Yudha Pracastio Heston(1), Nur Alvira Pasawati(2)
(1) Balai Penelitian dan
Pengembangan Sosekling Bidang Permukiman Jl. Solo No.165 Yogyakarta. Telp/fax
(0274) 555205/546978, Email: yudha.ph@pu.go.id, pracastino@yahoo.com.
(2) Program Studi S-1
Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta. Jl. Raya Tajem KM 1,5, irha011185@yahoo.com.

Abstrak
Kehilangan air atau dalam istilah asing Non Revenue Water (NRW) atau air tak berekening (ATR), telah menjadi permasalahan umum bagi lembaga penyedia air, seperti halnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Penelitian dilakukan untuk merumuskan kebijakan terbaik untuk mengatasi faktor– faktor utama kehilangan air, sehingga dapat meningkatkan efisiensi layanan PDAM. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode bauran yaitu kualitatif digunakan untuk menjelaskan kenyataan yang terjadi. Data penelitian menggunakan data PDAM yang telah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) di tahun 2014 dan yang laporan auditnya terdapat di Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum(BPPSPAM), yaitu sebanyak 64 PDAM.ATR merupakan salah satu bentuk ketidakefiesienan layanan PDAM karena berdampak pada pendapatan dari hasil penjulanan air. Kehilangan air terjadi karena 9 keadaan, yaitu: kehilangan air pada penampungan, konsumsi air tidak berekening, kebocoran dan kerusakanan pada pipa pelanggan, kerusakan pada meter pelanggan ketidakakuratan pembacaan pada meter pelanggan dan kerusakan water meter pelanggan.
Kata kunci: kehilangan, air, efisiensi, kebijakan.
Abstract
Non-Revenue Water (NRW), has
become a common problem for water provider institusion, as well as the
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). The study was conducted to formulate the
best policy to address the main factors of water loss, thus increasing
efficiency of PDAM services. The study was conducted by using a quantitative
approach and qualitative methods that mix is used to describe the phenomenon.
Data research using PDAM data that have been audited by Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) in 2014 and the audit report availabled in Badan
Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum(BPPSPAM), as many as 64
PDAM. NRW is one form of service for an impact on income from the water
penjulanan. Loss of water occurs in nine circumstances, that is: loss of water
in the reservoirs, water consumption is not berekening, pipe leakage and
kerusakanan on customers, damage to the customer meter readings on the customer
meter inaccuracies and damage water meter customers.
Keywords:loss, water, efficiency, policy.

Kehilangan air atau dalam istilah asing Non Revenue
Water (NRW) atau air tak berekening (ATR), telah menjadi permasalahan umum bagi
lembaga penyedia air, seperti halnya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Kerugian ATR ini seringkali terjadi dengan adanya (Syafitri, 2013) sambungan
pipa-pipa air yang illegal, pencurian air dengan cara pengecilan pemakaian air,
pengecilan tarif air, dsb. Kerugian yang diakibatkan ATR pada PDAM seluruh
Indonesia, berdasarkan catatan Perpamsi tahun 2012, mengakibatkan kerugian sampai
Rp 1,43 triliun. Selain merugikan secara finansial, ATR juga menyebabkan
berkurangnya volume suplai air dan terganggunya tekanan air ke pelanggan. Hasil
identifikasi ATR pada 350 PDAM di tahun 2014 (BPPSPAM), terdapat 86 PDAM dengan
ATR di atas 40%, 241 PDAM memiliki NRW 20-40%. (Buku Kinerja PDAM, 2014).
United Nations (UN) Human Settlements Programme (2012)
menyatakan pengertian ATR sebagai selisih antara volume air yang
didistribusikan melalui jaringan distribusi dan volume air yang terjual. ATR
secara umum dibagi menjadi 2, yaitu produksi dan distribusi (Utomo, 2013). ATR
dapat terjadi (Damayanti dkk, 2014) karena faktor teknis, kebocoran pipa karena
belum terpasangnya water meter pada sumber produksi, dan non teknis pembacaan
water meter pelanggan yang kurang akurat. Penyebab ATR lainnya menurut Rita dan
Nugraha, 2010 dapat terjadi karena pencurian air, sambungan liar dan akurasi
meter yang rendah.
