Jumat, 07 Januari 2022

Pandemi, Air Minum, dan Visi Kementerian PUPR

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Melihat utuh wajah orang lain saat kita berpapasan di jalan menjadi sesuatu yang langka saat ini. Hal ini kita alami sejak menghadapi pandemi Covid-19. Kita pun menutup sebagian wajah untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona. Kita juga mesti berjauhan, menjaga jarak, dan sering-sering mencuci tangan.

Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya kesehatan dalam kehidupan kita. Hidup sehat dan bugar perlu diupayakan melebihi hal–hal lain yang mengutamakan penampilan atau estetika.

Namun di masa pandemi, ada satu tempat di mana kita dapat merasakan kembali suasana layaknya di masa normal seperti saat sebelum Covid-19 mewabah. Tempat itu adalah rumah makan. Di sana, setidaknya kita dapat melihat kembali wajah – wajah yang sebelumnya ditutup dengan masker. Ketika makan dan minum, mau tidak mau orang-orang melepas masker dan membuka utuh wajahnya.

Dengan begitu, kondisi ini menunjukkan makan dan minum menjadi unsur dasar yang menunjang kehidupan manusia. Apalagi keberadaan air, sebagai elemen terbesar yang ada di bumi, konon menopang kehidupan individu lebih dari sebuah makanan.

Apalagi kalau menilik hubungan antara masker dan wajah dengan kebutuhan manusia akan air, kita dapat melihat bahwa seperti halnya kita menghindarkan ‘wajah’ kita dari virus Corona, maka kita pun memerlukan upaya untuk menjaga kualitas air minum, sehingga memenuhi semua parameter dan layak kita konsumsi.

Parameter itu meliputi aspek fisik, biologi, dan kimiawi. Selain sisi kualitas itu, kita juga mengerti bahwa ada kebutuhan untuk menjaga kuantitas, waktu penyediaan, dan keterjangkauan air minum.

Untuk itu, sebagai upaya memenuhi dan menjaga kelayakann konsumsi air minum, Kementerian  Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan berbagai program, kebijakan, dan strategi soal air minum.

Selama ini, ditargetkan air minum layak tersedia 100% pada 2019. Namun sayangnya sampai akhir tahun 2019 target tersebut baru mencapai 76,16%.

Direktorat Jenderal Cipta Karya mencatat beberapa permasalahan dalam upaya mencapai 100% cakupan layanan air minum.

Pendanaan dalam penyelenggaraan air minum di skala nasional terbatas dan memerlukan solusi inovatif. Misalnya dengan menjalin kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Untuk penyediaan air minum perpipaan, ditemukan catatan kritis terhadap kinerja beberapa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Antara lain banyak PDAM tidak memenuhi full cost recovery dalam penetapan tarif air minum. Selain itu, ada masalah kebocoran atau on-revenue for water (NRW).

Full cost recovery atau pemulihan biaya adalah[1] tertutupnya dana operasional yang didapat dari selisih antara perhitungan tarif rata-rata dibandingkan dengan biaya operasional.  

Saat ini 143 dari 380[2] PDAM di Indonesia  telah menetapkan tarif FCR. Jumlah itu menunjukkan bahwa lebih dari separuh PDAM belum menetapkan tarif FCR.

Adapun NRW adalah faktor determinan inefisiensi PDAM. Hasil penelitian[3] menunjukkan bahwa semakin tinggi NRW maka pendapatan PDAM akan semakin rendah, khususnya dari penjualan air. Penyebab NRW terutama terkait ketidakakuratan meteran pelanggan.

Akselerasi akses air minum perpipaan

Untuk itu, diperlukan upaya untuk mengatasi inefisiensi perusahaan, khususnya soal operasional PDAM.

Dalam soal PDAM ini, audit jaringan perlu dilakukan--meminjam istilah Pak Prabowo pasca-pemilu lalu--secara sistematis, masif, dan terstruktur. Audit itu akan dikorelasikan dengan catatan rekening. Tak kalah penting, manajemen meteran wilayah dan penyederhanaan tipe pipa juga perlu dilakukan. 

Upaya meminalisasi NRW dapat ditempuh dengan pendekatan digitalisasi sistem bisnis, termasuk dalam pembayaran dan tagihan, manajemen aset, dan menciptakan manajemen perusahaan yang andal.

Dengan kata lain, penyelenggaraan air minum pada dasarnya merupakan kerja kolaborasi antara berbagai kepentingan. Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR sebagai salah satu pemangku kepentingan penyediaan air tentunya membutuhkan kerjasama dan komitmen dari pemerintah daerah serta komunitas di masyarakat.

Upaya-upaya ini diperlukan untuk mencapai visi Kementerian Pekerjaan Umum 2020-2024, yaitu terwujudnya Infrastruktur dan SDM PUPR yang Andal untuk Indonesia Maju, Adil, dan Makmur. Dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur permukiman, khususnya di bidang air minum, hal ini dapat menjadi lokomotif penggerak keberhasilan pencapaian visi kementerian. 

Dengan ketersediaan air minum yang baik, hidup sehat dan bugar akan selangkah lebih dekat dari kita.

 

 



Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...