Senin, 23 November 2015

Penyediaan Air Baku, Kuantitas dan Kualitas Serta Potensi Kehilangannya

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
(telah dipublikasikan di majalah dinamika riset edisi II tahun 2015)


Indonesia yang memiliki jumlah penduduk  237 juta jiwa pada tahun 2010 (sensus BPS), dan diproyeksikan pada tahun 2015 mencapai jumlah ± 250 juta jiwa, perlu untuk memperhatikan pemenuhan kebutuhan air bersih sebagai kebutuhan primer. Berdasarkan catatan Direktorat Sumber Daya Air (2013) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Indonesia memiliki cadangan air sebanyak 3.906 miliar m3/ tahun. Jika kita coba menghitung kebutuhan air bersih menggunakan standar WHO yaitu 30 liter/hari maka diperlukan 7,5 miliar liter/hari atau 2.737 miliar m3/ tahun. Melihat perbandingan kebutuhan dan ketersediaan itu tentunya masih banyak cadangan airnya, namun perlu diingat bahwa keberadaan air yang kita miliki tidaklah merata, dan tergantung oleh faktor curah hujan, letak geografis dan kondisi geologis wilayah. Kondisi tidak meratanya ketersediaan air, menyebabkan saat ini masih terdapat 100 juta orang di Indonesia yang memiliki kesulitan dalam mengakses air bersih (Ditjen SDA, 2013), bahkan 70 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi air dari sumber – sumber yang tercemar.
Ukuran layanan air bersih diistilahkan dengan singkatan 4 K, yaitu kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan. Dalam tulisan ini kita akan melihat permasalahan layanan air pada aspek kuantitas dan kualitasnya, dan secara khusus juga melihat adanya potensi kehilangan air baku air bersih.
Penduduk dan Kuantitas Air
Kalau kita lihat secara normatif, berdasarkan PP No. 69 Tahun 2014 tentang Hak Guna Air disebutkan, pemenuhan air bersih untuk kebutuhan pokok minimal sehari-hari diberikan dengan ketentuan sebesar 60 liter/orang/hari dan diperoleh dari Sumber Air/ tempat pengambilan Air, yang disediakan oleh pemerintah kabupaten/kota dengan waktu tempuh paling lama 20 menit, dengan jalan kaki dari permukiman. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut, kita perlu melihat proyeksi sebaran penduduk Indonesia (tabel 1), yang selama ini masih menunjukkan dominasi penduduk berada di pulau Jawa.









Tabel 1. Penduduk per provinsi
Sumber: Neraca Air Baku Nasional, Dit Jen Sumber Daya Air, 2015
   
Dengan melihat sebaran penduduk tersebut, kita dapat melihat kebutuhan air per provinsi (tabel 2), yang jika dijumlahkan total akan mencapai kurang lebih 15 miliar liter/hari.
Tabel 2. Kebutuhan air
Sumber: Neraca Air Baku Nasional, Dit Jen Sumber Daya Air, 2015
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pada kurun waktu 2015 - 2019 memiliki rencana untuk menambah jumlah penyediaan air baku sampai sejumlah 66,84 m3/detik di berbagai wilayah provinsi di Indonesia. Jika rencana penyediaan air baku ini dibandingkan dengan sebaran kebutuhan air, dapat terlihat wilayah provinsi (tabel 3) yang masih memerlukan penambahan air baku.
Tabel 3. Kekurangan air
Sumber: Neraca Air Baku Nasional, Dit Jen Sumber Daya Air, 2015

Beberapa provinsi yang perlu waspada terkait kekurangan air bersih adalah Sumatera Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, NTT dan Papua.
Kehilangan air baku
Masalah lain terkait kuantitas air baku air bersih selain penyiapan kebutuah air baku baru, adalah adanya potensi kehilangan air. Sebagai contoh kasus di Waduk Wonogiri (tahun 2014-2015), dari jumlah produksi 1.308 m3/ detik dalam satu tahun, terdapat kehilangan air 290 m3/detik atau sebesar 22% nya. Jika kita teliti di dalam 3 musim tanam (tabel 4) maka akan terlihat kehilangan terbesarnya justru pada musim tanam I yaitu 35%, pada tanggal 1 November – 23 April. Sedangkan pada musim tanam II (30 April-4 Juli) terkecil kehilangannya (8%) dan musim tanam III (5 Juli-31 Oktober) berada diantaranya yaitu sebesar 13 %. Hal ini menunjukkan adanya fluktuasi kehilangan air dengan faktor utama terkait musim, dan kebutuhan air oleh penduduk.
Tabel 4. Kehilangan Air Baku









Sumber: Pola Operasi Waduk Wonogiri, PJT 1, 2015
Keterangan 1:  air yang tidak hilang, 2: kehilangan air baku

Contoh ini hanya kasus kejadian, dengan kurun waktu, dan wilayah spesifik, data lain terkait kehilangan air baku untuk air minum, masih dalam tahapan penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman.
Kualitas Air Baku
 Sumber air untuk air minum dapat berasal dari beberapa sumber air, misalnya air permukaan, air tanah, mata air maupun air di angkasa. Sumber air yang berasal dari mata air, tentunya tidak memiliki masalah dengan kualitasnya, namun lebih kepada kuantitas akibat dari alih fungsi lahan dan perambahan hutan. Sumber air baku dari air permukaan sebagian besar telah terkontaminasi dengan zat berbahaya bagi kesehatan, sehingga membutuhkan pengolahan sebelum dapat dikonsumsi.
Dalam proses pengolahan air, infrastruktur pertama untuk pengambil air diistilahkan sebagai intake, dapat direncanakan untuk dapat menangkap air dengan kualitas yang paling baik, menghindari ikan dan benda mengambang, endapan kasar dan benda terlarut lainnya. Saluran air baku, boleh menggunakan saluran terbuka jika air belum diolah, namun untuk yang telah diolah, diharuskan menggunakan saluran tertutup  untuk menghindari pencemaran atau penurunan kualitas air. 
Kualitas air baku dapat berada pada kondisi memenuhi syarat baku mutu, ataupun tidak seluruhnya memenuhi syarat baku mutu. Ketidaksesuaian dengan syarat baku mutu ini dapat diselesaikan dengan pengaturan penggunaan bahan kimia. Namun hal ini juga dapat memberikan dampak munculnya limbah lumpur, yang membutuhkan pembilasan pada bangunan pengolah air. Hal ini menyebabkan munculnya tambahan kebutuhan air untuk produksi akibat kualitas yang tidak standar. Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Permukiman, di tahun 2015 ini mencoba untuk memformulasi potens kehilangan air baku akibat kualitas yang tidak baik, yang mengakibatkan adanya tambahan air yang terbuang dalam proses produksi.
Sebagai catatan akhir tulisan ini perlu diperhatikan bersama terkait peran dari masyarakat dan kita bersama untuk  dapat menjaga sumber air baku, untuk menghindari in efisiensi pengolahan air, memperkuat kemampuan adaptif terhadap faktor musim (baik penghujan dan kemarau), dan manajemen infrastruktur (sumber air baku, pengolahan, produksi dan distribusi) yang baik.

Referensi:
·         (Sumber daya air dalam angka, Direktorat Jenderal SDA, 2013)
·         (http://ciptakarya.pu.go.id/water/post.php?q=101-Satu-Orang-Indonesia-Konsumsi.html)
·         Pola Operasi Waduk Wonogiri, PJT 1, 2015
·         Neraca Air Baku Nasional, Dit Jen Sumber Daya Air, 2015
·         Effendi, Hefni, 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan, Kanisius.



Tidak ada komentar:

Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...