurangan jarak dari rumah ke hidran umum terdekat.

 

Tabel 6.  Perbandingan kinerja penyedia air bersih.

No.

Aspek

Pamsimas

PDAM

Swadaya RT

Swadaya Masy.

1

Jaraksumber air

10-500 meter

0-10 meter

0-10 meter

10-500 meter

2

Layanan air 24 jam sehari

Ya

Tidak

Ya

Ya

3

Layananmemenuhi kebutuhan

Ya

Ya

Ya

Ya

4

Kualitas air

Baik

Baik

Baik

Baik

5

Ketersediaanberdasarkan musim

Sama (60-40)

Tidak sama

Tidak sama

Tidak sama

           

Pemanfaatan sumber air utama, berdasarkan hasil penelitian digunakan untuk terutama untuk kepentingan memasak, mandi dan mencuci. Untuk kebutuhan sanitasi, kebersihan rumah, berkebun dan berternak dapat dimengerti sebagai tidak semua responden melakukan dengan sumber air utama. Atau tidak melakukan aktifitas berkebun dan beternak.

 

Dari penelitian juga terlihat peran ibu rumah tangga yang besar dalam pengumpulan air untuk pemanfaatan utama air. Untuk memasak, mandi dan mencuci, sanitasi serta membersihkan rumah, sebagian besar air dikumpulkan oleh ibu rumah tangga. Sedangkan untuk kebutuhan berkebun dan beternak air dikumpulkan sebagian besar oleh suami/kepala rumah tangga. Dengan adanya kemudahan dan jaminan akses air, akan memberikan manfaat yang lebih kepada ibu rumah tangga atau kaum perempuan, dalam menyediakan air untuk keperluan seluruh keluarga.

Tabel 7.  Pengumpulan air bersih.

No.

Pemanfaatan pengumpulan air

jumlah

%

Keterangan

1

Memasak

256

100

dikumpulkan isteri, 79%

2

Mandi

256

100

dikumpulkan seluruh keluarga, 84%

3

Mencuci

246

96

dikumpulkan isteri, 67%

4

Sanitasi

192

75

dikumpulkan isteri, 37%

5

Berkebun di halaman

49

19

dikumpulkan suami, 39%

6

Beternak

41

16

dikumpulkan suami, 54%

7

Membersihkan rumah

192

75

dikumpulkan isteri, 73%

 

 

KESIMPULAN

 

Kinerja Pamsimas di lokasi penelitian menurut perbandingan performa kinerja, dibanding dengan instansi penyedia air bersih lainnya adalah baik. Penilaian ini dilihat untuk aspek yang diteliti yaitu jarak sumber air, layanan air 24 jam sehari, layanan memenuhi kebutuhan, kualitas air dan ketersediaan berdasarkan musim. Sehingga perlu dikembangkan ke depan program-program penyediaan air yang berbasis masyarakat, seperti Pamsimas. Jarak sumber air Pamsimas dapat lebih didekatkan ke rumah penerima manfaat dengan upaya swadaya rumah tangga, yaitu menambah jaringan ke rumah, tanpa mengganggu ketersediaan air untuk umum. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan gambaran biaya dan manfaat kepada konsumen, sehingga mereka mau untuk mengutamakan swadaya dalam memenuhi kebutuhan sambungan rumah tangga. Kendala musim yang menyebabkan penurunan jumlah dan mutu air, memerlukan solusi sumber air alternatif di musim kemarau, misalnya dengan air laut, air hujan dan upaya melakukan penjernihan. Upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan penyebarluasan teknologi penjernihan air yang sudah tersedia di lembaga penelitian milik pemerintah maupun swasta.           Pengelola Pamsimas dan masyarakat penerima manfaat perlu lebih tepat menentukan lokasi hidran umum, sehingga dapat memberikan jaminan akan tersedianya akses air yang tetap baik dari jumlah dan kualitas kesejahteran keluarga (ibu rumah tangga). Selain itu perlu terus dilakukan sosialisasi ke (ibu) rumah tangga terkait pola perilaku konsumsi dan penggunaan air yang tepat untuk meningkatkan kualitas kesehatan keluarga.

 

 

Saran

 

            Penelitian yang dapat dilakukan selanjutnya berkaitan dengan penilaian terukur terhadap manajemen pengelolaan Pamsimas dibandingkan dengan instansi penyedia air lainnya, penghitungan biaya manfaat pemasangan sambungan rumah secara swadaya, analisis lokasi dan teknologi penjernihan air dan perhitungan tingkat kualitas kesejahteraan dan kesehatan rumah tangga terhadap jarak akses air minum

 

Daftar Pustaka

 

Chatib, Benny. Sistem Penyediaan Air Bersih. Diklat Tenaga Teknik PAM.Bandung:  LPM-ITB, 1996.

Kodoatie, Robert J. Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2003.

Masduqi, Ali, dkk. “Capaian Pelayanan Air Bersih Perdesaan Sesuai Millennium Development Goals – Studi Kasus di Wilayah DAS Brantas.” Surabaya: ITS, Jurnal Purifikasi 8 (2) (2007).

Soemarwoto, Otto. Atur Diri Sendiri: Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, (2001)

_____.“Pedoman Pengelolaan Pamsimas.” Central Project Management Unit, Direktorat Jenderal Cipta Karya, (2009)

____.”Laporan Kajian Sosial Ekonomi Pengelolaan Pamsimas, Yogyakarta.” Balai Litbang Sosial Ekonomi Bidang Permukiman, (2010).


Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...