Pembangunan infrastruktur
tidak dapat lepas dari pengelolaan kondisi alam. Salah satu isu yang menjadi
bahan pertimbangan terkait dengan adanya perubahan iklim. Akibat perubahan
iklim di Indonesia yang berhasil di identifikasi (Bappenas, 2013) terkait dengan
suhu permukaan, curah hujan, suhu permukaan laut, tinggi muka laut, serta kejadian
iklim dan cuaca ekstrem, yang terkait dengan kejadian banjir, kekeringan, badai
tropis, kenaikan muka air laut, peningkatan abrasi, dan ketidakpastian musim.
Reaksi terhadap
perubahan iklim dibagi dua yaitu mitigasi dan adaptasi. Adaptasi sendiri dibagi
juga menjadi dua (DNPI, 2010) yaitu terencana dan spontan. Bentuk adaptasi yang terencana seperti pengembangan
sarana prasarana untuk kesehatan, contoh yang dapat diberikan, misalnya
tingkat layanan kesehatan, termasuk layanan air bersih, sanitasi, toilet. Untuk
adaptasi yang spontan yaitu pembangunan seperti biasa (bussiness as usual), dan jugaterutama terkait dengan kearifan lokal.
Contoh kearifan lokal yang telah diidentifikasi seperti pada tabel berikut.
Kearifan
lokal
|
Aktivitas
|
Lokasi
|
Anjir dan handil
|
Konversi rawa ke agrikulture
|
Banjarmasin (Kalsel)
|
Larangan rimbo
|
Preservasi hutan, tanah dan dan air
|
Sumatera Barat
|
Larangan banda
|
||
Larangan lubuk
|
Penetapan wilayah daerah aliran sungai
|
Tapanuli Selatan (Sumut)
|
Awing-awing
|
Manajemen hutan dan preservasi sejalan dengan
manajemen atau konservasi air
|
Bali
|
Repong damar
|
Lampung
|
|
Penghulu rimbo
|
Jambi
|
|
Hutan tutupan
|
Kalimantan Selatan
|
|
Hutan kemenyan
|
Sumatera Utara
|
|
Hutan nagari
|
Sumatera Barat
|
|
Awig-awing
|
Manajemen dan proteksi sumber daya air
|
Lombok (NTB)
|
Eras eniut
|
Tabel 1. Kearifan lokal
Sumber
ICCSR-WR dalam DNPI, 2010
Pembangunan infrastruktur
yang responsif perubahan iklim, secara startegis telah diakumulasi di dalam
produk hukum Permen PU No.11/PRT/M/2012 tentang Rencana dan Aksi Nasional
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim tahun 2012-2020. Dalam produk hukum tersebut,
terdapat beberapa strategi adaptasi yang terkait sektor permukiman,misalnya
peningkatan kualitas kawasan permukiman kumuh, penataan kembali kawasan
permukiman kumuh di perkotaan, penyediaan infrastruktur kawasan permukiman di
perkotaan, penyediaan infrastruktur kawasan permukiman di daerah rawan bencana
dan beberapa strategi lainnya.
Lingkungan
strategis terkait penanganan kerentanan terhadap perubahan iklim di bidang
permukiman (Presentasi Mochamad.A, 2014), antara lain mencakup aspek rancangan
permukiman yang ramah lingkungan, penataan dan pemanfaatan properti publik,
kepemilikan umum warga, modal sosial dan fasilitas umum serta khusus. Tantangan
yang dihadapi dalam pembangunan yang tanggap perubahan iklim, terbagi menjadi
dua yaitu pembangunan berbasis kesektoran dan kewilayahan. Karakter wilayah yang
ada dapat digunakan dalam menentukan dan merumuskan strategi adaptasi yang
akurat dan efektif. Strategi adaptasi dapat berisi intervensi
kebijakan atau rekayasa sosial dan teknologi. Strategi adaptasi dibangun dari
hasil analisis mendalam yang dilakukan terkait aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan. Strategi adaptasi diimplementasikan ke dalam program dan kegiatan,
terutama dengan menggunakan jalur partisipatif, yaitu contoh terbaiknya adalah
kegiatan musyawaran perencanaan
pembangunan (Musrenbang).
Balai Litbang Sosekling
Bidang Permukiman menginisiasi penyusunan pedoman untuk mengukur, menilai dan
menyusun rekomendasi terkait dengan pengelolaan infrastruktur khususnya air
minum terkait dengan perubahan iklim. Pedoman ini dilengkapi dengan kuesioner dan
aplikasi software, yang terdiri dari
pengukuran kemampuan adaptasi di tingkat rumah tangga, komunitas dan
kelembagaan.
