Beberapa waktu yang lalu muncul
fenomena permainan “Pokemon Go”, menggabungkan permainan dunia maya dengan
kenyataan, yang diistilahkan sebagai augmented
reality. Kemampuan permainan untuk merekam rona ruang, bahkan
sampai menyebabkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) memberikan saran untuk
tidak memainkan permainan tersebut di kantor dan instalasi strategis. Pengambilan
data keruangan yang digunakan dalam permainan, dapat ditiru untuk dimanfaatkan
untuk mengatasi persoalan keruangan wilayah, yaitu terkait dengan penanganan
dan penataan kawasan kumuh.
Kota tanpa permukiman kumuh telah
menjadi agenda global dunia, ditetapkan oleh lembaga internasional UN-Habitat,
yang telah mengadakan pra konferensi di Kota Surabaya, di bulan Juli 2016. Pemerintah
melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, telah menetapkan program
pengentasan kekumuhan, yaitu sampai tahun 2019, tidak ada lagi kawasan kumuh,
yaitu dilambangkan dengan angka nol, di dalam slogan 100-0-100. Sedangkan angka
100 di depan dan di belakang melambangkan layanan 100% akses air minum serta
sanitasi yang layak.
Beberapa tantangan menyelesaikan
tugas mengentaskan kawasan kumuh, misalnya terkait aspek legalitas lahan,
pertumbuhan jumlah penduduk, koordinasi antar lembaga, regulasi dan peraturan,
keterbatasan anggaran dan perencanaan terpadu. UN – Habitat mengidentifikasi
salah satu penyebab munculnya permukiman kumuh akibat adanya urbanisasi tak
terkendali. Andai saja pemangku kepentingan memiliki data permukiman yang
aktual, secepat dinamika jumlah kepadatan penduduk, tentunya banyak hal dapat
diantisipasi dan diatasi.
Permukiman kumuh di Indonesia
sampai akhir tahun lalu ada pada kisaran 12 % atau kurang lebih 32.000 hektar.
Untuk dapat mencapai nol persen sampai akhir tahun 2019, atau 3 tahun lagi
perlu paling tidak mereduksi kekumuhan paling tidak 11.000 hektar pertahun, dan
ini bukan hal yang mudah. Tipologi Kumuh jika dilihat dari aspek legalitas
lahan dibagi menjadi, berada di tanah legal (slum area) dan di atas tanah illegal (Squatter), yang akan berbeda cara penanganannya.
Pendefenisian kawasan kumuh dengan
variabel dan indikator terukur, yang berbeda antar institusi (misalnya BPS,
Kementerian PUPR, Kemendagri, Kemensos, dll), memunculkan kelemahan koordinasi baik
antara pemangku kepentingan di tingkat pusat dengan daerah, maupun di lingkungan
pemerintah daerah. Definisi ini penting sebagai langkah awal penyusunan program
dan kebijakan.
Pemantapan aspek regulasi dan
harmonisasi aturan, supaya tidak terjadi lagi pembatalan peraturan daerah,
mengingat bidang penataan ruang dan perumahan rakyat serta kawasan permukiman
telah menjadi urusan wajib pemerintah daerah, sesuai amanat Undang-Undang No. 23 tahun 2014. Penegakan
aturan terkait lahan seringkali juga berhadapan dengan pemodal besar dengan
kepentingannya, dan komponen warga yang sering tidak mengerti akan aturan, dan
didesak oleh kebutuhan hidup, dan adanya pembiaran, menyebabkan kesulitan
penanganan.
Keterbatasan anggaran pemerintah
untuk mengimbangi peningkatan luasan kawasan kumuh dengan konsep konsolidasi
lahan, peremajaan lahan dan bank tanah, membutuhkan solusi kreatif yang segera
dan tidak terbatas pada dokumen perencanaan.
Upaya perencanaan terpadu melalui
kegiatan musrenbang, dan penyusunan dokumen-dokumen teknis penataan kawasan
seringkali lemah pada sisi implementasinya, misalnya karena kurangnya komitmen
dari kepala daerah, sehingga hasil perencanan tidak optimal terjadi. Belum lagi
jika kita berpikir mengenai aktifitas operasional dan pemeliharaan yang
diperlukan untuk keberlanjutan kawasan tertentu, membutuhkan alokasi sumberdaya
dan penganggaran yang terpadu.
Penggunaan Aplikasi
Salah satu solusi komprehensif
yang dapat diterapkan, terkait akselerasi pencapaiam target bebas kumuh, yaitu dengan
menggunakan database lahan perumahan dan permukiman berbasis Aplikasi Sistem Informasi
Geografis (SIG) online, seperti
halnya permainan “Pokemon Go”. Sistem online
akan menyatukan semua dokumen peta perencanaan pengelolaan perumahan dan
permukiman, sesuai dengan prinsip “one
map one policy”. Di Amerika Serikat, Departemen Perumahan dan Pembangunan
Perkotaannya telah mengaplikasikan sistem berbasis SIG.
Pengembangan basis data SIG online di Indonesia dapat
diimplementasikan dengan cara mengoptimalkan data terkait aspek lahan, misalnya
data dalam Pajak Bumi dan Bangunan, data NJOP, data IMB, data terkait dapat
kemudian dilakukan harmonisasi data. Harmonisasi data ini perlu dilakukan di
tingkat kelurahan dan kecamatan, seperti halnya penerapan e-ktp, sehingga dengan
penyediaan data ini akan terdapat satu basis data untuk perumahan dan
permukiman, mulai dari satuan kewilayahan terkecil.
Langkah berikutnya adalah dengan pemberian
nomer akun kepada pemilik lahan yang terintegrasi dengan nomor induk
kependudukan. Hal ini serupa dengan pembuatan akun pada surat elektronik
(email), sehingga pemerintah dan pemilik lahan akan memiliki keterkaitan satu
dengan lainnya. Selanjutnya dilakukan pendataan fisik berkala seperti halnya
sensus penduduk. Terutama apabila terjadi perubahan fisik lahan, yang memerlukan
komunikasi pemilik dengan pemerintah, sehingga untuk kebutuhan penetapan status
lahan kumuh dapat dilakukan dengan sistematis.
Fungsi Aplikasi
Fungsi dari pengembangan SIG
online untuk pengentasan kawasan kumuh adalah pertama adanya kesatuan data dari
tingkat pusat sampai daerah, informasi yang sama antara pemerintah dengan
warganya, optimalisasi penggunaan anggaran penataan kawasan, dan penyiapan
perencanaan terpadu, untuk pengambilan kebijakan dan program yang terpadu.
Daftar pustaka
HABITAT III ISSUE PAPERS, 21 – SMART CITIES, New York, 31 May 2015
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PRT/M/2016 TENTANG PENINGKATAN
KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/522377-indonesia-punya-2-883-kawasan-kumuh-di-129-kabupaten-kota
http://sekolahdemokrasi.elpagar.org/tulisan/006.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar