(Studi Kasus Kelurahan
Cigugur Tengah Cimahi)
Social Enrichment In Slum Urban Areas Rearrangement Program
Yudha P. Heston[1], Ahmad
Yusuf A
Diterima : 11 Februari 2013 Disetujui : 26 April 2013
Abstraksi : Fokus penelitian ini adalah
untuk mengukur dan mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menguatkan
kemampuan sosial, baik bagi pemerintah maupun masyarakat pada penataan kawasan
kumuh perkotaan dengan mengambil studi kasus di kelurahan Cigugur Tengah kota Cimahi.
Metode penelitian yang dilakukan adalah Participatory
Research Appraisal (PRA). Metode penelitian ini digunakan
untuk memastikan keterlibatan aktif dari masyarakat yang menjadi kelompok
sarasan. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti
memiliki kesimpulan bahwa keberhasilan penguatan sosial pada penataan daerah kumuh
perkotaan sangat bergantung pada peningkatan kapasitas governansi
pemerintah dan komunitas masyarakat. Peningkatan kapasitas governansi
pemerintah dapat dilakukan dengan mendorong Pimpinan Daerah, memberikan
komitmen untuk menetapkan Kawasan Prioritas dalam peningkatan kualitas sosial
wilayah. Membentuk unit kerja Pengelola Kawasan yang memiliki tugas
meningkatkan kualitas sosial pada penataan kawasan kumuh. Peningkatan kapasitas
governansi komunitas masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian komitmen
warga, terlibat aktif dalam pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi,
pemeliharaan, pengawasan dan kontribusi peningkatan kualitas sosial ekonomi
pada penataan kawasan kumuh prioritas.
Kata kunci : penguatan, sosial, penataan, kawasan, kumuh.
Key words:enrichment,
social, rearrangement, areas, slum.
Pendahuluan
Kota sebagai
tempat konsentrasi penduduk yang berpenghidupan non agraris (Sinulingga; 1999
dalam Hermanto, 2011), memiliki tugas untuk dapat melayani, memperhatikan,
menguntungkan semua lapisan warga yang ada di dalamnya. Strategi pembangunan yang
berpusat pada rakyat memiliki tujuan (Harry, 2000) untuk memperbaiki kualitas
hidup rakyat berkaitan dengan aspirasi individu dan kolektif, dalam tradisi
budaya- perilaku kebiasaan yang berlaku. Sehingga kota perlu mengembangkan
program yang tanggap kebutuhan sosial, termasuk dalam hal melakukan penataan
kawasan kumuh.
Penataan kawasan kumuh di kawasan perkotaan memiliki
beberapa kendala, salah satunya adalah terkait pemahaman standar permukiman
yang layak. Selain itu faktor fungsional permukiman juga terkait dengan dimensi
sosial, ekonomi, budaya, teknologi, ekologi bahkan politik (Suprijanto, 2004).
Permasalahan terkait aspek sosial yang berhasil diidentifikasi Balai Litbang
Sosial Ekonomi Bidang Permukiman (Tim Peneliti, 2010) adalah terkait dengan:
belum optimalnya peran, kapasitas institusi dan pengelolaan dari pemerintah
(kota) serta masyarakat terkait program penataan kawasan kumuh. Komunikasi pemerintah (kota) -
masyarakat belum terlembaga dengan baik struktur dan fungsinya. Belum jelasnya
konsep dan strategi implementasi program dari masing-masing dinas dan swasta
terkait penataan kawasan kumuh.
Kondisi ideal yang diharapkan dari sebuah upaya
peningkatan kemampuan sosial pada wilayaha kumuh perkotaan adalah ditemukannya
kesiapan untuk berubah, adanya lahan yang dapat ditata dan meningkatnya peran
dari masyarakat.
Tujuan penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengukur dan mengidentifikasi
faktor-faktor yang dapat menguatkan kemampuan sosial, baik bagi pemerintah
maupun masyarakat pada penataan kawasan kumuh perkotaan dengan mengambil studi
kasus di kelurahan Cigugur Tengah kota Cimahi.