Beberapa upaya untuk mengatasi ATR (Ardiansyah dkk,
2012) yaitu melakukan pengecekan dan perbaikan terhadap pipa yang bocor, rusak
atau tua, juga partisipasi masyarakat dalam melaporkan terjadinya kebocoran.
Perlu diperhatikan (Andani, 2012) kebocoran pipa tidak hanya pada pipa
distribusi tetapi juga transmisi air baku, penanganan pencurian air, pemeriksaan
rutin, serta pemasangan meteran induk, dan tata kelola tarif air bersih. Faktor
– faktor yang menyebabkan ATR dan upaya penanganannya, perlu diperhatikan mana
yang paling dominan dan bagaimana faktor tersebut saling berinteraksi.
Kenyataan ini diperlukan untuk dapat meningkatkan efisiensi layanan air minum
PDAM.
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian dalam karya tulis ilmiah ini adalah, bagaimana strategi
untuk meningkatkan efisiensi layanan air minum dengan meminimalisir kehilangan
air /ATR?
Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan kebijakan
terbaik untuk mengatasi faktor– faktor utama kehilangan air, sehingga dapat
meningkatkan efisiensi layanan PDAM
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan
dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan metode bauran yaitu kualitatif
digunakan untuk menjelaskan kenyataan yang terjadi. Data penelitian menggunakan
data PDAM yang telah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) di tahun 2014 dan yang laporan auditnya terdapat di BPPSPAM, yaitu
sebanyak 64 PDAM. Data hasil audit digunakan sebagai data dasar, yang
dikemudian dijelaskan dengan kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) untuk mengetahui penyebab timbulnya ATR, upaya yang
telah dilakukan untuk menurunkan ATR, pengaruh ATR distribusi terhadap
efisiensi layanan PDAM.
Berikut adalah tahapan
analisis data dalam penelitian ini:
1.
Analisis tematik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: membaca
secara cermat seluruh catatan dalam FGD dengan melakukan analisis pragmatis dan semantic, melakukan verifikasi,
mendeskripsikan hasil analisis secara tekstual dan structural, serta menentukan
esensi hasil diskusi yang berkaitan dengan ATR (Moleong, 2004)
2.
Content analysis dilakukan untuk uji
studi dokumentasi dengan tahapan sebagai berikut: pra analisis isi (menyiapkan
data yang terdokumentasi, keterangan pelengkap dan pembagian tugas antar
peneliti), prosedur dasar pembuatan rancangan penelitian dan pelaksanaan studi analisis isi
(Moleong, 2004)
3.
Analisis univariate, dilakukan
untuk mendapatkan gambaran mengenai kondisi ATR baik dari aspek ekonomi, fisik
maupun non fisik dan factor yang mentebabkan ATR.
4.
Analisis bivariate dilakukan
untuk mengetahui korelasi antar factor dengan uji korelasi gamma untuk data berskala ordinal, korelasi spearman untuk data numeric yang berdistribusi tidak normal dan
korelasi pearson untuk data numeric
yang berdistibusi normal (Dahlan, 2008)
5.
Analisis multivariate,
dilakukan untuk mengetahui urutan kekuatan dari factor-faktor yang berpengaruh terhadap
ATR setelah diintekasikan antara satu factor dengan factor yang lain (Widarjoo,
2010)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beberapa hasil
penelitian ini diperoleh dengan melakukan analisis pada:
1.
