Melihat utuh wajah orang lain saat kita berpapasan di jalan menjadi sesuatu yang langka saat ini. Hal ini kita alami sejak menghadapi pandemi Covid-19. Kita pun menutup sebagian
wajah untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona. Kita juga mesti berjauhan,
menjaga jarak, dan sering-sering mencuci tangan.
Fenomena ini
menunjukkan betapa pentingnya kesehatan dalam kehidupan
kita. Hidup sehat dan bugar perlu diupayakan melebihi hal–hal lain yang
mengutamakan penampilan atau estetika.
Namun di masa pandemi, ada satu tempat di mana kita dapat merasakan kembali
suasana layaknya di masa normal seperti saat sebelum Covid-19 mewabah. Tempat
itu adalah rumah makan. Di sana, setidaknya kita dapat melihat kembali wajah –
wajah yang sebelumnya ditutup dengan masker. Ketika makan dan minum, mau tidak
mau orang-orang melepas masker dan membuka utuh wajahnya.
Dengan begitu, kondisi ini menunjukkan makan dan minum menjadi unsur dasar
yang menunjang kehidupan manusia. Apalagi keberadaan air, sebagai elemen
terbesar yang ada di bumi, konon menopang kehidupan individu lebih dari sebuah
makanan.
Apalagi kalau menilik hubungan antara masker dan wajah dengan kebutuhan
manusia akan air, kita dapat melihat bahwa seperti halnya kita menghindarkan
‘wajah’ kita dari virus Corona, maka kita pun memerlukan upaya untuk menjaga
kualitas air minum, sehingga memenuhi semua parameter dan layak kita konsumsi.
Parameter itu meliputi aspek fisik, biologi, dan kimiawi. Selain sisi
kualitas itu, kita juga mengerti bahwa ada kebutuhan untuk menjaga kuantitas,
waktu penyediaan, dan keterjangkauan air minum.
Untuk itu, sebagai upaya memenuhi dan menjaga kelayakann konsumsi air
minum, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan
berbagai program, kebijakan, dan strategi soal air minum.
Selama ini, ditargetkan air minum layak tersedia 100% pada 2019. Namun
sayangnya sampai akhir tahun 2019 target tersebut baru mencapai 76,16%.
Direktorat Jenderal Cipta Karya mencatat beberapa permasalahan dalam upaya
mencapai 100% cakupan layanan air minum.
Pendanaan dalam penyelenggaraan air minum di skala nasional terbatas dan
memerlukan solusi inovatif. Misalnya dengan menjalin kemitraan
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Untuk
penyediaan air minum perpipaan, ditemukan catatan kritis terhadap kinerja
beberapa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Antara lain banyak PDAM tidak memenuhi full
cost recovery dalam penetapan tarif air minum. Selain itu, ada masalah kebocoran atau on-revenue for water (NRW).
Full cost recovery atau pemulihan biaya adalah[1]
tertutupnya dana operasional yang didapat dari selisih antara perhitungan tarif
rata-rata dibandingkan dengan biaya operasional.
Saat ini 143 dari 380[2]
PDAM di Indonesia telah menetapkan tarif
FCR. Jumlah itu menunjukkan bahwa lebih dari separuh PDAM belum menetapkan
tarif FCR.
Adapun NRW adalah faktor determinan inefisiensi PDAM. Hasil penelitian[3]
menunjukkan bahwa semakin tinggi NRW maka pendapatan PDAM akan semakin rendah,
khususnya dari penjualan air. Penyebab NRW terutama terkait ketidakakuratan
meteran pelanggan.
Akselerasi akses air minum perpipaan
Untuk itu, diperlukan
upaya untuk mengatasi inefisiensi perusahaan, khususnya soal
operasional PDAM.
Dalam soal PDAM ini,
audit jaringan perlu dilakukan--meminjam istilah Pak Prabowo pasca-pemilu
lalu--secara sistematis, masif,
dan terstruktur. Audit itu akan dikorelasikan
dengan catatan rekening. Tak kalah penting, manajemen meteran
wilayah dan penyederhanaan tipe pipa juga perlu dilakukan.
Upaya meminalisasi
NRW dapat ditempuh dengan pendekatan digitalisasi sistem bisnis,
termasuk dalam pembayaran dan tagihan, manajemen aset,
dan menciptakan manajemen perusahaan yang andal.
Dengan kata lain, penyelenggaraan air minum pada dasarnya merupakan kerja
kolaborasi antara berbagai kepentingan. Pemerintah pusat melalui
Kementerian PUPR sebagai salah satu pemangku kepentingan
penyediaan air
tentunya membutuhkan kerjasama dan komitmen dari pemerintah daerah
serta komunitas
di masyarakat.
Upaya-upaya ini
diperlukan untuk mencapai visi Kementerian Pekerjaan Umum 2020-2024, yaitu
terwujudnya ‘Infrastruktur
dan SDM PUPR yang Andal untuk Indonesia Maju, Adil, dan Makmur’.
Dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur permukiman, khususnya di bidang
air minum, hal ini dapat menjadi lokomotif penggerak
keberhasilan pencapaian visi kementerian.
Dengan ketersediaan
air minum yang baik, hidup sehat dan bugar akan selangkah
lebih dekat dari kita.
[1] https://koranseruya.com/tarif-full-cost-recovery-untuk-kesinambungan-pelayanan-spam.html#:~:text=Pemulihan%20biaya%20untuk%20menutup%20kebutuhan,rata%20harus%20menutup%20biaya%20penuh.
Diakses 26 november 2020 pukul 14:56
[2] http://www.pdamtirtabenteng.co.id/berita/bppspam-pdam-belum-memenuhi-full-cost-recovery-membuat-investor-enggan-bekerja-sama.
Diakses 26 november 2020 pukul 15:01
[3] https://pracastino.blogspot.com/search?q=full+cost.
Diakses 26 november 2020 pukul 15;15