Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang
Permukiman
Jl. Laksda Adisucipto No.165 Yogyakarta. Telp/fax (0274)
555205/546978
Email: pracastino@yahoo.com
Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Respati Yogyakarta
(UNRIYO)
Jl. Laksda Adisucipto Km 6,3 Depok Sleman, Yogyakarta.
Telp (0274) 489780
Email: irha011185@yahoo.com
Abstraksi
Pertumbuhan
penduduk sebesar
1,8% per tahun menyebabkan perlunya penyediaan akses layanan
sanitasi kepada hampir 30 juta orang hingga tahun 2015 atau 6 juta orang per tahun. Akibat
sanitasi yang buruk, sebuah keluarga di Indonesia bisa kehilangan rata-rata
1,25 juta Rupiah setiap bulannya. Sektor sanitasi bagi
pemerintah seringkali dianggap sebagai bukan prioritas pembangunan sehingga
sering terabaikan dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya Salah satu upaya untuk
mempermudah para pengambil keputusan dalam mengatasi masalah tersebut,
diperlukan pengembangan metode yang dapat membantu perencanaan pembangunan
sanitasi yang cepat dan berkelanjutan melalui pengembangan penilaian cepat. Penelitian
dilakukan dengan metode grounded theory dengan studi kasus. Proses penelusuran
indikator dengan membuat daftar dilakukan dengan membandingkan data primer dan
sekunder. Data tersebut adalah penjelasan indikator fenomena yang diobservasi
terhadap pengukuran layanan sanitasi. Pengelompokan indikator akhirnya
menghasilkan jumlah 40 buah. 40 indikator tersebut dikategorisasi ke dalam 18
sub variabel dan kemudian dikelompokkan kembali ke dalam 5 variabel pengukuran
kualitas layanan sanitasi.
Kata kunci : layanan,
sanitasi,
penilaian
abstract
Population growth of 1.8% per year led to the need
for the provision of sanitation services access to nearly 30 million people by
2015 or 6 million people per year. Due to poor sanitation, a family in
Indonesia could lose an average of 1.25 million rupiah per month. Sanitation
for the government sector is often regarded as not a priority of development so
often neglected in comparison with other sectors One effort to facilitate
decision-makers to overcome these problems, the development of methods that can
help rapid development planning and sustainable sanitation through the
development of rapid assessment. The study was conducted with grounded theory
method with a case study. Search process by making a list of indicators is done
by comparing the primary and secondary data. The data is the explanation of the
observed phenomena indicator measurement sanitation services. Grouping
indicator number 40 eventually produce fruit. 40 indicators were categorized
into 18 sub-variables and then regrouped into 5 variables measuring the quality
of sanitation services.
Keywords: services, sanitation, assessment
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak tahun 1993, Indonesia telah
menunjukkan peningkatan dua kali lipat prosentase rumah tangga dengan fasilitas
sanitasi yang lebih baik, namun masih diperlukan pencapaian tambahan 26 juta
orang dengan sanitasi yang lebih baik untuk mencapai target MDGs pada tahun
2015. Data RISKESDAS 2010 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, kira-kira 116
juta orang masih kekurangan sanitasi yang memadai (UNICEF, 2012). Trend
pertumbuhan sebesar 1,8% / tahun saat ini menyebabkan perlunya penyediaan akses
layanan sanitasi kepada hampir 30 juta orang hingga tahun 2015 (6 juta orang
per tahun). Kondisi ini ditambah dengan 70 juta orang belum menggunakan
fasilitas Buang Air Besar. Berkaitan dengan hal tersebut pemeliharaan dan
peningkatan kualitas melalui septage
management dengan pemeliharaan septic tank dan IPLT dengan cakupan sewerage system nasional lebih dari 2%.
Selain itu, perlu menghilangkan genangan pada pemukiman dan pusat kegiatan
ekonomi di perkotaan untuk meminimalkan risiko kesehatan akibat genangan air
atau banjir agar tidak menganggu kegiatan ekonomi. Upaya-upaya tersebut juga
didukung dalam Pembangunan Sanitasi PPSP 2010-2014, yaitu melalui pengembangan
pelayanan air limbah melalui sistem sewerage
di 16 kota dan sistem setempat serta komunal di 226 kota dengan proporsi
penggunaan 10% sistem off-site (5% komunal dan 5% sewerage system) dan 90% sistem on-site. Pengelolaan persampahan
dengan penerapan praktik 3R secara nasional juga penting dilaksanakan dengan
harapan tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% RT di daerah
perkotaan melalui peningkatan sistem TPA sampah menjadi sanitary landfill untuk
melayani 240 kawasan perkotaan di Indonesia. Pengurangan genangan air di 100
kawasan strategis perkotaan seluas 22.500 Ha) juga diharapkan dapat menangani
permasalahan menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan
strategis perkotaan Indonesia.
Sebuah studi menggambarkan bahwa akibat
sanitasi yang buruk, sebuah keluarga di Indonesia bisa kehilangan rata-rata
1,25 juta Rupiah setiap bulannya. Apabila kondisi kemiskinan ditambah dengan
sanitasi yang buruk dan diperparah dengan kultur dan sosial budaya tidak sehat,
maka akan banyak dijumpai angka kesakitan dan balita yang kekurangan gizi.
Dapat dipastikan keluarga miskin di Indonesia sulit melepaskan diri dari
lingkaran kemiskinannya. Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air
minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat
diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita
diare berkontribusi terhadap masalah
gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat mencapai potensi maksimal
mereka. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas
sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan
datang. Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak
berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai
penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25
persen kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada
anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum
tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga
yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66
persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai
atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet
pribadi dan septik tank.
Sektor
sanitasi bagi pemerintah seringkali dianggap sebagai bukan prioritas
pembangunan sehingga sering terabaikan dibandingkan dengan sektor-sektor
lainnya. Seiring dengan tuntutan peningkatan standar kualitas hidup masyarakat,
makin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan terbatasnya daya dukungan
lingkungan terhadap dinamika yang berkembang, menjadikan sektor sanitasi
menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan dan diprioritaskan
melalui sebuah proses perencanaan pembangunan sanitasi yang terpadu, sesuai sasaran dan kebutuhan serta
berkelanjutan. Proses perencanaan yang dilakukan
harus mendapatkan suatu keputusan yang
efektif dan efisien dalam merespon masalah sanitasi, sehingga mutlak ditopang
oleh informasi yang didapat oleh pihak pengambil keputusan. Jika
informasi tidak benar, bisa dipastikan keputusan akan salah
dan intervensi yang dilakukan juga tidak tepat (tidak efektif), juga sangat dimungkinkan menghambur-hamburkan sumberdaya dan
sumberdana (tidak efisien). Selain kebenaran dan
ketepatan, informasi harus up to date. Pengambil keputusan harus menggunakan informasi terbaru dan real-time.
Salah satu upaya untuk mempermudah para pengambil keputusan dalam mengatasi masalah
tersebut, diperlukan pengembangan metode yang dapat membantu perencanaan pembangunan sanitasi yang cepat dan berkelanjutan melalui pengembangan penilaian cepat (Rapid Assesment) untuk memotret kondisi sanitasi yang
berkelanjutan pada suatu wilayah dengan memaksimalkan penggunaan seluruh data
yang di miliki oleh para sector kunci bidang sanitasi melalui interpretasi data
hasil pengukuran, agar mereka (Pemerintah Daerah, perencana,
masyarakat, sektor swasta dan organisasi donor) dapat dengan cepat memutuskan
dan mengambil kebijakan serta merancang program yang paling memungkinkan untuk
diterapkan di suatu daerah.