Analisis Tematik dari Hasil FGD
Pelaksanaan
FGD dilakukan untuk mengetahui penyebab timbulnya ATR distribusi, upaya yang
telah dilakukan untuk menurunkan ATR distribusi, pengaruh ATR distribusi
terhadap efisiensi layanan PDAM dan rekomendasi yang dapat diberikan untuk
menurunkan ATR distribsi. Untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan FGD tersebut,
maka kegiatan ini melibatkan beberapa instansi terkait, seperti: Perpamsi,
BPPSpam, Direktorat SPAM Dirjen Cipta Karya, Akatirta, BPKP DIY, Satker PAM
DIY, Puslitbang Kebijakan Dan Penerapan Teknologi, Pusat Air Tanah dan Air
Baku, Perum Jasa Tirta 1, LAPI ITB, Balai Air Minum Pusat Litbang Perumahan dan
Permukiman, PDAM Kabupaten Badung, PDAM Kota Balikpapan, PDAM Kabupaten Sragen,
PDAM Kota Bogor, BBWS Serayu Opak, BBWS Pemali Juana. Berikut adalah hasil FGD
yang melibatkan beberapa instansi tersebut:
a.
Penyebab ATR
1)
Teknis: illegal connection:
pencurian umum, pipa/ sambungan illegal, meteran: macet, masih analog sehingga angka tertera pada water meter tidak, pipa sambungan yang terlalu tua dan tidak terstandarisasi.
2)
Non teknis: rendahnya komitmen dari pimpinan manajemen, pengadaan:
tidak ada dana, tidak ada Standard
Operation Procedur dan tidak ada manajemen aset, dari aspek sumber daya
manusia: kesalahan membaca water meter pelanggan, kurang responsifnya pengelola dalam
memberikan penanganan kerusakan, ditemui pegawai yang tidak pernah mendapatkan
sosialisasi penanganan ATR, sistem kebijakan: PDAM tidak merasa dirugikan atau
diuntungkan dari tinggi rendahnya ATR, administrasi: kesalahan dalam menginput
data, Fraud: terjadi konspirasi pelanggan dan petugas meteran.
b.
Mengatasi ATR
Strategi dan tindak
lanjut untuk mengatasi ATR yang dapat dirumuskan untuk mengatasi masalah ATR,
adalah:
1)
Jaringan, karena perencanaan jaringan pipa PDAM yang tidak baik, serta
dokumentasi as build drawing yang
tidak lengkap, maka perlu dilakukan audit jaringan yang disinkronkan dengan
rekening wilayah, paling tidak dua tahun sekali, dan mengoptimalkan fungsi district meter area.
2)
Pipa: standarisasi dan simplifikasi varian pipa, melalui (pengadaan)
3)
Meteran: kalibrasi, penggantian berkala, isu investasi, kebijakan yang
memberikan insentif ganti meteran dan punishment.
Strategi komunikasi untuk program penggantian meter sehingga konflik
menjadi rendah.
4)
Komersial: modernisasi sistem komersial PDAM yang di dalamnya
termasuk: billing management, asset
management, realibility management, service management dengan proses bisnis
yang diotomasi untuk menjamin lebih cepat, lebih murah, lebih baik, lebih aman,
transparan dan akuntabel
5)
Manajemen: perencanaan dan pengendalian berbasis wilayah atau spasial
GIS (geographic information system), enterprise resource planning dan enterpise risk management
6)
Kebijakan memprioritaskan penggunaan teknologi dan produk dalam
negeri.
7)
Harmonisasi aturan nasional, provinsi, kota/kabupaten mengenai
lingkungan daerah tangkapan air, sumber air baku, kualitas air baku, penggunaan
aset untuk investasi/ Kerjasama Pemerintah dan Swasta, transmisi dan
distribusi, dan air minum.
8)
Legalisasi sambungan liar semacam sunset
policy.
9)
Kebijakan penetapan tarif air minum mengikuti prinsip – prinsip full cost recovery, stratifikasi segmen
layanan dan kenaikan harga berkala otomatis.
Full cost recovery ATR
2.