Metodologi
Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan
metode Participatory Research Appraisal
(PRA). Metode penelitian ini digunakan untuk memastikan keterlibatan aktif dari
masyarakat yang menjadi kelompok sarasan. Penelitian PRA (Handayani, 2009) menempatkan
masyarakat yang menjadi kelompok sasaran sebagai ‘subjek’ dalam proses
kegiatan, dan bukan sebagai ‘objek’. Dalam PRA, peneliti adalah pihak yang terlibat
aktif di dalam program kegiatan. Pelaksanaan kegiatan penelitian dilakukan
dengan menyusun rencana, instrumen/indikator, melakukan pengumpulan data, pengolahan,
analisis dan menyusun laporan bersama kelompok sasaran.
Penelitian di lakukan di Kelurahan Cigugur Tengah Kota
Cimahi yang merupakan kawasan strategis di lingkungan industri dan pedagangan di
Kota Cimahi. Terdapat juga kawasan perdagangan di Jalan Leuwigajah dan Jalan
Cimindi yang membatasi wilayah Cigugur Tengah. Luas wilayah Cigugur Tengah adalah
235 hektar, yang penuh dengan bangunan, dengan jarak antar bangunan sebagian
besar sempit. Subyek penelitian
adalah masyarakat di RW 05, meliputi seluruh RT (1-9) yang ada di dalam RW
tersebut.
Gambaran Lokasi Penelitian
Jumlah penduduk Kota Cimahi,
tahun 2010 607,514 jiwa. 18% atau kurang lebih 80 ribu jiwa adalah penduduk Pra
Keluarga Sejahtera (pra KS). Tingkat pertumbuhan rata-rata penduduk Kota Cimahi
adalah %/tahun. Kepadatan penduduk
rata-rata tahun 2011 adalah 151 jiwa/ha. Wilayah kelurahan Cigugur Tengah (235
jiwa/ha) di Kota Cimahi merupakan wilayah terpadat ketiga setelah Cibereum (267 jiwa/ha) dan
Melong 240 (jiwa/ha). Gambaran kondisi sosial penduduk di RW 05 dan
kepadatannya dapat diperhatikan pada tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Jumlah Penduduk dan
Asalnya di Kawasan RW.05 Kelurahan Cigugur Tengah
Tabel 2. Kepadatan Penduduk RW. 05 Kel. Cigugur
Tengah
Penggunaan lahan di RW. 05 didominasi permukiman, dengan
luas 4.6623 ha, status kepemilikan tanah dapat diperhatikan pada tabel 3.
Tabel 3. Kepadatan Penduduk RW. 05 Kel. Cigugur
Tengah
Kajian Pustaka
Peningkatan rata-rata penduduk perkotaan pertahun (Andini,
2013) adalah sebesar 3,45% berdasarkan laporan Divisi Kependudukan Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB (2006). Pada tahun 2001, UN-Habitat menghitung perkiraan
proporsi penduduk Indonesia yang tinggal di daerah padat kumuh, yaitu sebesar
23%, (sekitar 21 juta jiwa) dari seluruh penduduk yang tinggal di wilayah
perkotaan.
Daerah kumuh adalah daerah di mana rumah dan kondisi
hunian masyarakat di daerah tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
prasarana yang tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar
kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air
bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka,
serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih Sri, 2007 dalam Andini,
2013).
Penyediaan perumahan dan
permukiman, harus dapat menjawab beberapa kebutuhan sesuai dengan standar
kelayakan tinggal (Depkes RI, 2005 dalam www.Indonesia-publichealth.com),
yaitu dapat memenuhi kebutuhan fisiologis (pencahayaan, penghawaan, ruang gerak
yang cukup dan terhindar dari gangguan kebisingan), kebutuhan psikologis (privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antara anggota keluarga), memenuhi persyaratan pencegahan penularan
penyakit (penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga,
bebas vektor penyakit, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran) dan memenuhi
persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, (garis sepadan jalan, konstruksi
yang kuat, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung menimbulkan kecelakaan
bagi penghuninya). Penyediaan permukiman dilakukan dengan melaksanakan program
pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan terkait penataan wilayah,
menurut Utomo, 2003 (dalam Widigdo) mempunyai tiga dimensi, yaitu: Ekonomi, terkait
ekonomi lokal, lapangan kerja, peningkatan pendapatan rakyat, pasar yang adil
dan fair. Sosial, politis dan budaya, terkait konsep berbasis komunitas, yaitu pembangunan
adil sosial, demokratis terbuka, otonomi daerah dan lokal, peka keragaman
budaya, peran serta dan pemberdayaan penduduk lokal. Lingkungan, terkait
perencanaan lingkungan, yaitu hemat sumber daya, teknologi tepat guna dan
mengurangi limbah, memperhitungkan daya dukung lingkungan, konservasi dan
preservasi alam.
Tumbuhnya pusat-pusat perdagangan dan permukiman (Basri
dkk, 2010) mendorong masyarakat dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan, mengakibatkan
tekanan terhadap daya dukung lingkungan, sehingga lingkungan cenderung menjadi
kumuh. Penanganan yang dapat dilakukan adalah dengan mensinkronkan
kebijaksanaan Pemerintah Kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
kehidupan masyarakat. Masyarakat disini dapat didefinisikan sebagai konsumen
akhir dari pasar perumahan.
Menurut Tjuk Kuswartojo (Tanuwidjaja, 2009), seharusnya
tahapan yang harus ditempuh dalam pembangunan perumahan itu didasarkan kepada
analisa terhadap kebutuhan perumahan dan demografi yang ada. Kemudian
dituangkan dalam kebijakan perumahan dan instrumen penerapannya agar sesuai
sasaran. Sehingga, dengan kata lain harus muncul pemberdayaan masyarakat dalam
penyediaan perumahan dan permukiman.
Tujuan pemberdayaan adalah untuk memperkuat kemampuan
khususnya bagi kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena
kondisi internal, maupun kondisi eksternal (Edi Suharto, 2005 dalam Andini,
2013). Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan
harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu
untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan
kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Analisis
Analisis yang dilakukan dengan mencari nilai-nilai penting
terkait fenomena sosial, dalam pelaksanaan kegiatan dibagi menjadi tiga fase
yaitu: fase persiapan partisipasi masyarakat, fase perancangan
program dan fase partisipasi masyarakat. Masing –masing fase dapat dijelaskan
sebagai berikut.
Fase Persiapan Partisipasi Masyarakat
Pada
fase persiapan,
dilakukan perencanaan untuk melibatkan warga dalam
pengumpulan data dan identifikasi masalah setelah berkoordinasi dengan Pemerintah
Kota Cimahi serta
melakukan kunjungan lapangan. Kegiatan ini mendapatkan temuan
terkait kondisi psikologis warga yang trauma terhadap program konsolidasi lahan
dan rumah susun, perlu adanya keterlibatan tokoh warga untuk menjamin
keberhasilan program, adanya perbedaan definisi kumuh antara pemerintah kota
dengan warga. Langkah ini dilanjutkan dengan merencanakan adanya kegiatan “pemetaan
swadaya”. Pemetaan swadaya dikenal di Direktorat Jenderal Cipta
Karya sebagai Survey Kampung Sendiri.
Sosialisasi pemetaan swadaya, dilakukan serial mulai dari
tingkat kelurahan (Cigugur Tengah), tingkat RW (05), tingkat RT (1-9) termasuk
tokoh masyarakat. Sosialisasi dibantu tenaga fasilitator yang mengenal budaya
dan perilaku setempat.
Pemetaan swadaya dilakukan dengan membentuk Tim Pendamping
Masyarakat (TPM) yang dilakukan warga masyarakat dalam forum
rembug warga. Metode ini digunakan untuk memastikan kepercayaan warga
akan program dan pelaksananya. Hasilnya adalah bahwa TPM beranggotakan para Ketua RT
di RW 05 Cigugur Tengah. TPM bertugas menggali
informasi, potensi dan permasalahan di lingkungan. TPM kemudian dibekali materi teknis pelaksanaan pemetaan swadaya oleh Tim Peneliti.
Proses
pengumpulan data
dilakukan dengan penyebaran
kuesioner, wawancara dan diskusi, dan memetakan kondisi lingkungan serta
permasalahan yang
dihadapi. Data yang dikumpulkan terkait identifikasi jumlah Kepala Keluarga,
kondisi prasarana dan sarana permukiman, kondisi sumber daya
manusia, potensi ekonomi dan sumber daya alam.
Data
yang terkumpul kemudian diolah
dalam diskusi kelompok terarah (focus
group discussion/FGD). Dalam FGD pertama ditemukan hasil terkait kondisi rumah yang kurang
memenuhi standar kesehatan,
keselamatan, dan kenyamanan. FGD kedua memiliki agenda penentuan
prioritas tindak lanjut penanganan masalah yang dituangkan dalam Rancangan Program RW 5. Beberapa kebutuhan yang terungkap terkait: penanganan limbah cair rumah tangga dan
limbah padat, rencana program penanganan sampah, perbaikan saluran drainase,
penambahan sumber air bersih, perbaikan jalan lingkungan, penghijauan, dan
penataan permukiman/bangunan. FGD ketiga dilakukan dengan melibatkan beberapa instansi
pemerintah yang diperkirakan memiliki jawaban permasalahan yang sudah
dirumuskan pada FGD kedua.
Fase Perancangan Program
Perancangan
program dilakukan dengan menginisiasi pembentukan Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) yang beranggotakan pegawai dari instansi terkait pada Pemerintah Kota Cimahi untuk
melaksanakan program di Cigugur Tengah. Pembentukan Pokjanal dilanjutkan
dengan rembug warga di setiap
wilayah RT. Dalam rembug
warga disampaikan rencana
pemberian stimulan yang
harus dikelola oleh kelompok
usaha. Rembug warga berikutnya dilakukan untuk membentuk Kelompok Usaha Warga Ciputri Cimahi (KUWACI) pada 9 RT.
Setelah Pokjanal dan KUWACI terbentuk, Tim Peneliti melaksanakan FGD (KUWACI) untuk
memperkenalkan penyusunan
proposal dan pengelolaan keuangan kelompok. Dalam FGD juga ditentukan
prioritas program yaitu
perbaikan drainase dan jalan lingkungan. Sebagai pendukung program, disiapkan peta swadaya drainase
dan jalan lingkungan dengan bimbingan dari Pokjanal. FGD (Pokjanal) kemudian
dilakukan untuk mendiskusikan Rancangan Program Pokjanal 2010 yang akan
dilaksanakan di wilayah Cigugur Tengah. Hal ini perlu dilakukan supaya terjadi keterpaduan program antara setiap
instansi. FGD
berikutnya dilakukan dengan tujuan untuk mensinkronisasi kebutuhan KUWACI
dengan program Pokjanal. Dalam FGD ini ditemukan cara kompetisi untuk penerapan
insentif kelompok.
Fase Implementasi
Pada tahun 2010 kegiatan memasuki
fase implementasi program. Program kegiatan yang dilaksanakan terkait dengan perbaikan saluran drainase dan jalan lingkungan. Aspek fisik program dilakukan bersamaan dengan meningkatkan
kapasitas kelembagaan
masyarakat (KUWACI). Materi peningkatan kapasitas terkait: penyusunan program kelompok, simulasi
penyusunan proposal, dan simulasi pengelolaan dana kelompok. Selain itu juga
disiapkan dana stimulan Rp 3 juta per kelompok.
Kegiatan dengan melibatkan
keterpaduan unsur pemerintah dan komunitas warga memunculkan hasil kesimpulan
terkait dengan perlunya sinkronisasi dan integrasi program instansi Pemerintah (Pusat dan
Daarah), evaluasi kinerja kelompok dan penentuan prioritas program di masyarakat.
Model
Penguatan Sosial
Penguatan sosial dilakukan untuk dapat mencapai
keterpaduan dan keberlanjutan peran dan kapasitas pemangku kepentingan yang
terlibat dalam penataan kawasan kumuh perkotaan. Keterpaduan dan keberlanjutan
dilakukan dengan mengintegrasikan program dan mensinergikan kinerja antar
pemangku peran.
Peningkatan peran dan kapasitas masyarakat dilakukan
melalui kegiatan disemua fase: Persiapan (pelaksanaan SKS, Analisis hasil SKS,
dan penyusunan usulan prioritas program), Perancangan Program (Sinkronisasi program
masyarakat dengan program Dinas/Badan di lingkungan Pemerintah Kota Cimahi, dan
Implementasi program (mendukung dan melaksanakan program terpadu). Peran
masyarakat dalam implementasi program, yaitu dengan partisipasi sebagian
masyarakat merelakan tanahnya untuk pembangunan prasarana umum (drainase dan
jalan lingkungan).
Peningkatan peran dan kapasitas Pemerintah Daerah dilakukan
dengan: Pembentukan Kelompok Kerja Operasional (pokjanal), yang membuktikan
komitmen Pemerintah Kota Cimahi untuk pengelolaan program penataan kawasan
kumuh. Forum koordinasi antara Pokjanal dengan masyarakat yang dilaksanakan dalam
Focus Group Discussion (FGD), dengan agenda membahas tentang penanganan
permasalahan dan pengembanngan potensi kawasan. Program kerjasama antara Pemerintah
Kota Cimahi yang terdiri dari institusi Dinas dan Badang dengan komunitas
masyarakat, yang bertujuan untuk menata kawasan kumuh dapat diperhatikan pada
tabel 4.
Tabel 4. Capaian Program Pemerintah (Sumber: Bappeda Kota
Cimahi, 2010)
Penguatan sosial masyarakat dalam penataan kawasan kumuh dapat
ditempuh melalui pembentukan dan perkuatan kelembagaan yang ada di masyarakat.
Dalam kasus kegiatan ini diwujudkan dalam pembentukan KUWACI disetiap RT.
KUWACI dimaksudkan sebagai embrio bagi terwujudnya Kelompok Pengelola Kawasan
tingkat RT.
Penguatan KUWACI dilakukan melalui pembekalan materi dan
simulasi dalam FGD. Materi yang disampaikan terkait: Tata Cara Penyusunan
Program, Simulasi Penyusunan Proposal dan Simulasi Pengelolaan Dana Kelompok. Disiapkan
pula Dana Stimulan sebagai sarana praktek pembelajaran pengelolaan dana
kelompok. Hal ini perlu untuk dilakukan, sebagai usaha mewujudkan kelompok
masyarakat yang akuntabel, transparan, dan dipercaya oleh lembaga keuangan,
sehingga dapat mengakses sumber pembiayaan pemerintah atau swasta yang ada.
Evaluasi dilakukan kepada pengelolaan dana stimuan pada KUWACI dengan hasil
pada tabel 5 dan 6.
Rangking
|
KUWACI
|
Keterangan
|
1
|
Kuwaci 01
|
Informasi
Riil & Adm Sistematis
|
2
|
Kuwaci 05
|
Adm
Sitematis, belum sepenuhnya terbuka
|
3
|
Kuwaci 03
|
Pemanfaatan
pada kegiatan pinjaman social
|
4
|
Kuwaci 06
|
Perguliran
lancar tetapi masih seputar keluarga pengurus
|
5
|
Kuwaci 08
|
Bergulir
tetapi adm pinjaman belumm tertata
|
6
|
Kuwaci 02
|
Jujur,
menerapkan sanksi tegas pada peminjam yang macet
|
7
|
Kuwaci 09
|
Bergulir
tapi tidak focus pada bidang usaha bsar pinjaman yang digulirkan sedikit
rata2 100rb/kk
|
8
|
Kuwaci 07
|
Adanya
pergantian RT manajemen belum rapi
|
9
|
Kuwaci 04
|
Tidak ada
Data
|
Tabel 5. Urutan dan keterangan KUWACI (sumber: tim
peneliti, 2010)
Kuwaci
|
Stimulan awal
(yg digulirkan)
|
Anggota peminjam awal
|
Anggota perguliran
|
Jumlah s/d maret
|
aset yg digulirkan
|
kas
|
Rata-rata pinjaman
|
Ranking
|
01
|
3,000,000
|
10
|
5
|
15
|
3,060,000
|
315,000
|
300,000
|
1
|
02
|
3,000,000
|
10
|
0
|
10
|
3,715,000
|
36,000
|
300,000
|
6
|
03
|
3,000,000
|
10
|
2
|
12
|
3,399,000
|
1,199,000
|
300,000
|
3
|
04
|
3,000,000
|
10
|
0
|
10
|
3,000,000
|
-
|
300,000
|
9
|
05
|
3,000,000
|
10
|
10
|
20
|
3,000,000
|
240,000
|
300,000
|
2
|
06
|
3,000,000
|
10
|
3
|
13
|
3,000,000
|
12,000
|
300,000
|
4
|
07
|
3,000,000
|
10
|
0
|
10
|
3,000,000
|
120,000
|
300,000
|
7
|
08
|
3,000,000
|
10
|
5
|
15
|
3,000,000
|
67,000
|
300,000
|
5
|
09
|
2,500,000
|
10
|
12
|
22
|
3,500,000
|
500,000
|
200,000
|
8
|
Jumlah
|
26,500,000
|
90
|
37
|
127
|
28,674,000
|
2,489,000
|
|
|
Tabel 6. Tahapan dan capaian Kuwaci Oktober 2009 - Maret
2010 (tim peneliti, 2010)
Sinergitas kinerja dan integrasi program yang dilakukan, terbukti
dapat meningkatkan efektivitas program kerja pemerintah daerah, terkait penataan
kawasan dan mengembangkan kapasitas kemitraan pemerintah daerah dan masyarakat,
dalam penanganan kawasan kumuh. Penguatan sosial diperlukan dengan tujuan akhir
untuk menyiapkan masyarakat kearah perubahan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.
Adanya partisipasi masyarakat berupa kontribusi lahan untuk investasi infrastruktur
dan peningkatan peran masyarakat dalam proses penataan daerah kumuh. Dalam
proses mencapai tujuan ini dapat muncul dinamika masyarakat mulai dari adanya penolakan,
pencarian informasi sampai munculnya komitmen.
Tiga aspek utama terkait penataan wilayah yaitu institusi,
infrastruktur dan intervensi selektif dipandu oleh manajemen perubahan nyata
dalam kasus penataan kawasan kumuh di Cigugur Tengah kota Cimahi. Variabel tersebut
perlu ditambah dengan pengelolaan komunikasi, terkait dengan metode, waktu,
agenda, tempat dan hal lain dalam komunikasi.
Input yang diperlukan untuk keberhasilan penguatan sosial pada
penataan kawasan kumuh paling tidak terdiri dari empat hal, yaitu penggalian
potensi masyarakat, sinkronisasi program pemerintah, pengembangan potensi
kawasan, dan aplikasi kebijakan dan peraturan. Dinamika penguatan sosial dapat
diperhatikan pada tabel 6.
Potensi masyarakat
|
Program pemerintah
|
Potensi kawasan
|
Kebijakan&peraturan
|
institusi
|
peningkatn kapasitas
|
komunikasi
|
intervensi
|
Kesiapan berubah
|
Pengadaan lahan
|
Peningkatan peran masyarakat
|
INPUT
PROSES
OUTPUT
Tabel 6. Alur proses penguatan sosial (sumber: tim
peneliti, 2010)
Kawasan Kumuh Perkotaan sebagaimana kawasan lainnya di
perkotaan, harus dapat mengakomodasi prinsip sinergi kerja antara pemerintah, komunitas,
profesional, dan pengguna layanan. Hal ini diperlukan untuk pengambilan keputusan,
perancangan dan implementasi program bagi peningkatan aspek sosial dengan
menggunakan sumber daya, komitmen dan keahlian yang ada. Penguatan sosial pada
kawasan kumuh perkotaan dilakukan dengan mengumpulkan dan mengolah data untuk
pelaksanaan kegiatan. Kegiatan diawali dengan membuat daftar kebutuhan data,
dilanjutkan dengan melakukan pengumpulan data (misal dengan pemetaan swadaya),
penggunaan data, dan pengembangan sistem informasi.
Rancangan kegiatan seperti terlihat dalam tabel 7, menunjukan
peran governansi, yaitu pengelolaan wewenang dalam mengatur kehidupan publik
dari pihak pemerintah dan masyarakat, berperan penting dalam aspek
sosial-ekonomi. Sebagai upaya mengantisipasi karakter dan profil
psikodemografis daerah kumuh yang beragam, pola governansi dilakukan untuk
menjamin peningkatan kualitas sosial. Masyarakat perlu dengan jelas melihat
nilai tambah yang ditawarkan dan bagaimana nilai tambah ini sampai ke mereka.
Kegiatan penataan kawasan kumuh harus dapat memastikan bagaimana nilai tambah
ini diciptakan, terutama oleh aktivitas utama masyarakat bersama-sama mitra
kerja.
Tabel 7. Aktifitas Penguatan Sosial pada Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan
(sumber: tim peneliti, 2010)
Kesimpulan
Peningkatan kapasitas governansi pemerintah dapat dilakukan
dengan mendorong Pimpinan Daerah, memberikan komitmen untuk menetapkan Kawasan
Prioritas dalam peningkatan kualitas sosial wilayah. Membentuk unit kerja
Pengelola Kawasan yang memiliki tugas meningkatkan kualitas sosial pada
penataan kawasan kumuh.
Peningkatan kapasitas governansi komunitas masyarakat
dapat dilakukan dengan pemberian komitmen warga, terlibat aktif dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi, pemeliharaan, pengawasan dan
kontribusi peningkatan kualitas sosial ekonomi pada penataan kawasan kumuh
prioritas.
Sinergitas kerja pemerintah dan masyarakat dapat
diwujudkan dalam kerangka kemitraan, yaitu kerjasama operasional berbasis
lokasi atau kerjasama berbasis sumber luar/ out
source. Pembiayaan kegiatan dapat berbentuk uang tunai maupun natura lain,
yang komposisinya mempertimbangkan efektifitas tujuan program.
Daftar Pustaka
Andini, Ike, 2013, Sikap dan Peran Pemerintah Kota Surabaya
terhadap Perbaikan Daerah Kumuh di Kelurahan Tanah Kalikedinding Kota Surabaya,
Kebijakan dan Manajemen Publik, Volume 1, Nomor 1, Januari 2013
Basri, Hasyim dan
Ispurwono, dan Soemardiono, 2010, Model
Penanganan Permukiman Kumuh, Studi Kasus Permukiman Kumuh Kelurahan Pontap
Kecamatan Wara Timur Kota Palopo, Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam
Pembangunan Kota 2010
Suprijanto, Iwan, 2004, Reformasi Kebijakan & Strategi Penyelenggaraan Perumahan &
Permukiman, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 2, Desember 2004: 161 –
170, Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan -
Universitas Kristen Petra.
Tim Peneliti, 2010,
Peningkatan Kualitas Sosial dan Ekonomi
Dalam Rangka Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan, Balai Litbang Sosial Ekonomi
Bidang Permukiman. Yogyakarta
Tim Peneliti, 2008,
Laporan Penelitian Pengembangan Model Pendampingan Masyarakat dalam Peremajaan
Kawasan Kumuh Perkotaan, Balai Litbang Sosial Ekonomi, Yogyakarta
Handayani, Sri,
2009, Penerapan Metode Penelitian
Participatory Research Apraisal dalam Penelitian Permukiman Vernakular
(Permukiman Kampung Kota), Proceeding
Seminar Nasional Penelitian Arsitektur – Metoda dan Penerapannya Seri 2 UNDIP
Semarang
Harry Hikmat,
(2000), Andalsos : Pascasarjana Manajemen
Pembangunan Sosial, Analisis Dampak Lingkungan Sosial : Strategi Menuju
Pembangunan Berpusat Pada Rakyat (People Centred Development), UI, Jakarta
Hermanto, E, 2011, Permasalahan Lingkungan di Permukiman Kumuh
Kota Medan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Belawan), Semai Teknologi, Volume
5, Nomor 1, Juni 2011
Heston, Yudha,
2011, Peran Aspek Sosial Ekonomi dalam
Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan, Buletin Cipta Karya - 08/Tahun IX/Agustus
2011
Tanuwidjaja,
Gunawan, Mustakim, Hidayat, Maman, Sudarman, Agus, 2009, Integrasi Kebijakan
Perencanaan dan Desain Rumah Susun yang Berkelanjutan, dalam Konteks
Pembangunan Kota yang Berkelanjutan In: Seminar Nasional 2009 oleh Univ.Kristen
Maranatha, 15 Agustus 2009, Bandung.
Widigdo, Wanda dan
Hartono, Samuel, Bantaran Kali Jagir,
Surabaya sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). http://fportfolio.petra.ac.id/
1 komentar:
I read this paragraph completely concerning the resemblance of most recent and preceding technologies, it's remarkable article.
Posting Komentar