B.
Permasalahan atau Rumusan Masalah
Metode penilaian
sanitasi lebih mengedepankan penggunaan aspek fisik seperti yang telah
digunakan oleh WHO – UNICEF, MDGs, Sustainable Sanitation Alliance, WASHcost,
Negara Ghana, Negara Laos, Negara India, Negara Mozambik, dan lain lain. Aspek
fisik perlu dilengkapi dengan penilaian dari aspek non fisik untuk menjamin
keberlanjutan layanan sanitasi. Sehingga pertanyaan penelitian ini adalah variabel
apa saja yang termasuk dalam bagian aspek non fisik layanan sanitasi?
C.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari
penelitian ini adalah mendapatkan variabel dan indikator pengukuran yang tepat
dan cepat untuk layanan sanitasi di suatu wilayah.
Manfaat dari penelitian ini
adalah untuk dapat memberikan peta ukuran layanan sanitasi, memunculkan
program-program kegiatan, dan sebagai peringatan dini kondisi sanitasi di suatu
wilayah.
D. Tinjauan Pustaka
Sanitasi Berkelanjutan
Konsep pembangunan
berkelanjutan menempatkan pembangunan dalam perspektif jangka panjang. Secara
implisit mengandung arti memanfaatkan keberhasilan pembangunan sebesar-besarnya
dengan tetap memelihara kualitas sumber daya alam. Oleh sebab itu, pembangunan
berkelanjutan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa
mengurangi kemungkinan bagi generasi masa depan untuk meningkatkan
kesejahteraannya.
Gambar
diatas menggambarkan paradigma pembangunan berkelanjutan berkaitan dengan tiga
pilar pembangunan berkelanjutan yang terbagi dalam sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan harus dapat terintegrasi dan terkoordinasi
dalam pelaksanaannya. Pembangunan dilaksanakan dengan tujuan untuk
kesejahteraan manusia (termasuk di dalamnya pembangunan bidang ekonomi) dan kelestarian
lingkungan hidup. Purba ed., (2005:17).
Penyakit berbasis
lingkungan adalah
suatu kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh
yang disebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang
memiliki potensi penyakit. Faktor yang menunjang munculnya penyakit
berbasis lingkungan antara lain ketersediaan dan akses terhadap air yang aman,
akses sanitasi dasar yang layak, vektor penyakit, dan perilaku masyarakat. Dalam upaya
pengendalian penyakit berbasis lingkungan, maka perlu diketahui perjalanan
penyakit atau pathogenesis penyakit tersebut, sehingga dapat dilakukan
intervensi secara cepat dan tepat (Ahmadi, 2005).
Pengelolaan air limbah yang buruk dapat memberikan
gangguan terhadap kehidupan Biotik, dengan banyaknya zat pencemar yang ada di
dalam air limbah, maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut
di dalam air limbah. Dengan demikian akan mengganggu perkembangan kehidupan,
selain kekurangan oksigen, kondisi dapat juga dipengaruhi oleh adanya zat
beracun dalam limbah. Kondisi
lingkungan dasar yang mempengaruhi kesejahteraan manusia mencakup pasokan air
yang bersih dan aman, pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang
efisien, perlindungan makanan dari kontaminasi biologis dan kimia, udara yang
bersih dan aman, serta rumah yang bersih dan aman.
Penggunaan teknologi
dalam pelayanan sanitasi, sangat dipengaruhi oleh kemampuan pengguna dalam
mengadakan dan memelihara keberlanjutan pelayanannya. Selain itu kondisi
karakteristik geografis dan sosial juga berperan penting dalam budaya
masyarakat Indonesia yang cenderung memiliki kekuatan sosial tinggi.
Tantangan lingkungan
fisik terkait dengan pelayanan sanitasi terkait dengan: Variasi taraf muka air permukaan musiman,
dasar/muka tanah yang lunak & tidak stabil, muka air tanah tinggi, erosi,
penurunan tanah, udara yang bersifat korosif, keterbatasan lahan, banjir, pola
permukiman tidak teratur & kumuh, serta jalan akses yang tidak memadai.
Penghematan biaya
kesehatan adalah kontributor terbesar untuk manfaat ekonomi di pedesaan.
Teknologi sederhana seperti jamban cemplung bisa sangat ekonomis yaitu
menghasilkan manfaat besar dengan biaya per unit yang rendah. Sedangkan di
perkotaan akses rumah tangga pada fasilitas toilet lebih tinggi namun
kepemilikan tangki saptik dengan pengolahan limbah kebanyakan dengan kondisi
seadanya (atau bahkan tidak sama sekali).
Belakangan
koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat cukup
meningkat dengan terbentuknya kelompok kerja yang disebut Kelompok Kerja air Minum dan
Penyehatan Lingkungan
(AMPL) di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten untuk air bersih dan sanitasi
lingkungan, meski setelah masa
desentralisasi banyak pemerintah kabupaten terhambat oleh kurangnya keahlian di
sektor perairan dan kapasitas kelembagaan.
Untuk mencapai fungsi peran serta masyarakat aktif, maka
pembangunan dan pengelolaan perlu didasarkan pada prinsip pendekatan
partisipatif dalam semua aspek pembangunannya, yaitu sedapat mungkin ditetapkan
oleh masyarakat di tingkat bawah atau berbasis masyarakat.Menurut Kustiah
(dalam Sugiharto, 2005), dalam pembangunan masyarakat membentuk kelembagaan
pengelola yang terdiri dari fungsipengambil keputusan dan pembuat aturan,
fungsi pembinaan, serta pelaksanaan operasional dan pelayanan.
Rapid Assessment Pocedures
Informasi yang lengkap, akurat dan terkini dibutuhkan untuk perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan penilaian keberhasilan kegiatan atau program. Untuk
informasi seperti ini, dapat diolah dari data laporan kegiatan atau program
yang rutin, baik tribulan maupun tahunan, laporan penelitian atau hasil survei
seperti SUPAS, SUSENAS, SKRT, SDKI dan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Hanya
saja, data seperti itu pada umumnya mencerminkan banyak arti tetapi belum
menjawab mengapa dan bagaimana sehingga menggambarkan kondisi kabupaten/kota
yang sebenarnya atau evidence based.
Rapid Assessment
Prosedures (RAP) yang merupakan cara penelitian cepat dengan triangulasi
sumberdata dan tehnik puldat. Ada beberapa cara penelitian cepat yang
dikembangkan WHO untuk menjawab beberapa data yang perlu penjelasan ‘mengapa
dan bagaimana’. Cara penilaian yang digolongkan dalam penelitian kualitatif
tetapi dalam perkembangannya menjadi Rapid Assessment Prosedures yang luas dan menambahkan metode kuantitatif
dalam pentahapannya seperti Survai Cepat. Cara atau teknik yang cepat, relatif
murah tetapi tetap memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah untuk menjawab mengapa
dan bagaimana dari data yang ada. Beberapa cara tersebut adalah Rapid Assesment
(RA), Rapid Survey (Survei Cepat) dan Rapid Evaluation Method (REM) yang secara
prinsip berbeda tetapi pada dasarnya masing-masing dapat saling melengkapi.