Content Analysis dari dokumen audit BPKP dari BPPSPAM
Penelitian yang
dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
mengenai ATR distribusi di 64 PDAM yang tersebar di 4 regional melalui
studi dokumentasi audit BPKP dari BPPSPAM tahun 2013 , memberikan 4 poin
penting, yaitu
a. PDAM masih memiliki
nilai ATR rata-rata yang cukup tinggi sebesar 32,22%, dan hanya 7,8% yang
memiliki ATR sesuai target nasional sebesar 22% (Permen PU 18/2007).Kondisi ini
dapat diperbaiki, karena negara berkembang yang kondisi pertumbuhan domestik
brutonya hampir sama dengan Indonesia, seperti Filipina saja dapat memiliki ATR
sebesar 16%.
b. Tingginya ATR
menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena terjadi ketidakseimbangan antara
jumlah air yang didistribusikan kepada pelanggan dengan pendapatan perusahaan
dari hasil penjualan air. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis korelasi
yang menyatakan bahwa: semakin tinggi ATR berdampak pada pendapatan PDAM dari
hasil penjulan air yang semakin rendah. Kondisi ini, berdasarkan hasil
penelitian, belum dapat menggerakkan PDAM untuk mengalokasikan anggaran
penanganan ATR, karena PDAM dengan ATR yang semakin tinggi justru memiliki
pengeluaran operasional dan non operasional yang semakin kecil, sehingga dapat
dinyatakan bahwa anggaran untuk mengatasi ATR belum menjadi prioritas bagi
sebagian besar PDAM.
c. ATR perlu
diminimalisirdan upaya meminimalisir ini memerlukan biaya, biaya yang
dikeluarkan perlu diperhitungkan sampai pada tingkat ATR optimal dengan biaya
ekonomis. Biaya ekonomis yang dimaksud adalah kondisi optimal modal pengolahan
air yang dapat dipulih biayakan, dalam istilah asing disebut full cost recovery. Jika digambarkan ke
dalam bagan grafik, maka akan terlihat kurva penjumlahan biaya air yang hilang
dengan biaya pengelolaan ATR (Gambar 2).
d.
Catatan kritis berikutnya adalah perlunya untuk menghitung ATR Full Cost Recovery, sehingga ditemukan
titik target awal penurunan ATR, sehingga walaupun masih terdapat ATR, namun
PDAM tertentu tidak mengalami kerugian akibat ATR. Rumus perhitungan finansial
untuk ATR Full Cost Recovery adalah
sebagai berikut (rumus 1).

ATR
existing adalah ATR hasil perhitungan
BPKP di tahun 2013.Total beban adalah total biaya yang dikeluarkan PDAM dalam
setahun dalam pengelolaan air minum, sedangkan harga air adalah harga air
rata-rata PDAM. Berdasarkan perhitungan hanya terdapat 3% PDAM yang memiliki
ATR exsistingdi bawah ATR FCR.
Prosentase terbesar adalah PDAM dengan kondisi ATR existing 20-30% yang perlu menurunkan ATRnya sampai kurang dari
20%.
Upaya PDAM untuk
mencapai ATR FCR dapat memberikan dampak positif karena ATR yang dialami, tidak
mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan dari penjualan air dan tidak
meningkatkan beban pengeluaran operasional maupun non operasional dengan hasil
analisis korelasi 0.119>0.05. Namun kenyataanya dari 64 PDAM hanya 2 PDAM
(3.13%) yang mampu mencapai ATR FCR. Untuk mencapai ATR FCR pada seluruh PDAM
di Indonesia, diperlukan pemahaman mengenai gambaran kejadian ATR dan factor
yang berkontribusi terhadap tingginya kehilangan air pada PDAM di Indonesia.
3.
Analisis Univariate untuk mendapatkan gambaran kejadian
ATR
4.
Analisis Bivariate: Faktor-Faktor yang mempengaruhi Tingginya ATR
Distribusi
Berdasarkan
analisis bivariate, terdapat 7 faktor yang mempengaruhi tinggi ATR di
Indonesia, dimana factor-faktor tersebut memberikan kontribusi pengaruh yang
berbeda-beda dimulai dari rendahnya kalibrasi meter pelanggan, rendahnya aspek
keuangan perusahaan, rendahnya jumlah karyawan yang mendapatkan pelatihan,
rendahnya kesehatan perusahaan, rendahnya manajemen perusahaan terhadap
perbaikan infrastruktur dan tidak ada upaya untuk mendeteksi kebocoran karena
tidak dilakukan secara rutin dan berkelanjutan.
5. Analisis Multivariate untuk mengetahui interaksi
dan kekauatan antara factor yang dapat mempengaruhi ATR di Indonesia
Penyebab ATR paling dominan yang dapat dijelaskan secara statistik sebesar 79% (selain 21% variabel yang belum tergali), terjadi karena rendahnya peilaian perusahaan dari aspek operasional/teknis (22,59%), tidak adanya upaya sejak awal untuk mendeteksi kebocoran (17,15%), rendahnya hasil penilaian terhadap tingkat kesehatan perusahaan (13,08%), penyebab berikutnya terdapat dua penyebab yang memiliki nilai sama, yaitu rendahnya kalibrasi meter pelanggan dan ketiadaan pelatihan tentang ATR sebesar 12,17% serta 2 penyebab terkahir adalah rendahnya penilaian terhadap aspek keuangan perusahaan dan perbaikan infrastruktur hanya saat terjadi kebocoran, sebesar 0,97%. Alasan lain yang menyebabkan ATR terkait dengan rasio diklat pegawai yang belum proporsional, perbaikan yang dilakukan hanya pada saat terjadi kebocoran, pendapatan yang masih di bawah anggaran. Hal lain yang menjadi penyebab ATR terkait keberadaan komitmen pemimpin. Aspek non teknis terkait ATR adalah penilaian terhadap kinerja karyawan yang belum dipedomani.Aspek pemeliharaan infrastruktur yang masih belum rutin serta terkait penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
Penyebab ATR paling dominan yang dapat dijelaskan secara statistik sebesar 79% (selain 21% variabel yang belum tergali), terjadi karena rendahnya peilaian perusahaan dari aspek operasional/teknis (22,59%), tidak adanya upaya sejak awal untuk mendeteksi kebocoran (17,15%), rendahnya hasil penilaian terhadap tingkat kesehatan perusahaan (13,08%), penyebab berikutnya terdapat dua penyebab yang memiliki nilai sama, yaitu rendahnya kalibrasi meter pelanggan dan ketiadaan pelatihan tentang ATR sebesar 12,17% serta 2 penyebab terkahir adalah rendahnya penilaian terhadap aspek keuangan perusahaan dan perbaikan infrastruktur hanya saat terjadi kebocoran, sebesar 0,97%. Alasan lain yang menyebabkan ATR terkait dengan rasio diklat pegawai yang belum proporsional, perbaikan yang dilakukan hanya pada saat terjadi kebocoran, pendapatan yang masih di bawah anggaran. Hal lain yang menjadi penyebab ATR terkait keberadaan komitmen pemimpin. Aspek non teknis terkait ATR adalah penilaian terhadap kinerja karyawan yang belum dipedomani.Aspek pemeliharaan infrastruktur yang masih belum rutin serta terkait penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
KESIMPULAN
ATR merupakan salah satu
bentuk ketidakefiesienan layanan PDAM karena berdampak pada pendapatan dari
hasil penjulanan air. Kehilangan air terjadi karena 9 keadaan, yaitu:
kehilangan air pada penampungan, konsumsi air tidak berekening, kebocoran dan kerusakanan pada pipa pelanggan,
kerusakan pada meter pelanggan ketidakakuratan pembacaan pada meter pelanggan
dan kerusakan water meter pelanggan. Faktor yang mempengaruhi tingginya
kehilangan air karena rendahnya
kalibrasi meteran pelanggan, rendahnya aspek operasional/teknis, rendahnya
pengelolaan keuangan dan seluruh pegawai yang belum mendapatkan pelatihan
khusus ATR, rasio diklat pegawai yang belum proporsional, perbaikan yang
dilakukan hanya pada saat terjadi kebocoran, pendapatan yang masih di bawah
anggaran, keberadaan komitmen pemimpin, rendahnya penilaian terhadap kinerja
karyawan, pemeliharaan infrastruktur yang masih belum rutin serta terkait
penempatan pegawai yang masih belum sesuai dengan tingkat pendidikan mereka.