Pengembangan kemampuan/
kapasitas mengacu pada Capacity
Development IndicatorsUNDP/GEF
Resource Kit, 2013, yaitu pada tingkat individu, difokuskan pada perubahan
sikap dan perilaku. Metode penyampaian dilakukan dengan pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pilihan utama adalah program
partisipatif dengan tujuan peningkatan kinerja melalui perubahan manajemen, pembangkitan
motivasi, menaikkan akuntabilitas dan tanggungjawab. Pengembangan kemampuan
organisasi dititikberatkan pada kinerja dan fungsi kemampuan. Pelaksanaannya
dengan mengembangkan pedoman, alat, perintah dan sistem manajemen (informasi),
dengan tujuan pengembangan individu dan kelompok serta hubungan dengan pihak
luar. Pengembangan kemampuan pada sistem dilakukan dengan pengelolaan
lingkungan secara umum sehingga kondusif. Lingkungan yang dimaksud terkait
dengan kondisi ekonomi, peraturan/kebijakan dan aspek legal, hubungan
kelembagaan dan mekanisme akuntabilitas. Juga terkait dengan hubungan proses
antar lembaga, baik formal maupun informal.
Pada tingkat individu/ rumah
tangga pengukuran dilakukan untuk tingkat pendidikan,pendapatan,pengetahuan di
tingkat rumah tangga tentang perubahan iklim,persepsi di tingkat rumah tangga
tentang perubahan iklim,perilaku individu menghadapi perubahan iklim, perilaku
kolektif rumah tangga dalam penggunaan air minum sehari-hari, dan perilaku
penggunaan air saat musim langka air.Pengukuran di tingkat komunitas terkait
dengan kearifan lokal komunitas,pengelolaan air minum saat musim langka air di
komunitas,keterlibatan komunitas dalam organisasi,kepemimpinan di komunitas,
dan keberadaanorganisasi di komunitas. Untuk pengukuran kemampuan adaptasi di
tingkat kelembagaan, terkait dengan jaringan dalam kelembagaan,ketersediaan
informasi dalam kelembagaan,kesepakatan program dalam kelembagaan, dan manfaatdalam
kelembagaan.
Pengukuran didahului dengan
tahap persiapan, yang terdiri dari kegiatan penetapan tujuan, penetapan
wilayah, pengenalan karakteristik wilayah, pengenalan karakteristik dan jumlah
subjek yang akan di ukur, penyusunan variabel, indikator, dan satuan data,
pengenalan metode dan instrumen yang digunakan. Penetapan tujuan pengukuran,
didasarkan pada isu-isu startegis, kebijakan nasional, masalah-masalah atau
kesenjangan yang terjadi antara harapan dan kenyataan.Pelaksanaan pengukuran
dibagi dalam dua kegiatan yaitu pengisian instrumen pengukuran (yang berupa kuesioner
atau aplikasi software) dan pengolah
data.
Gambar 1. Interface
Program Pengukuran
Pengolahan
data dilakukan dengan langkah-langkah editing
data, pengkodean data, pengelompokkan
data,entri data, dan terakhir dengan memberikan penilaianberdasarkan pada 3 variabel
(kapasitas adaptasi, sensitifitas dan paparan) dibandingkan dengan 3 parameter,
yaitu:high vulnerability (kerentanan
tinggi), moderate vulnerability
(kerentanan sedang) dan highly resilient
(tangguh). Hasil pengukuran dilanjutkan dengan pemberian makna atas informasi
hasil olahan data yang ditampilkan. Dengan menggunakan aplikasi software pengguna dimudahkan dalam
mengelola dan membaca hasil pengukuran.
Hasil
pengukuran yang telah tersedia dilanjutkan dengan upaya meningkatkan kemampuan
adaptasi masyarakat. Alternatif strategi peningkatan disesuaikan dengan
indikator penilaian dan parameter hasil penilaian. Misalnya untuk indikator
persepsi dengan parameter hasil rentan perlu dilakukan Pelibatan media dengan
konteks kondisi lokal, menyadarkan kebutuhan kondisi perubahan iklim. Parameter
sedang diberikan rekomendasi menyiapkan fasilitas air minum mendukung kelayakan
hidup sehat. Untuk kondisi tangguh diberikan rekomendasi memberikan apresiasi
terhadap persepsi lingkungan, menghadapi perubahan iklim. Satu contoh lain
terkait dengan indikator perilaku penggunaan air sehari-hari, untuk kondisi
parameter rentan diberikan alternatif penanganan yaitu pembentukan pola tingkah
laku, dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku
yang diharapkan muncul. Untuk parameter sedang dengan metodenya dengan
mengamati seorang, kemudian mencontohkan tingkah laku sang model. Sedang pada
parameter tangguh rekomendasinya adalah,menjaga kondisi perilaku penggunaan air
sehari.
Pedoman
Kapasitas Adaptasi Masyarakat Menghadapi Perubahan
Iklim yang
dilengkapi dengan aplikasi software,dan
sedang dikembangkan Balai Litbang Sosekling Bidang Permukiman ini, akan
memiliki kegunaan yang optimal apabila benar-benar digunakan sebagai acuan bagi
pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, dalam melaksanakan pengukuran, penilaian
dan rekomendasi pengelolaan kapasitas adaptasi masyarakat menghadapi perubahan
iklim, terutamapada sektor permukiman.
Referensi
DNPI, 2010, Adaptation Science and Policy Study:
Book-1 Final Report
Mochamad A, 2014, paparan,Catatan Tambahan
dalam Diskusi: Konsep Pedoman Pengukuran Kapasitas Adaptasi
NDP/GEF, 2013,Capacity Development
IndicatorsNDP/GEF Resource Kit