Terminologi Sanitasi
Ditinjau dari Aspek Fisik
Menurut Potter et all (2011) dalam Assesing Sanitation, Tangga sanitasi berdasarkan beberapa kriteria
sebagai berikut:
·
Keberlanjutan dan keuntungan jangka panjang
(manfaat)
·
Keuntungan seketika (kualitas, kenyamanan,
keandalan)
·
Kebutuhan kapasitas untuk memenuhi dukungan
sisi ketersediaan
·
Operasi dan pemeliharaan
·
Kemungkinan peningkatan, waktu layanan,
kemungkinan penggantian
·
Efetifitas biaya (modal dan biaya sesaat dan
tipe material)
·
Aksesibilitas
Pembagian lain, menyebutkan urutan tingkat layanan yang disebut sebagai Tangga
Sanitasi Lao (Lahiri and Chantophone, 2000) adalah sebagai berikut.
1.
Sistem septik tank
2.
Jamban dengan gayung sentor
3.
Jamban dengan ventilasi layak
4.
Jamban tertutup
5.
Jamban kering konvensional
6.
Budaya tradisional
Joint Monitoring Programme (JMP, 2008) mengadopsi konsep
tangga dalam mengembangkan pengawasan kerangka global terkait capaian sektor
air dan sanitasi, dengan membagi dengan tegas terkait layak dan tidak layak (improved dan unimproved).
Tingkat
|
Parameter
|
Definsi
|
1
|
Layak
(improved)
|
memastikan
pemisahan higienis dari tinja manusia dan kontak fisik. Terdiri dari
fasilitas:
o
sentor/bilas pada:
§
Sistem drainase perpipaan
§
Tangki septik
§
Lubang jamban
o
Jamban layak dengan ventilasi
o
Lubang jamban dengan peninggian pada kaki
Pengolahan tinja
|
2
|
Fasilitas sanitasi bersama
|
Fasilitas
sanitasi dari dan dapat diterima yang digunakan bersama antara dua atau lebih
rumah tangga. Hanya fasilitas yang tidak digunakan bersama dinyatakan layak/ improved.
|
3
|
Fasilitas sanitasi
tidak layak
|
Fasilitas yang
tidak memastikan pemisahan higienis antara tinja dan kontak manusia.
Fasilitas yang tidak layak termasuk di dalamnya jamban tanpa perbedaan level.
Jamban apung, tong jamban.
|
4
|
Buang air besar di
ruang terbuka
|
Ketika tinja
manusia dibuang di ladang, hutan, semak, batang air, pantai atau ruang terbuka
lain, atau dibuang bersama dengan limbah padat lainnya.
|
Parameter layanan fisik sanitasi (potter et al, 2011)
sebagai berikut.
Tingkat
|
Parameter
|
Definisi
|
1
|
Improved
|
Semua anggota keluarga
memiliki kemudahan akses dan paling tidak memiliki satu fasilitas, yang aman,
bersih ada operasional dan pemeliharaan, dan tidak terdapat dampak lingkungan
yang bermasalah dan daur ulang pembuangan yang aman.
|
2
|
Basic
|
Semua anggota keluarga
memiliki akses yang diupayakan dan menggunakan dengan aman, bersih, pemeliharaan
yang kurang, dan tidak terdapat dampak lingkungan yang bermasalah atau
pembuangan lumpur yang aman.
|
3
|
Limited
|
Memiliki pembagian
pengguna dengan tinja, ada sedikit atau tidak ada pembersihan jamban, dan
terdapat peningkatan polusi lingkungan yang signifikan terkait kepadatan
penduduk.
|
4
|
No service
|
Tidak ada pemisahan
antara pengguna dan tinjanya, misal dengan BAB sembarangan, dan terdapat
peningkatan polusi lingkungan yang signifikan terkait kepadatan penduduk.
|
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan
kondisi dan tantangan yang dihadapi masing-masing daerah spesifik, yaitu: Pantai dan Muara, Sungai, Rawa &
Muka Air Tanah Tinggi, Daerah Banjir.
Tantangan
|
Pantai & Muara
|
Sungai
|
Rawa & MAT
Tinggi
|
Banjir
|
Gelombang Air
|
n ¢ u
|
n ¢
|
u
|
|
Banjir
|
¢ u
|
¢ u
|
¢ u
|
u
|
Variasi taraf muka air
|
¢ u
|
n ¢ u
|
¢ u
|
u
|
Dasar / muka tanah yang lunak & tidak stabil
|
n ¢ u
|
¢ u
|
¢ u
|
|
Muka air tanah tinggi
|
u
|
u
|
¢ u
|
u
|
Erosi
|
¢ u
|
¢ u
|
u
|
|
Penurunan tanah
|
u
|
|||
Udara yang bersifat korosif
|
n ¢ u
|
|||
Keterbatasan lahan
|
¢ u
|
n ¢ u
|
u
|
|
Pola permukiman tidak teratur & kumuh
|
n ¢ u
|
n ¢ u
|
¢ u
|
u
|
Jalan akses tidak memadai
|
n ¢ u
|
n ¢ u
|
¢ u
|
u
|
Keterangan: n: Rumah Apung ¢: Rumah Panggung u: Rumah di darat
Berdasarkan pada gambaran karakteristik suatu wilayah dengan tantangan yang dihadapi,
maka wilayah yang dianggap berada pada kondisi tersebut adalah Jawa Tengah (Kota Solo), Jawa Timur (Kota
Malang) dan
Kalimantan Selatan (Kota
Banjarmasin).
B.
Sifat Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah studi kasus, dimana
penelitian memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai
sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu mengamati suatu
fenomena yang kasat mata. Data studi kasus dalam penelitian ini dapat diperoleh
dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara maupun dokumentasi.
Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi,
karena ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga
harus dicari lewat cara lain, seperti observasi dan partisipasi.
Penelitian ini menekankan pada kedalaman pemahaman atas
masalah yang diteliti. Oleh karena itu, penelitian dilakukan secara intensif,
terperinci, dan mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tentang sanitasi dengan lingkup yang
sempit. Meskipun lingkupnya sempit,
dimensi yang digali cukup luas, mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu
pun aspek yang tertinggal. Penelitian
ini juga lebih menekankan kedalaman subjek dibandingkan banyaknya jumlah subjek
yang diteliti. Sebagaimana sifat metode penelitian ini dilakukan terhadap
peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan gejala atau peristiwa yang
sudah selesai (ex post facto). Tahap dari penelitian ini dapat dilihat pada
bagan berikut:
Berdasarkan gambar diatas, penelitian
ini dibagi kedalam beberapa tahap, yaitu:
1.
Tahap Persiapan
Persiapan merupakan
rangkaian sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan di susun hal-hal yang
harus dilakukan dengan tujuan efektivitas waktu. Tahapan persiapan ini meliputi
kegiatan, antara lain: survey lokasi untuk mendapatkan gambar umum mengenai
kondisi sanitasi dengan batasan kondisi geografis yang telah ditetapkan
sebelumnya, menentukan kebutuhan data, studi pustaka terhadap materi desain
penelitian, dan mendata narasumber dari instansi terkait dengan sector sanitasi
2.
Tahap Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data
dilakukan melalui studi dokumentasi dan diskusi kelompok dengan menggunakan 2
tipe sumber data, yaitu:
a.
Data Sekunder, merupakan data
yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, yaitu data yang telah dikeluarkan oleh sector-sektor kunci
yang berkaitan dengan aspek sanitasi berkelanjutan, seperti: Badan Pusat
Statistika (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Cipta
Karya dan Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), Intalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dokumen dari instansi-instansi tersebut seperti: Kabupaten/Kota
dalam Angka, Buku Putih Sanitasi, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD),
Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK), Rencana Deteil Tata Ruang (RDTR), Momerandum
Program Sanitasi (MPS), Dokumen PDAM, Enviroment Health Risk Assessment (EHRA)
dan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota.
b.
Data Primer, merupakan data yang dikumpulkan dan diolah
sendiri oleh tim peneliti langsung dari responden melalui metode FGD dengan
cara menggunakan sebuah forum diskusi bersama informan-informan kunci yang
berasal dari instansi sector sanitasi. Materi yang
didiskusikan telah di rancang sejak awal. Materi dibagi dalam tiga bagian
utama, yaitu sebagai berikut:
1)
Bagian pertama membicarakan
tentang: masalah yang timbul, penyebab timbulnya masalah, persepsi mayarakat
terhadap masalah tersebut, akibat dari masalah tersebut
2)
Bagian kedua memebicarakan
tentang: upaya menangani masalah tersebut, hasilnya, keberhasilannya,
kendalanya, pendukungnya
3)
Bagian ketiga membicarakan
tentang peran para sector kunci (peserta) dalam menangani masalah tersebut.
c.
Hasil pengumpulan data primer
dan sekunder akan diseleksi kembali untuk ditetapkan sebagai indikator
pengukuran layanan sanitasi di suatu wilayah. Indikator yang telah ditetapkan
akan dikelompokkan ke dalam beberapa sub variabel dan disederhanakan menjadi 5
variabel inti. Setiap indikator pengukuran yang telah dikelompokkan sesuai
dengan variabelnya, akan dibuat parameter pengukuran kedalam 4 tingkatan yang
telah digunakan dalam menilai sanitasi sector fisik, yaitu: Sangat Baik (Highly Improved Service), Baik (Improved Service), Cukup (Basic Service) dan Buruk (No or Unacceptable Service).
Interpretasi dari parameter tersebut akan menggunakan standar atau taget yang
di modifikasi namun berlaku secara nasiona seperti yang digunakan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan, Kementerian PU, Kementerian Lingkungan Hidup
maupun secara international seperti standar MDG’s.
d.
Hasil dari pengukuran sanitasi
aspek non fisik akan di komparasi dengan aspek fisik untuk mengetahui interaksi
dari dua aspek ini dalam menjamin keberlanjutan layanan sanitasi di suatu
wilayah.
e.
Instumen pengukuran yang telah
dihasilkan bersifat
perkiraan (judgment), berdasarkan analisis dan pertimbangan logika dari para
peneliti dan ahli, untuk menyempurnakan instrument ini
C. Teknik Pengumpulan
Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan
dalam dua cara, yaitu:
1.
Pengumpulan Data Sekunder,
Penggunaan
data sekunder dilakukan dengan melakukan studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan
dan mempelajari dokumen pada sector-sektor kunci yang berkaitan dengan aspek
sanitasi berkelanjutan, seperti: BPS, BAPPEDA, Dinas Cipta Karya dan Tata
Ruang, BLH, PDAM, IPAL, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dokumen dari
instansi-instansi tersebut seperti: Kabupaten/Kota dalam Angka, Buku Putih
Sanitasi, SLHD, SSK, RDTR, MPS, Dokumen PDAM, EHRA dan Profil Kesehatan
Kabupaten/Kota. Tahap ini dilaksanakan sebagai pengembangan awal metode rapid
assessment melalui identifikasi indikator
pengukuran layanan sanitasi
2. Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan
melaui survey institusional dan diskusi kelompok terfokus dengan cara
menggunakan sebuah forum diskusi, bersama instansi-intansi dengan memberikan
paparan mengenai kajian awal dari pengembangan metode pengukuran cepat Sanitasi
Berkelanjutan.
D.
Metode Analisis Data
Analisa
dan pengolahan data yang dibutuhkan, akan dikelompokkan sesuai identifikasi
permasalahannya, yaitu hasil penentuan indikator, sub variabel, variabel,
parameter pengukuran dan interpretasi parameter, sehingga diperoleh
penganalisaan yang efektif dan terarah. Dalam menganisa, tim peneliti akan
menerangkan dan memberikan deskripsi kondisi layanan sanitasi pada
masing-masing indikator.
Tahap
pembahasan, tim peneliti menggunakan metode Delphi, sehingga hasil akhir
pembahasan merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan analisa peneliti yaitu
melalui branch marking dan komparasi dari instrument-instrument pengukuran
sanitasi aspek fisik yang telah dikembangkan oleh beberapa pihak sebelumnya,
serta expert opinion. Metode Delphi
digunakan oleh tim peneliti karena tehnik ini menggunakan suatu prosedur yang
sistematik untuk mendapatkan konsensus pendapat-pendapat dari suatu kelompok
ahli dan tim peneliti. Kelebihan dalam penggunaan metode ini adalah dapat
menggambarkan keadaan di masa datang dengan lebih akurat dan professional,
sehingga penelitian ini diharapkan dapat mendekati actual dan
berkelanjutan. Penentuan dalam memilih
kelompok ahli untuk memberikan expert opinion tentang penggunaan indikator, sub
variabel, variabel dan parameter pengukuran didasarkan pada kemammpuan
intelektual di bidang layanan sanitasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur
layanan sanitasi yang ditemukenali di tiga lokasi studi (Malang, Solo dan
Banjarmasin) melalui pengkajian data sekunder dan primer.
Pengkajian data sekunder yang dimaksud adalah Kabupaten/Kota dalam
Angka, Buku Putih Sanitasi, Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD), Strategi
Sanitasi Kabupaten (SSK), Rencana Deteil Tata Ruang (RDTR), Momerandum Program
Sanitasi (MPS), Dokumen PDAM, Environment Health Risk Assessment (EHRA) dan
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengkajian
data primer dilakukan melalui wawancara institusional ke instansi Badan Pusat Statistika
(BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas Cipta Karya dan
Tata Ruang, Badan Lingkungan Hidup (BLH), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
Perusahaan Daerah Pengolahan Air Limbah (PDPAL), dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Selain survey institusional penelitian ini juga dilakukan
diskusi kelompok terfokus pada kelompok kerja sanitasi atau air minum dan
penyehatan lingkungan.
Dari
hasil tersebut ditemukan indikator yang ditemukenali baik dari penggalian
data primer dan sekunder sebagai berikut:
No
|
INDIKATOR
|
PRIMER
|
SEKUNDER
|
SUB KATEGORI
|
1
|
10 Besar
Pola Penyakit Rawat Jalan Puskesmas
|
✔
|
Penyakit
Berbasis Sanitasi
|
|
2
|
Data Kepadatan Penduduk
|
✔
|
✔
|
Daya Dukung & Daya Tampung
|
3
|
Prosentase
Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan Sehat
|
✔
|
Public
hygiene
|
|
4
|
Prosentase
Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar
|
✔
|
✔
|
Sarana Sanitasi
|
5
|
Prosentase Rumah Sehat
|
✔
|
✔
|
Personal hygiene
|
6
|
Prosentase Rumah Tangga Ber PHBS
|
✔
|
Personal Hygiene
|
|
7
|
Prosentase KLB Penyakit Berbasis
Lingkungan (Limbah)
|
✔
|
Penyakit Berbasis Sanitasi
|
|
8
|
Prevalensi Penyakit Diare
|
✔
|
✔
|
Penyakit Berbasis Sanitasi
|
9
|
Kasus Diare Yang Ditangani
|
✔
|
Penyakit Berbasis Sanitasi
|
|
10
|
Prosentase Keluarga Menurut
Jenis Sarana Air Bersih dan Sumber Air Minum
|
✔
|
✔
|
Daya Dukung Lingkungan
|
11
|
Kepemilikan Rumah Tangga
Terhadap Tempat BAB
|
✔
|
✔
|
Personal Hygiene
|
12
|
Jenis Penyakit Yang Ditimbulkan
Akibat Gangguan Lingkungan
|
✔
|
Penyakit berbasis Sanitasi
|
|
13
|
Pengelolaan Limbah BBB
|
✔
|
Daya Tampung
|
|
14
|
Pencemaran
Tanah
|
✔
|
Daya Tampung
|
|
15
|
Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
|
✔
|
✔
|
Pemberdayaan Masyarakat
|
16
|
Tujuan,
Sasaran, dan Tahapan Strategi
Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Rumah Tangga
|
✔
|
Pemberdayaan Masyarakat
|
|
17
|
Tujuan, Sasaran, dan Strategi
Pengelolaan Air Bersih dan Minum
|
✔
|
✔
|
Pemberdayaan Masyarakat
|
18
|
Praktek
Pembuangan Kotoran Anak Balita Di Rumah Responden Yang Rumahnya Ada Balita
|
✔
|
Personal Hygiene
|
|
19
|
Jumlah KK Yang Memiliki Saluran
Pengelolaan Air Limbah
|
✔
|
Sarana Sanitasi
|
|
20
|
Kejadian Banjir
|
✔
|
✔
|
Daya Tampung
|
21
|
Program Pengembangan dan
Penyehatan Lingkungan Sehat (Pembiayaan APBD)
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
|
22
|
Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Hidup
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
|
23
|
Perhitungan Pertumbuhan
Pendanaan APBD Untuk Operasional/Pemeliharaan dan Investasi Sanitasi
|
✔
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
24
|
Perkiraan Besaran Pendanaan APBD
Untuk Kebutuhan Operasional / Pemeliharaan Aset Sanitasi Terbangun
|
✔
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
25
|
Perkiraan Kemampuan APBD Dalam
Mendanai Program/Kegiatan SSK*
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
|
26
|
Kesediaan/Kepedulian Pemda
Kab/Kota untuk Menganggarkan Biaya OM Di Dalam DPA APBD
|
✔
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
27
|
Kesediaan/Kepedulian Pemda
Kab/Kota untuk Memberikan Subsidi Untuk OM
|
✔
|
✔
|
Anggaran Untuk Layanan Sanitasi
|
28
|
Kesediaan dan Kapasitas Rumah
Tangga dan Masyarakat untuk Membayar Layanan Sanitasi
|
✔
|
Kondisi Ekonomi
|
|
29
|
Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
|
✔
|
✔
|
Daya Dukung & Daya Tampung
|
30
|
Pengelolaan Sarana Jamban
Keluarga Dan MCK Oleh Masyarakat
|
✔
|
✔
|
Perilaku Sanitasi Masyarakat
|
31
|
Kualitas Tangki Septik yang
Dimiliki: Suspek Aman dan Tidak Aman
|
✔
|
✔
|
Kualitas Prasarana Sanitasi
|
32
|
Media Komunikasi yang Ada
|
✔
|
Komunikasi di dalam Lembaga
|
|
33
|
Produksi Air Bersih PDAM
|
✔
|
✔
|
Kualitas & Kuantitas Prasarana Sanitasi
|
34
|
Produksi, Distribusi, Penjualan
dan Tingkat Kehilangan Air
|
✔
|
✔
|
Manajemen Kebutuhan Air
|
35
|
Kegiatan Komunikasi yang ada
|
✔
|
Komunikasi di dalam Lembaga
|
|
36
|
Tahapan Pengembangan Air Limbah
Domestik – Sistem Onsite
|
✔
|
✔
|
Daya Dukung & Daya Tampung
|
37
|
Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik
– Sistem Offsite
|
✔
|
✔
|
Daya Dukung & Daya Tampung
|
38
|
Saluran Akhir Pembuangan Tinja
|
✔
|
✔
|
Sarana Sanitasi
|
39
|
Jumlah Kebutuhan Air Bersih
Untuk Domestik
|
✔
|
✔
|
Kebutuhan Air
|
40
|
IPAL Terpadu
|
✔
|
✔
|
Sarana Sanitasi
|
41
|
Legalitas Izin Mendirikan
Bangunan
|
✔
|
Norma dan Aturan yang Berlaku Terkait Sanitasi
|
|
42
|
Prosentase Keluarga Miskin
|
✔
|
Kondisi Sosial dan Kesejahteraan
|
|
43
|
Drainase Lingkungan Sekitar
Rumah
|
✔
|
✔
|
Prasarana Sanitasi
|
Indikator yang telah ditemukenali, kemudian
diidentifikasi ke dalam sub variabel, dan ditemukan sejumlah 18. Sub variabel
yang ditemukan, kemudian dikelompokkan kembali untuk menjadi variabel.
NO
|
SUB VARIABEL
|
VARIABEL
|
1
|
Penyakit Berbasis
Sanitasi
|
Kesehatan
|
2
|
Daya Dukung
& Daya Tampung
|
Sumber Daya
Lingkungan dan Alam
|
3
|
Public hygiene
|
Kesehatan
|
4
|
Sarana
Sanitasi
|
Teknologi
dan Operasi
|
5
|
Personal Hygiene
|
Kesehatan
|
6
|
Daya Dukung
Lingkungan
|
Sumber Daya
Lingkungan dan Alam
|
7
|
Daya Tampung
|
Sumber Daya Lingkungan dan Alam
|
8
|
Pemberdayaan
Masyarakat
|
Sosial
Budaya dan Kelembagaan
|
9
|
Anggaran
Untuk Layanan Sanitasi
|
Finansial
dan Ekonomi
|
10
|
Kondisi
Ekonomi
|
Finansial
dan Ekonomi
|
11
|
Kualitas
Prasarana Sanitasi
|
Teknologi
dan Operasi
|
12
|
Komunikasi
di dalam Lembaga
|
Sosial
Budaya dan Kelembagaan
|
13
|
Kualitas
& Kuantitas Prasarana Sanitasi
|
Teknologi
dan Operasi
|
14
|
Manajemen
Kebutuhan Air
|
Teknologi
dan Operasi
|
15
|
Kebutuhan
Air
|
Sumber Daya
Lingkungan dan Alam
|
16
|
Norma dan
Aturan yang Berlaku Terkait Sanitasi
|
Sosial
Budaya dan Kelembagaan
|
17
|
Kondisi
Sosial dan Kesejahteraan
|
Sosial
Budaya dan Kelembagaan
|
18
|
Prasarana
Sanitasi
|
Teknologi
dan Operasi
|
Sub variabel hasil pengelompokan indikator, kemudian
dikelompokkan kembali menjadi variabel. Variabel merupakan penggabungan dari
2-5 sub variabel. Dari hasil pengelompokan ditemukan 5 variabel yang menentukan
kualitas layanan sanitasi suatu wilayah.
No
|
Indikator
|
Parameter
|
|
1.
|
Aspek Kesehatan
|
1.
10 Besar Pola Penyakit Rawat Jalan Puskesmas
|
Penyakit
berbasis sanitasi:
·
Disebabkan oleh virus: ISPA, TBC, Diare, Polio, Campak, Cacingan
·
Disebabkan oleh binatang: leptospirosis, pes
·
Disebabkan oleh vektor nyamuk: DBD, Malaria, Cikungunya.
|
2.
Prosentase Tempat Umum dan Pengelolaan Makanan
Sehat
|
Tempat Umum yang dimaksud adalah suatu sarana yang dikunjungi banyak orang
dan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit seperti hotel, terminal pasar dan Tempat
Pengelolaan Makanan Sehat meliputi rumah makan dan restoran, jasaboga atau
catering, industri makanan, kantin, warung, makanan jajanan dan lain
sebagainya.
|
||
3.
Prosentase Rumah Sehat
|
Rumah sehat
yang dimaksud adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan,
yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah yang baik,
kepadatan hunian rumah yang sesuai dan
lantai rumah tidak terbuat dari tanah.
|
||
4.
Prosentase Rumah Tangga ber PHBS
|
Rumah
Tangga berPHBS yang dimaksud adalah rumah tangga
yang melakukan 10 PHBS di rumah tangga yaitu : persalinan di tolong
oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI ekslusif, menimbang balita setiap
bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air brsih dan sabun,
menggunakan jamban sehat, memberantas jentik di rumah sekali seminggu,
makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktifitas fisik setiap hari,
tidak merokok di dalam rumah.
|
||
5.
Prosentase KLB Penyakit Berbasis
Lingkungan (Limbah)
|
Penyakit
berbasis sanitasi masuk dalam kategori dengan status KLB, yaitu:
·
Mengalami kenaikan jumlah kasus 3 kali 3 minggu berturut
·
Mengalami kenaikan 2 kali lipat dibandingkan dengan bulan yang sama
satu tahun sebelumnya
·
Mengalami kenaikan 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
·
Mengalami kenaikan Case Fatality Rate ≥50% dibandingkan periode waktu
sebelumnya
·
Mengalami kenaikan kunjungan penyakit berbasis sanitasi 2 kali lipat
dibandingkan periode waktu sebelumnya
·
Untuk penyakit Kholera, Cacar, Pes, DHF, terdapat minimal 1 kasus,
dimana di 4 minggu sebelumnya tidak daerah tersebut telah dinyatakan bebas
·
Terdapat 1 kasus baru penyakit berbasis sanitasi lingkungan yang
sebelumnya tidak pernah ada/tidak di kenal
|
||
6.
Kepemilikan Rumah Tangga
Terhadap Tempat BAB
|
Kepemilikkan
BAB yang dimaksud dibagi menjadi 4 kriteria, yaitu:
· Improved,
apabila penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri, jenis kloset
latrine dan tempat pembuangan akhir tinjanya tangki septik atau SPAL.
· Shared, apabila
penggunaan sarana pembuangan kotorannya telah memenuhi syarat namun masih
menggunakan fasilitas sanitasi bersama minimal 2 rumah tangga atau lebih
· Unimproved,
apabila Fasilitas jamban masih memungkinkan kontak antara manusia
dengan kotoran. Fasilitas
tersebut tanpa slab atau platform atau cemplung
· Open defecation,
apabila Buang air besar di ladang, hutan, semak-semak, badan
air atau ruang terbuka lainnya, atau pembuangan
kotoran manusia dengan limbah padat
|
||
7.
Prevalensi penyakit diare
|
Diare yang dimaksud adalah penyakit yang
berbasis lingkungan yang dikarenakan masih buruknya kondisi sanitasi dasar,
lingkungan fisik maupun rendahnya perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan
sehat. Penyakit ini ditandai dengan tinja atau feses
berubah menjadi lembek atau cair yang biasanya terjadi paling sedikit tiga
kali dalam 24 jam
|
||
8.
Praktek
Pembuangan Kotoran Anak Balita Di Rumah Responden Yang Rumahnya Ada Balita
|
Praktek pembuangan
kotoran anak balita di rumah responden yang di
rumahnya ada balita, memenuhi criteria aman sebagai berikut:
·
Anak Balita yang diantar untuk BAB di jamban
·
Anak Balita yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pamskalas, popok yang dapat dicuci,
gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung
dibersihkan di WC
·
Praktik pembuangan
yang relatif aman
·
Anak Balita BAB tidak di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah)
·
Anak Balita yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pamskalas, popok yang dapat dicuci,
gurita, ataupun celana), tidak membuang kotoran di ruang terbuka/ tidak di jamban.
|
||
2.
|
Aspek Sumber Daya
Lingkungan Dan Alam
|
1.
Data Kepadatan Penduduk
|
Kepadatan penduduk yang dimaksud adalah jumlah
penduduk yang mendiami suatu wilayah atau daerah tertentu dengan satuan per
kilometer persegi. Berdasarkan kepadatan penduduknya, tiap-tiap daerah dapat
digolongkan menjadi tiga macam yaitu :
·
Kelebihan Penduduk (over population) Kelebihan penduduk
adalah keadaan daerah tertentu selama waktu yang terbatas, dimana bahan-bahan
keperluan hidup tidak mencukupi kebutuhan daerah tersebut secara layak.
Daerah yang mengalami kelebihan penduduk biasanya akan mengalami kesulitan
pemenuhan kebutuhan pokok penduduk (pangan, sandang dan tempat tinggal).
·
Kekurangan Penduduk (under
population)
Kekurangan penduduk adalah keadaan suatu daerah tertentu, dimana keadaan jumlah penduduk sudah sedemikian kecilnya, sehingga sumber alam yang ada hanya sebagian yang mampu untuk dimanfaatkan.
·
Penduduk Optimum (optimum
population)
Penduduk optimum adalah jumlah penduduk yang sebaik-baiknya berdasarkan daerah tertentu. Penduduk dapat berproduksi maksimum perkapita berdasarkan sumber alam yang tersedia dan teknologi yang berkembang. |
2.
Prosentase Keluarga Menurut
Jenis Sarana Air Bersih dan Sumber Air Minum
|
· Air bersih yang dimaksud adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak, besumber dari: 1) Air hujan, air angkasa,
dalam wujud lainnya dapat berupa salju; 2) Air permukaan, air yang berada di
permukaan bumi dapat berupa air sungai, air danau, air laut; 3) Air tanah yang biasanya bernetuk sumur
gali
· Air minum yang
dimaksud adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia dan mikrobiologis) dan dapat langsung
diminum.
|
||
3.
Pengelola Limbah BBB
|
Limbah B3 yang diamksud adalah suatu
usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan lingkungan hidup
dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta mahluk hidup lain.
|
||
4.
Pencemaran Tanah
|
|||
a)
TDS
|
Total
Dissolved Solid atau
TDS yang dimaksud merupakan bahan-bahan terlarut (diameter < 10-6
mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa
senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak tersaring pada kertas
saring berdiameter 0,45 µm (Rao, 1992 dalam Effendi, 2003). Materi ini
merupakan
|
||
b)
Kekeruhan
|
Kekeruhan yang diamaksud menggambarkan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan
adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya
lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa
plankton dan mikroorganisne lain
|
||
c)
PH
|
pH yang dimaksud merupakan suatu
parameter penting untuk menentukan kadar asam/basa dalam air. Perubahan pH
air dapat menyebabkan berubahnya bau, rasa, dan warna.
|
||
d)
Nitrat
|
Nitrat (NO3) adalah bentuk
utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan
tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat
stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen
di perairan
|
||
e)
Flourida
|
Flourida yang dimaksud adalah fluorspar
(CaF2), cryolite
(Na3AlF6), dan fluorapatite.
Keberadaan fluorida juga dapat berasal dari pembakaran batu bara. Fluorida
banyak digunakan dalam industri besi baja, gelas, pelapisan logam, aluminium,
dan pestisida
|
||
f)
Kedasahan
|
Kesadahan air yang dimaksud berkaitan
erat dengan kemampuan air membentuk busa. Semakin besar kesadahan air,
semakin sulit bagi sabun untuk membentuk busa karena terjadi presipitasi.
Busa tidak akan terbentuk sebelum semua kation pembentuk kesadahan mengendap.
Pada kondisi ini, air mengalami pelunakan atau penurunan kesadahan yang
disebabkan oleh sabun. Endapan yang terbentuk dapat menyebabkan pewarnaan
pada bahan yang dicuci. Pada perairan sadah (hard), kandungan kalsium, magnesium, karbonat,
dan sulfat biasanya tinggi
|
||
a)
Daya Dukung Air Tanah
|
|||
b)
Akses penggunaan Air Bersih
|
|||
c)
Kedalaman Muka Air Tanah
|
|||
5.
Tahapan Pengembangan Air Limbah
Domestik – Sistem Onsite
|
|||
6. Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik – Sistem Offsite
|
|||
7. Jumlah Kebutuhan Air Bersih Untuk Domestik
|
Prosentase akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air
Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi
dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/ hari
· air leding meteran,
· sumur pompa/bor dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar,
· sumur terlindungi dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar,
· mata air terlindungi dengan jarak > 10 m dari sumber pencemar, dan
· air hujan
(kota dalam
angka)
|
||
8. Kejadian Banjir
|
Adanya
genangan air (SSK-BPS)
|
||
3.
|
Aspek Teknologi
dan Operasi
|
1.
Prosentase Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana
Sanitasi Dasar
|
Prosentase
jamban rumah tangga kumulatif (profil
kesehatan)
|
2.
Jumlah Kk Yang Memiliki Saluran
Pengelolaan Air Limbah
|
Prosentase SPAL rumah tangga kumulatif (profil kesehatan)
|
||
3.
Drainase Lingkungan Sekitar
Rumah
|
Genangan air di drainase sekitar permukiman (EHRA)
|
||
4.
Kualitas Tangki Septik yang
Dimiliki: Suspek Aman dan Tidak Aman
|
Prosentase tangki septik yang dikuras (BPS)
|
||
5.
Produksi Air Bersih PDAM
|
Kapasitas produksi efektif (m3/dt)(PDAM)
|
||
6.
Saluran Akhir Pembuangan Tinja
|
saluran akhir pembungan tinja tergolong aman (septic tank)
|
||
7. Produksi, Distribusi, Penjualan dan Tingkat Kehilangan Air
|
tingkat kebocoran (%)
|
||
8. IPAL Terpadu
|
Jumlah unit layanan IPAL terpadu
|
||
4.
|
Aspek finansial
dan ekonomi
|
1.
Program Pengembangan dan Penyehatan Lingkungan Sehat
(Pembiayaan APBD)
|
Jumlah
program
|
2. Anggaran Pengelolaan Lingkungan
Hidup
|
Rupiah
pengelolaan program
|
||
3.
Perhitungan Pertumbuhan Pendanaan APBD Untuk
Operasional/Pemeliharaan dan Investasi Sanitasi
|
Rupiah
biaya operasi dan pemeliharaan investasi sanitasi di tahun sebelumnya
|
||
4.
Perkiraan Besaran Pendanaan APBD Untuk Kebutuhan Operasional/Pemeliharaan Aset
Sanitasi Terbangun
|
Rupiah
biaya operasi dan pemeliharaan sanitasi terbangun
|
||
5.
Perkiraan Kemampuan APBD Dalam Mendanai
Program/Kegiatan SSK*
|
1.
Perencanaan
Teknis Renovasi pembangunan IPLT
2. Renovasi pembangunan IPLT
3. Pendampingan dalam rangka pembangunan IPLT
4. Pelatihan teknis operator IPLT
5. Operasi dan Pemeliharaan IPLT
6. Monitoring dan evaluasi
|
||
6.
Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk
Menganggarkan Biaya Om Di Dalam DPA APBD
|
1.
FGD:
Pembahasan sistem pengurasan lumpur tinja berkala (data, konsumen, tarif,
pola, dsb)
2. Sosialisasi Sistem Pengurasan
Lumpur Tinja Berkala ke Masyarakat
3. Program Kemitraan dengan Swasta untuk Penyedotan
Lumpur Tinja Berkala
4. Penerapan Sistem secara berkala
(skala proritas kecamatan)
5. Perbaikan Infrastruktur pendukung, seperti IPLT dan
truk sedot tinja.
|
||
7.
Kesediaan/Kepedulian Pemda Kab/Kota untuk Memberikan
Subsidi Untuk Om
|
|||
8. Kesediaan dan Kapasitas Rumah
Tangga dan Masyarakat untuk Membayar Layanan Sanitasi
|
|||
5.
|
Aspek
sosial-budaya dan kelembagaan
|
1. Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
|
Jumlah Program Pemberdayaan Masyarakat (Pengembangan Media Promosi Kesehatan
& Teknologi KIE, Pengembangan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat dan Generasi
Muda, Peningkatan Pendidikan Kesehatan Kepada Masyarakat)
|
2. Tujuan,
Sasaran, dan Tahapan Strategi
Pencapaian Pengelolaan Sanitasi Rumah Tangga
|
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat terdiri
dari 5 pilar:
1.
Stop buang air besar sembarangan
2.
Cuci tangan pakai sabun;
3.
Pengelolaan air minum/makanan rumah
tangga;
4.
Pengelolaan sampah rumah tangga;
5.
Pengelolaan limbah cair rumah tangga
|
||
3. Tujuan, Sasaran, dan Strategi
Pengelolaan Air Bersih dan Minum
|
Tingkat
Terlayani PDAM:
Pelayanan
air baku melalui jaringan PDAM
|
||
4.
Pengelolaan Sarana Jamban
Keluarga Dan MCK Oleh Masyarakat
|
Tingkat
Terlayani Sarana Jamban Keluarga dan MCK oleh Masyarakat
|
||
5.
Media Komunikasi yang Ada
|
Media
Komunikasi untuk sosialisasi, pelatihan, bimbingan, pendampingan / konsultasi
teknis terkait sanitasi
|
||
6.
Kegiatan Komunikasi yang ada
|
Kegiatan
Komunikasi terkait sanitasi dalam suatu wilayah
|
||
7. Legalitas Izin Mendirikan Bangunan
|
|||
8. Prosentase Keluarga Miskin
|
Jumlah
Keluarga Miskin dalam persen di suatu wilayah
|
Lima variabel yang sudah ditemukenali, dan dirumuskan
definisi sebagai sebuah parameter, perlu dilihat tingkat layanannya dengan
mengacu ke tingkat layanan pada aspek teknis.
Parameter
|
Aspek
|
Kualitas
layanan
sanitasi
|
Aspek
|
Parameter
|
Improved
|
Fisik
|
Non fisik
|
Sangat baik
|
|
Basic
|
Baik
|
|||
Limited
|
Cukup
|
|||
No service
|
Buruk
|
Masing –masing tingkatan parameter pada aspek non
fisik, kemudian didefinisikan pada indikator yang telah ditemukan, untuk dapat
menjelaskan tingkatan kualitas layanan sanitasi yang diukur.
KESIMPULAN
Proses pelaksanaan penelitian dengan menggunakan
studi kasus di 3 lokasi, dengan metode grounded
theory, menghasilkan variabel yang dapat digunakan untuk menjelaskan
tingkat kualitas layanan sanitasi. Proses penelusuran indikator dengan membuat
daftar (open coding) dilakukan dengan
membandingkan data primer dan sekunder. Data tersebut adalah penjelasan
indikator fenomena yang diobservasi terhadap pengukuran layanan sanitasi.
Pengelompokan indikator (coding)
akhirnya menghasilkan jumlah 40 buah. 40 indikator tersebut dikategorisasi ke
dalam 18 sub variabel dan kemudian dikelompokkan kembali ke dalam 5 variabel
pengukuran kualitas layanan sanitasi. 5 variabel didefinisikan paramaternya
dengan mengacu pada dokumen sekunder resmi yang digunakan untuk menemukenali
indikator. Parameter tingkatan untuk aspek non fisik dirumuskan mengacu pada
parameter fisik.
SARAN
Proses penelitian dapat dilanjutkan dengan
melakukan validasi terhadap 5 variabel dan 40 indikator yang telah
ditemukenali. Selain itu perlu dilakukan pencarian bobot tiap variabel untuk
menentukan besarnya pengaruh masing – masing variabel terhadap tingkatan
layanan sanitasi dari aspek non fisik. Pengukuran yang menghasilkan tingkat
layanan perlu untuk dintrepetasi hasilnya, dengan melihat penjelasan indikator
terhadap layanan sanitasi wilayah. Hasil pengukuran juga menjadi dasar dalam
melakukan desain program peningkatan kualitas layanan sanitasi suatu wilayah.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu
Lolly Martina selaku Kepala Pusat Litbang Sosekling, Bapak Achjat Dwiatno,
Windy Firisqika, Rudita, Agnes Annisa, Prapti Suhesti, Istanta, Zamyuni Eddy
dan teman Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman.
DAFTAR PUSTAKA
Australian Government’s Overseas Aid
Program. Wells, Taps and Toilets: Safe
water and sanitation for Eastern Indonesia Quality Assurance. Series No. 17
November 1999.
Badu, Afriani. Gambaran Sanitasi Dasar Pada
Masyarakat Nelayan Di Kelurahan Pohe Kecamatan HulonthalangiKota Gorontalo
Tahun 2012. Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo, 2012.
Gunawan,
Indra. Pengetahuan Masyarakat Tentang Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat.
Master thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. 2006.
Hermana, Joni. Penyusunan Master Plan dan FS Sistem Pengelolaan Air Limbah.Manajemen Asset Infrastruktur, Program
Pascasarjana Teknik Sipil, 2012.
Maria Carolina J. Paba Wea. Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan Melalui Pembentukan Komunitas
Berkelanjutan: Belajar Dari Keberhasilan Gerakan Hijau Dan Bersih Komunitas
Banjarsari Jakarta.Universitas Diponegoro, 2009
Miles,
Matthew B., and Huberman, A. Michael.Analisis Data Kualitatif. Jakarta, UI Press, 1992.
Notoatmodjo, Soekidjo. Ilmu
Kesehatan Masyarakat “Prinsip-prinsip dasar”. Jakarta, Rineka Cipta, 2003.
Putra,
Rizky Pratama, Soesilo Zauhar, Abdullah
Said.Dampak Program Dana Alokasi Khusus
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Terhadap Sosial, Ekonomi, Dan
Lingkungan Masyarakat. Malang,Jurusan Administrasi Publik, Fakultas
Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, 2013.
Siregar,
Tety Juliany. Kepedulian Masyarakat Dalam Perbaikan Sanitasi Lingkungan
Permukiman Kumuh Di Kelurahan Matahalasan Kota Tanjungbalai. Masters
Thesis, Universitas Diponegoro, 2010.
Subdit Air Limbah, Dirjen Cipta
Karya, Kementerian PU. Program dan
Kebijakan dalam Penurunan Beban Pencemaran Air Limbah Domestik. Jakarta,
Dirjen Cipta Karya Kementerian PU, 2013.
Sudharto,
P. Hadi. Dimensi Lingkungan Perencanaan
Pembangunan. Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 2005.
Sugiharto.
Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah.
Jakarta, UI Press, 2011.
Potter A, with Amah Klutse,
Mekala Snehalatha, Charles Batchelor, André Uandela, Arjen Naafs, Catarina
Fonseca and Patrick Moriarty. 2011 Assessing sanitation
service levels. IRC International Water and Sanitation Centre, Second Edition, July
2011
UNICEF Bagian Air,Air
Bersih, Sanitasi & Kebersihan. Jakarta, UNICEF, 2012.
UNICEF Bagian Air, Lingkungan dan Sanitasi. Paket Informasi
Tahun Sanitasi Internasional 2008. Jakarta, UNICEF, 2008.
Vliet, Bas Van, Gert Spaargaren,
Peter Oosterveer. Social Perspectives on
the Sanitation Challenge. The Netherlands, Springer Science+Business Media
B.V, 2010.
Water and
Sanitation Program.Impact Evaluation of a Large-Scale Rural Sanitation Project in Indonesia, The World Bank, 2013.
Water and Sanitation Program. Keuntungan Ekonomi dari Intervensi Sanitasi
Indonesia. The World Bank, 2011.
Water
and Sanitation Program. Lessons in Urban
Sanitation Development Indonesia Sanitation Sector Development Program
2006-2010, The World Bank 2011.
Water and Sanitation Program, Opsi Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah
Spesifik. The World Bank, 2011.
Water
and Sanitation Program.
The Economic Returns of Sanitation
Interventions in Indonesia. The World Bank, 2011.
Water and Sanitation Program, Urban Sanitation in Indonesia: Planning for
Progress. The World Bank, 2011.
Rapid Assessment Pocedures