Rekomendasi
Efisiensi Layanan PDAM
dengan menurukan ATR dan pendekatan ATR Full Cost Recovery, dapat
dicapai dengan beberapa strategi berikut, pertama dengan melakukan audit
jaringan yang disinkronkan dengan rekening wilayah. minimal dua tahun sekalidan
optimasi fungsi district meter area agar sistem perencanaan jaringan pipa PDAM
menjadi lebih baik, serta dokumentasi as build drawing menjadi lebih
lengkap. Standarisasi dan simplifikasi varian pipa pada saat pengadaan dapat
juga menjadi pertimbangan PDAM. Kalibrasi, penggantian berkala, isu investasi,
kebijakan insentif dan punishment terkait pengelolaan meter pelanggan.
PDAM dalam upaya menurunkan
ATR juga perlu menyiapkan modernisasi sistem komersial yang di dalamnya
termasuk, billing management, asset management, realibility management,
service management dengan proses bisnis yang diotomasi untuk menjamin lebih
cepat, lebih murah, lebih baik, lebih aman, transparan dan akuntabel.
Perencanaan dan pengendalian berbasis wilayah atau spasial GIS (geographic
information system), enterprise resource planning dan enterpise risk
management. Langkah lain terkait program pendampingan yaitu kemitraan antar
PDAM terutama dalam peningkatan terhadap aspek operasional. Dan dapat disiapkan
juga kenaikan harga berkala otomatis.
UCAPAN TERIMA
KASIH
Ucapan Terima Kasih penulis
sampaikan kepada Kepala Balai Litbang Soseklingkim Bapak Achjat Dwiatno, Kepala
Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi Bapak Bobby Prabowo, tim peneliti
Reza Kurniawan, Yun Prihantina, Wahyu K, M Jauharul, Annisa IM, Chitra WSP,
Rudita, Perpamsi, BPPSPAM, AKATIRTA, PDAM yang menjadi lokasi penelitian kami.
Daftar
Pustaka
Andini, I.G.A. (2012). Peningkatan Penyediaan
Air Bersih Perpipaan Kota Bandung dengan Pendekatan Pemodelan Dinamika Sistem. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 1
(1).
Ardiansyah, Juwono, P. T. & Ismoyo, M. J.
(2012) Analisa Kinerja Sistem Distribusi Air Bersih Pada PDAM Di Kota Ternate. Jurnal Teknik Pengairan, 2 (3) Desember,
pp. 211-220.
Dahlan, M.S. (2008). Statustika untuk Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta: salemba Medika.
Darmayanti, N.P., Bagia, I.W. & Suwendra,
I. W. (2014). Pengaruh Kompetensi Intelektual Dan Motivasi Berprestasi Terhadap
Kinerja Pegawai pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di Kabupaten Gianyar. e-Journal Bisma Jurusan Manajemen, 2(1):
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Farley. (2008). Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening (NRW) untuk Manajer. Cipta
Karya-ADB-USAID-Ranhil.
Kinerja PDAM. (2014). Wilayah I-IV. BPPSPAM. Kementerian Pekerjaan Umum.
Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Syafitri. (2013). Evaluasi Tingkat Kesehatan
Konerja Keuangan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palembang. Jurnal Kompetitif, 2 (1): Fakultas
Ekonomi Universitas Tridinanti Palembang.
Tim Peneliti.(2015).Laporan Akhir Litbang Kebijakan Efisiensi Layanan PDAM. Balai
Litbang Soseklingkim: Puslitbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi
Rita, D.K. & Nugraha, W. D. (2010). Studi
Kehilangan Air Akibat Kebocoran Pipa Pada Jalur Distribusi Pdam Kota Magelang
(Studi Kasus: Perumahan Armada Estate Dan Depkes, Kramat Utara Kecamatan
Magelang Utara). Jurnal PRESPITASI, 7
(2): Program Studi Teknik Lingkungan FT UNDIP.
UN. (2010). Water, Audit. Manual. United
Nations Human Settlements Programmed, 978-92-1-132534-8.
Utomo, T. (2013). Analisis Kenaikan Tarif Air
PDAM Kabupaten Lamongan Tahun 2013. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 3 (1): Universitas
Brawijaya
Widarjono,
A. (2010). Analisis Statistik Multivariat
Terapan. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YPKN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar