Kamis, 06 Agustus 2020

Penyiapan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa


PEDOMAN

Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil

  

 

 

 

 

Penyiapan pengelola dan penghuni

rumah susun umum sewa

 

 


 

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

 


Daftar isi

 

 

Daftar isi i

Prakata. ii

Pendahuluan. iii

1.  Ruang lingkup. 1

2.  Acuan normatif 1

3.  Istilah dan definisi 1

4.  Ketentuan. 3

4.1 Ketentuan umum.. 3

4.2 Ketentuan teknis. 3

5.  Penyiapan pengelola yang baru ditetapkan dan pembinaan lanjutan pengelola yang sudah lama bekerja. 4

5.1     Standar kompetensi minimal pengelola rumah susun umum sewa. 2

5.2     Pendaftaran calon pengelola. 3

5.3     Seleksi calon pengelola. 3

5.4     Penetapan calon pengelola menjadi pengelola. 4

5.5     Menemukenali kesenjangan kompetensi pengelola. 4

5.6     Merumuskan strategi penyiapan pengelola. 5

5.7     Menyusun rencana pelaksanaan penyiapan pengelola. 5

5.8     Melaksanakan penyiapan pengelola. 6

5.9     Mengevaluasi pelaksanaan penyiapan pengelola. 6

6.  Prosedur penyiapan calon penghuni dan pembinaan lanjutan penghuni rumah susun umum sewa  8

6.1     Tingkat adaptasi penghuni 10

6.2     Menemukenali tingkat adaptasi penghuni 10

6.3     Merumuskan strategi penyiapan penghuni 11

6.4     Menyusun rencana pelaksanaan penyiapan penghuni 11

6.5     Melaksanakan penyiapan penghuni 12

6.6     Mengevaluasi pelaksanaan penyiapan penghuni 12

6.7     Melakukan pembinaan lanjutan/rutin. 13

Lampiran A.. 14

Lampiran B.. 39

Lampiran C.. 57

Bibliografi 58

  

 Prakata

 

Pedoman penyiapan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa ini bersifat melengkapi pedoman lain yang berkaitan dengan pengelolaan dan penghunian rumah susun umum sewa, terutama terkait dengan tahap penyiapan pengelola yang baru diangkat dan peningkatan kompetensi pengelola yang telah diangkat, serta penyiapan calon penghuni terseleksi dan pembinaan lanjutan penghuni yang telah tinggal di rumah susun umum sewa.

Pedoman ini disusun sebagai arahan dalam menetapkan prosedur penyiapan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa pada tahap prapengelolaan dan prapenghunian, serta pembinaan lanjutan bagi pengelola dan penghuni, guna mewujudkan kondisi pengelolaan dan penghunian rumah susun umum sewa yang baik dan berkelanjutan.

Penyusunan pedoman penyiapan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa diprakarsai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi dan Lingkungan yang dipersiapkan oleh Panitia Teknis Bahan Konstruksi Bangunan dan Rekayasa Sipil.

Pedoman ini telah dibahas dalam rapat konsensus pada tanggal 19 Nopember 2010 di Bandung. Tata cara penulisan pedoman telah mengikuti PSN Nomor 8 Tahun 2007.


Pendahuluan

Pembangunan rumah susun umum sewa merupakan salah satu upaya untuk menjawab permasalahan kekumuhan dan memenuhi kebutuhan perumahan di kawasan perkotaan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Kenyataannya, persoalan kekumuhan tetap saja terjadi pada rumah susun umum sewa. Berdasarkan hasil beberapa penelitian dan kajian menunjukkan bahwa hal ini terjadi karena adanya masalah kepenghunian dan pengelolaan yang kurang baik. Penghuni rumah susun umum sewa masih membawa kebiasaan seperti tinggal di rumah tidak bersusun. Pengelola tidak cukup memiliki kemampuan dan kepedulian dalam pengelolaan rumah susun.

Pedoman ini memberikan arah kepada pemerintah daerah atau lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah daerah dan/atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa untuk menyiapkan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa. Isi dari pedoman ini memuat prosedur penyiapan pengelola dan prosedur penyiapan penghuni. Prosedur penyiapan pengelola dan prosedur penyiapan penghuni terdiri atas beberapa tahapan yang harus dilalui. Prosedur penyiapan pengelola rumah susun umum sewa dibedakan menjadi dua yaitu penyiapan pengelola yang baru ditetapkan dan pembinaan lanjutan pengelola yang sudah ditetapkan. Prosedur penyiapan pengelola yang baru ditetapkan dimulai dari pendaftaran calon pengelola, seleksi calon pengelola, penetapan calon pengelola menjadi pengelola, menyusun rencana penyiapan pengelola, melaksanakan penyiapan pengelola, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan pengelola. Prosedur pembinaan lanjutan pengelola dimulai dari menemukenali kesenjangan kompetensi pengelola, merumuskan strategi penyiapan pengelola, menyusun rencana pelaksanaan penyiapan pengelola, melaksanakan penyiapan pengelola, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan pengelola. Sedangkan prosedur penyiapan penghuni rumah susun umum sewa dimulai dari menemukenali tingkat adaptasi penghuni, merumuskan strategi penyiapan penghuni, menyusun rencana pelaksanaan penyiapan penghuni, melaksanakan penyiapan penghuni, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan penghuni.  

Penerapan pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi pengelola dan kemampuan adaptasi penghuni rumah susun umum sewa khususnya pada ranah pengetahuan. Keterampilan lebih lanjut, sikap yang konstruktif dan harmonis bagi pengelola dan penghuni merupakan bagian dari program pembinaan selanjutnya.

 

 Penyiapan pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa

 

1.    Ruang lingkup

 Pedoman ini merupakan acuan dalam kegiatan penyiapan dan pembinaan lanjutan terhadap pengelola dan penghuni rumah susun umum sewa. Secara rinci ruang lingkup pedoman ini terdiri atas dua bagian sebagai berikut :

a.    untuk pengelola, pedoman ini merupakan acuan dalam prosedur penyiapan pengelola pada tahap prapengangkatan atau prapenetapan sebagai personil pengelola, sedangkan pembinaan lanjutan diperuntukkan bagi pengelola yang telah diangkat atau ditetapkan dan telah melaksanakan tugasnya; dan

b.    untuk penghuni, pedoman ini merupakan acuan penyiapan penghuni pada tahap prapenghunian, sedangkan pembinaan lanjutan terhadap penghuni diperuntukkan bagi penghuni yang telah tinggal di rumah susun umum sewa.

Penyiapan dan pembinaan lanjutan pengelola dilaksanakan oleh pembina, sedangkan penyiapan dan pembinaan lanjutan bagi penghuni dilakukan oleh pengelola yang telah diangkat/ditetapkan oleh pembina.  

 

                   

2.    Acuan normatif

 Undang-undang RI No. 20 tahun 2011, Rumah Susun

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006, Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007, Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008, Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan

  

3.    Istilah dan definisi

 

3.1

pembina

institusi atau lembaga yang bertugas melakukan pembinaan dalam pengelolaan rumah susun umum sewa, meliputi:

a.    apabila aset fisik rumah susun umum sewa sudah diserahkan kepada pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa, maka penyiapan pengelola dilakukan oleh pemerintah daerah atau lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa; dan

b.    apabila aset fisik rumah susun umum sewa belum diserahkan kepada pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa, maka penyiapan pengelola dilakukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah atau lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa.

 

3.2

pembinaan lanjutan terhadap pengelola

upaya peningkatan kompetensi pengelola yang dinilai berdasarkan analisis kesenjangan kompetensi seorang pengelola yang belum memenuhi kriteria standar sesuai posisi dan bidang kerjanya dalam organisasi pengelola

 

 

3.3

pembinaan lanjutan terhadap penghuni

upaya peningkatan adaptasi terhadap penghuni yang dilakukan berdasarkan analisis tingkat adaptasi pada tahap prapenghunian atau secara berkala selama penghunian

 

3.4

pengelola

perorangan yang merupakan bagian dari organisasi pengelola dan mampu melakukan tindakan hukum untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pengelolaan rumah susun umum sewa

 

3.5

penghuni

orang yang telah terseleksi dan ditetapkan sebagai penghuni rumah susun umum sewa oleh pejabat yang berwenang

 

3.6

penyiapan pengelola

rangkaian kegiatan menyiapkan personil pengelola rumah susun umum sewa dari menyeleksi calon pengelola, merekomendasikan calon yang tepat untuk diangkat menjadi anggota dalam organisasi/unit pengelola, serta memberikan pelatihan dan penyegaran bagi pengelola yang sudah lama bekerja berkaitan dengan tugas yang akan dilaksanakannya serta tantangan ke depan, agar mampu mengelola rumah susun umum sewa secara efektif, efisien, dan berkelanjutan  

 

3.7

penyiapan penghuni

kegiatan menyiapkan penghuni rumah susun umum sewa terseleksi agar dapat beradaptasi sesuai dengan peraturan tinggal di rumah susun umum sewa yang dilakukan oleh pengelola

 

3.8

peta kompetensi

gambaran tentang tingkat pengetahuan, kemampuan manajerial, keterampilan, dan sikap dari pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya yang didapatkan dari hasil perbandingan antara standar kompetensi dengan hasil pengukuran tingkat kompetensi

 

3.9

rumah susun umum sewa

rumah susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, yang penguasaan satuan rumah susunnya dilakukan dengan cara disewa.

 

3.10

standar kompetensi

rumusan suatu kemampuan yang dilandasi oleh pengetahuan, kemampuan manajerial, ketrampilan, dan didukung sikap serta penerapannya di tempat kerja yang mengacu pada unjuk kerja yang dipersyaratkan oleh suatu posisi dan bidang kerja dalam organisasi pengelola  

 

3.11

tingkat adaptasi

kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan sehingga seseorang dapat hidup dan berfungsi lebih baik di lingkungannya

 

 

4.    Ketentuan

 

4.1 Ketentuan umum

 

a.    Pelaksanaan kegiatan penyiapan dan pembinaan lanjutan pengelola dilakukan oleh pembina, dengan ketentuan :

1)    apabila aset fisik rumah susun umum sewa sudah diserahkan kepada pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa, maka peyiapan pengelola dilakukan oleh pemerintah daerah atau lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa; dan

2)    apabila aset fisik rumah susun umum sewa belum diserahkan kepada pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa, maka penyiapan pengelola dilakukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah atau lembaga yang ditugaskan oleh pemerintah daerah atau institusi penerima bantuan rumah susun umum sewa.  

b.    Pelaksanaan kegiatan penyiapan dan pembinaan lanjutan penghuni dilakukan oleh pengelola yang telah diangkat dan disiapkan oleh pembina.

c.    Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan penyiapan dan pembinaan lanjutan pengelola ditetapkan oleh pembina.

d.    Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan penyiapan dan pembinaan lanjutan penghuni ditetapkan oleh pengelola.

e.    Penyiapan dan pembinaan lanjutan terhadap pengelola dan penghuni dilaksanakan sesuai dengan modul-modul yang telah disiapkan sesuai kebutuhan.

f.     Tahapan penyiapan pengelola dan penghuni dapat dilakukan dengan pendekatan pembelajar orang dewasa dengan pelibatan peserta secara aktif dalam mengarahkan dan mencapai tujuan peningkatan kompetensi yang biasa disebut pendekatan partisipatif.

 

4.2 Ketentuan teknis

 

a.    Prosedur penyiapan pengelola rumah susun umum sewa yang baru ditetapkan dimulai dari pendaftaran calon pengelola, seleksi calon pengelola yang berminat dan mendaftarkan diri, menetapkan calon pengelola menjadi pengelola, menyusun rencana pelaksanaan penyiapan pengelola, melaksanakan penyiapan pengelola, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan pengelola.

b.    Prosedur pembinaan lanjutan pengelola rumah susun umum sewa dimulai dari menemukenali kesenjangan kompetensi pengelola, merumuskan strategi penyiapan pengelola, menyusun rencana pelaksanaan penyiapan pengelola, melaksanakan penyiapan pengelola, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan pengelola.

c.    Prosedur pembinaan lanjutan pengelola rumah susun umum sewa dibedakan menjadi:

-       pembinaan lanjutan yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan penyiapan pengelola dilakukan sesuai hasil pre-test dan post-test; dan

-       pembinaan lanjutan yang merupakan kegiatan rutin dan berkala.

d.    Prosedur penyiapan penghuni rumah susun umum sewa dimulai dari menemukenali tingkat adaptasi penghuni, merumuskan strategi penyiapan penghuni, menyusun rencana pelaksanaan penyiapan penghuni, melaksanakan penyiapan penghuni, dan mengevaluasi pelaksanaan penyiapan penghuni.

e.    Pembinaan lanjutan penghuni rumah susun umum sewa dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan tentang penghunian, penyegaran tentang peraturan dan tata tertib, pemberian informasi tentang penghunian baik melalui media cetak dan elektronik, dan lain sebagainya sesuai dengan kondisi di lapangan.

 5.    Penyiapan pengelola yang baru ditetapkan dan pembinaan lanjutan pengelola yang sudah lama bekerja

 

a.    Penyiapan pengelola yang baru ditetapkan

Dimaksudkan untuk menyiapkan pengelola yang baru ditetapkan supaya memiliki kompetensi standar dalam pengelolaan rumah susun umum sewa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengelola baru tersebut akan diberi informasi dan pengetahuan tentang tata cara pengelolaan rumah susun umum sewa.

Hasil dari proses kegiatan penyiapan pengelola yang baru ditetapkan adalah pengelola memiliki kompetensi standar tentang pengelolaan rumah susun umum sewa.

Penyiapan pengelola yang baru ditetapkan dilakukan dengan cara pelatihan yang sistematis.

b.    Pembinaan lanjutan pengelola yang sudah lama bekerja

Dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi pengelola yang masih memiliki kesenjangan kompetensi dan penyegaran agar mencapai tingkat kompetensi sesuai standar.   

Pembinaan lanjutan yang merupakan tindak lanjut dari kegiatan penyiapan dilakukan dengan tahapan: analisis hasil pre-test dan post-test, menyiapkan materi tertentu sesuai dengan kesenjangan kompetensi yang dimiliki, menyusun rencana pelaksanaan, melaksanakan pembinaan, dan mengevaluasi pelaksanaan pembinaan pengelola.

Pembinaan lanjutan yang merupakan kegiatan rutin dan berkala dilakukan dengan cara mentoring, mengundang pakar, studi banding, aktif berpartisipasi di dalam forum pengelola atau mengikutkan pengelola dalam pelatihan/kursus/seminar sesuai bidang tugasnya.

Prosedur penyiapan pengelola dapat dilihat pada Gambar 



untuk mendapatkan versi lengkap dapat menghubungi kami

Kamis, 02 April 2020

PENGEMBANGAN MANAJEMEN PERKOTAAN, PRAKTEK DI INDONESIA

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

THE DEVELOPMENT OF URBAN MANAGEMENT, PRACTICE IN INDONESIA
Yudha Heston1, Retno Widodo D Pramono2
1Balai Penelitian dan Pengembangan Penerapan Teknologi Permukiman
Jl. Laksda Adisucipto No.165 Yogyakarta. Telp/fax (0274) 555205/546978
2Program Doktor Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah Mada
1pracastino@gmail.com; 2pramono.wid@ugm.ac.id
Tanggal diterima : 19 November 2019 ; Tanggal disetujui : 16 Maret 2020
Abstract

The new concept of governance as a process of policy formation and implementation of state governance authorities in encouraging the realization of people's welfare (Yarni and Amir, 2014) must be carried out three main principles namely coordination, participation and accountability. Urban management deals with a variety of administrative structures, laws and regulations, urban space planning and development, and the development of regulatory tools that help economic development authorities (Setiawan and Timothy, 2007). The role of urban management is quite effective in achieving long-term sustainable development outcomes (Evans et al. 2005, 2006). Can urban management be effectively practiced in developing countries? What challenges and innovations have been made in implementing them? This paper will provide an overview of this matter through documentation of the development of its application in Indonesia. This
paper tries to synthesize theory with urban management practices in Indonesia by taking examples of successful cases in several cities in Indonesia.

Keywords: urban, development, management, indonesia

Abstrak
Konsep baru governance sebagai proses pembentukan kebijakan dan implementasi kewenangan mengelola urusan negara dalam mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat (Yarni and Amir, 2014) harus dilakukan tiga prinsip utama yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Dalam bidang pemerintahan daerah, prinsip ini memunculkan pendekatan baru berupa urban management yang berkaitan dengan ragam struktur administratif, mekanisme legal, perencanaan dan pengembangan ruang kota, serta pengembangan alat pengaturan yang membantu pihak otoritas
mengarahkan pembangunan ekonomi (Setiawan and Timothy, 2007). Peran urban manajemena cukup efektif untuk mewujudkan hasil pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang.(Evans et al. 2005, 2006). Dapatkah urban management secara efektif terpraktekkan di negara berkembang? Apa hambatan dan inovasi yang dilakukan dalam penerapannya? Tulisan ini akan memberi gambaran mengenai hal ini melalui dokumentasi perkembangan penerapan nya di Indonesia. Karya Tulis ini mencoba untuk mensintesa teori dengan praktik urban management di indonesia dengan mengambil contoh kasus keberhasilannya di beberapa kota yang ada di Indonesia.

Kata kunci: urban, pembangunan, management, Indonesia




Fulltext:
http://jurnalsosekpu.pu.go.id/index.php/sosekpu/article/view/307/pdf

Senin, 06 Januari 2020

Pembangunan Perkotaan dan Perubahan Iklim*

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Telaah Buku (Book Review)

DATA BUKU
·         Judul:  Cities and Climate Change (Global Report on Human Settlements 2011)
·         Penulis: Mangiza, NDM, dkk.
·         Penerbit: United Nations Human Settlements Programme (UN-Habitat)
·         Cetakan: I, 2011
·         Tebal: xvii + 279 halaman
·         ISBN: 978-1-84971-371-9

Abstrak
Buku Cities and Climate Change yang disusun UN- Habitat menjelaskan tiga hal utama terkait pembangunan wilayah perkotaan dan peristiwa perubahan iklim, yaitu Kontribusi Kota terhadap Perubahan Iklim, Dampak Perubahan Iklim pada Kota-kota dan Bagaimana Kota-kota Bermitigasi dan Beradaptasi terhadap Perubahan Iklim. Untuk memastikan keberhasilan pembangunan kota, perlu menempatkan strategi pembangunan yang tanggap perubahan iklim pada semua tahap pengelolaan kota. Diperlukan upaya yang terencana dari pemangku kepentingan di kota untuk memitigasi emisi GRK. Sebagai langkah awal, dapat dan perlu dilakukan penyadaran pada semua lapisan (institusi, komunitas dan lembaga) pemangku kepentingan, tentang adanya fenomena perubahan iklim dan dampak yang menyertai.

Kata kunci :  kota, kontribusi, dampak, perubahan iklim
1.     Pendahuluan
Kota secara sosial (Arifianto, Eko. 2008), dapat dilihat sebagai sebuah komunitas yang diciptakan untuk meningkatkan produktivitas. Kondisi ini dicapai dengan adanya konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja dan kekayaan intelektual, budaya, kegiatan rekreatif. Kota menyediakan kebutuhan dan pelayanan yang dibutuhkan penduduknya. Kota juga merupakan pusat konsentrasi penduduk. Tingkat pertumbuhan fenomenal (Sherbinin, 2007)  sebagian kota besar, negara berpenghasilan rendah dialami dari tahun 1960 sampai 1980-an. Peristiwa –peristiwa bencana terkini mengungkapkan kerentanan daerah perkotaan dengan ancaman perubahan iklim. Kenyataannya banyak orang tinggal di kota-kota besar, termasuk di dekat garis pantai, dan bahwa kota-kota terus mengalami pertumbuhan.
Akselerasi urbanisasi merupakan kecenderungan yang penting pada isu permukiman perkotaan, terutama terkait dengan dampak paparan dan kerentanan peristiwa ekstrim. Urbanisasi yang cepat dan tidak terencana dapat memperburuk kerentanan terhadap risiko bencana (Sánchez Rodríguez-dkk., 2005 dalam IPCC, 2012). Perubahan iklim merupakan fungsi dari tiga fenomena yaitu cuaca ekstrim, iklim ekstrim dan perubahan iklim itu sendiri. Kejadian ini yang kemudian berinteraksi dengan masyarakat yang terutama berkonsentrasi di dalam entitas kota yang menyebabkan munculnya tantangan perubahan iklim. Penelitian (IPCC, 2012) menemukan penyebab dampak dan bencana perubahan iklim adalah hasil dari interaksi, faktor iklim dan manusia serta faktor non iklim. Dampak tingkat keparahan perubahan iklim juga terkait dengan faktor paparan yaitu keberadaan manusia, mata pencaharian, jasa lingkungan dan sumber daya, infrastruktur, atau ekonomi, sosial, dan budaya terkait aset di tempat-tempat terpengaruh, faktor lain terkait dengan kerentanan yaitu kecenderungan untuk terpengaruh perubahan iklim.
Buku Cities and Climate Change (Global Report on Human Settlements 2011) mengulas dampak dari urbanisasi dan perubahan iklim secara konvergen, mengkaji ancaman lingkungan, stabilitas ekonomi dan sosial. Buku ini bertujuan untuk meningkatkan wawasan, terutama bagi pemerintah dan semua pihak yang tertarik dalam pembangunan perkotaan dan perubahan iklim, terkait kontribusi kota terhadap perubahan iklim, dampak perubahan iklim pada kota, dan upaya kota melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
2.     Metode Penelitian
Kajian literatur (Chariri,  A.  2009.) adalah langkah penting dalam penelitian kualitatif. Kajian literatur dilakukan untuk memastikan kesesuaian teori yang dipakai untuk menjelaskan fenomena, selain itu dapat menjadi penunjuk keterkaitan penelitian dengan penelitian terdahulu. Teori yang didapat dari kajian literatur digunakan sebagai kacamata dalam memaknai fenomena yang dihadapi.
Kajian literatur terkait pembangunan perkotaan untuk dapat melihat fenomena perubahan iklim, sesuai dengan ilmu normatif dan pengalaman empiris kota-kota di dunia, sehingga dapat dimanfaatkan dalam konteks lokal.
Pentingnya melakukan kajian literatur (Neumen 2003 dalam Chariri, A. 2009) antara lain sebagai berikut: 
·         Menunjukkan pemahaman tentang pengetahuan yang dimiliki dan kredibilitas peneliti.  Kajian literatur menjelaskan apa yang telah diketahui peneliti di  bidang  pengetahuan yang sedang diteliti serta kompetensi, kemampuan dan latar belakang peneliti. 
·         Menunjukkan keterkaitan penelitian dengan penelitian sebelumnya. Kajian literatur dapat mengarahkan peneliti pada pertanyaan penelitian yang paling tepat dan menunjukkan perkembangan pengetahuan. 
·         Menciptakan koherensi dan menunjukkan apa yang sudah dan belum diketahui. Kajian pustaka dapat dilakukan dengan mengelompokkan dan mensintesiskan hasil-hasil penelitian yang  berbeda. 
·         Belajar dari pihak lain dan memunculkan ide baru. Kajian pustaka dapat menjelaskan hal yang telah ditemukan, sehingga peneliti mendapat manfaat dari apa yang telah dilaksanakan sebelumnya. 
Analisis data yang dilakukan dalam kajian literatur terkait dengan data dan informasi yang dikumpulkan, dengan memilah dan mensintesa kembali data yang telah divalidasi, sesuai dengan peubah peubah yang akan dianalisis, dan kemudian interpretasi data.
3.     Hasil dan Pembahasan
a.      Kontribusi Kota terhadap Perubahan Iklim
Adanya peningkatan urbanisasi, menjadikan perlunya memahami dampak perubahan iklim terhadap lingkungan perkotaan. Lavell (1996) dalam IPCC, 2012 mengidentifikasi delapan konteks kondisi kota yang dapat meningkatkan atau berkontribusi terhadap risiko bencana dan kerentanan perubahan iklim:
1.      Sinergitas sifat dan kebergantungan bagian-bagian kota
2.      Kurangnya redundansi dalam fungsi transportasi, energi, dan sistem drainase
3.      Konsentrasi fungsi wilayah kunci dan kepadatan bangunan serta populasi
4.      Penempatan lokasi yang tidak tepat
5.      segregasi sosial-spasial
6.      Degradasi lingkungan
7.      Kurangnya koordinasi kelembagaan
8.      Kontradiksi fungsi kota sebagai suatu sistem yang berfungsi terpadu dan batas administrasi yang menghambat koordinasi
Efek Gas Rumah Kaca (GRK) yang disebabkan oleh manusia (antropogenik) dan berasal dari kota berkisar antara 40-70% (gambar 1), menggunakan pendekatan berbasis produksi.  
Nilai ini, jika menggunakan metode berbasis konsumsi akan bernilai setinggi 60-70%. Metode berbasis konsusmsi dihitung dengan menjumlahkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari produksi semua barang yang dikonsumsi oleh penduduk perkotaan, dengan tidak memperhatikan lokasi geografis produksi.
Sumber utama emisi GRK dari perkotaan terkait dengan konsumsi bahan bakar fosil, termasuk pasokan energi untuk pembangkit listrik (batubara, gas dan minyak bumi), transportasi, penggunaan energi pada bangunan komersial dan perumahan (penerangan, memasak, ruang pemanasan, dan pendinginan), produksi industri, dan limbah (gambar 2).
Emisi di perkotaan belum dapat diukur dengan akurat, karena tidak ada metode yang diterima secara global untuk menentukan besarannya. Ukuran emisi GRK untuk kota ditentukan oleh ukuran kota, pertumbuhan, struktur dan kepadatan populasi. Sebagian besar kota-kota di dunia belum melakukan inventarisasi emisi GRK.
Pemanasan udara di atmosfer dan wilayah lautan akibat GRK, sebagai akibat dari aktivitas manusia telah diamati selama beberapa dekade. Penelitian terkait perubahan iklim telah dapat memberikan penjelasan hubungan antara pemanasan global dan perubahan siklus air di bumi. Pemanasan global telah menyebabkan perubahan frekuensi dan intensitas curah hujan, aktivitas angin siklon, pencairan es dan kenaikan permukaan laut.
Perubahan fisik, dan tanggapan terkait ekosistem dan ekonomi, memiliki implikasi pada kota-kota di seluruh dunia. Kenaikan suhu menyebabkan frekuensi pemanasan ekstrim semakin meningkat dengan pertumbuhan populasi, mengakibatkan pertambahan kebutuhan akan air, beberapa tempat di dunia menjadi lebih kering dalam beberapa musim, jika pola ini berlanjut, keterbatasan sumber air akan semakin parah.
b.     Dampak Perubahan Iklim pada Kota-kota
Perubahan iklim merupakan tantangan untuk wilayah perkotaan dan populasi yang diam di dalamnya. Dampak perubahan iklim di wilayah perkotaan yaitu: kota-kota memiliki suhu yang lebih hangat dan lebih sering mengalami siang dan malam yang panas di banyak wilayah; sedikit hari dan malam yang dingin; peningkatan frekuensi angin/ gelombang; peningkatan frekuensi kejadian hujan deras di beberapa wilayah; penambahan daerah yang terkena bencana kekeringan; peningkatan aktivitas badai tropis yang intens, dan peningkatan insiden kenaikan permukaan air laut tinggi ekstrim.
Dampak perubahan iklim, di beberapa kota juga ditambah dengan masalah penyediaan sarana- prasarana dasar penghuninya. Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi kondisi ketersediaan air, infrastruktur fisik, transportasi, permintamaan dan penawaran barang dan jasa, penyediaan energi dan produksi industri. Dampak perubahan iklim akan mengganggu potensi ekonomi lokal. Beberapa penduduk dapat kehilangan aset dan mata pencaharian. Dampak perubahan iklim sangat dirasakan di wilayah pesisir atau yang memiliki elevasi rendah. Terdapat 13% dari penduduk perkotaan dunia tinggal di wilayah ini.
Penelitian (IPCC, 2012) juga menemukan bahwa peristiwa ekstrim akan memiliki dampak yang lebih besar pada sektor-sektor berkaitan dengan unsur iklim, seperti air, pertanian dan sektor pangan, kehutanan, kesehatan, dan pariwisata. Perubahan iklim memiliki potensi mempengaruhi sistem pengelolaan air. Namun demikian, perubahan iklim bukan satu-satunya faktor perubah masa depan. Iklim ekstrem juga terkait dengan pengelolaan infrastruktur.
Resiko perubahan iklim, terkait kerentanan dan kapasitas adaptasi dapat beragam, yang memiliki fenomena atau sifat yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Dampak perubahan iklim berupa efek samping di berbagai sektor kehidupan kota. Perubahan iklim tidak memiliki pengaruh yang sama pada karakteristik manusia, yang berbeda menurut: jenis kelamin, usia, ras dan kepemilikan, hal ini berdampak pada kerentanan individu dan kelompok. Kegagalan perencanaan fungsi zonasi kewilayahan dan penataan standar bangunan dapat membatasi kemampuan adaptasi berbasis infrastruktur dan meningkatkan resiko tempat tinggal. Dampak  perubahan iklim dapat bertahan lama dan dapat bersifat menyebar.
Wilayah perkotaan dapat menambah atau mengurangi dampak bahaya perubahan iklim (misalnya bencana banjir), sesuai riwayat sosial dan lingkungan mereka. Populasi dapat menjadi rentan terhadap cuaca ekstrim dan potensi bencana. Bahaya iklim seperti gelombang panas dapat diperparah oleh peristiwa bencana lain, seperti polusi udara dan pemanasan perkotaan.
Dampak perubahan iklim seringkali merugikan bagi kaum perempuan. Perempuan di beberapa wilayah memerlukan ijin dari suami mereka, bahkan untuk kebutuhan evakuasi. Anak-anak juga memiliki resiko terkena dampak merugikan dari perubahan iklim. Hal ini terkait dengan masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang mungkin terganggu oleh peristiwa cuaca buruk dan bahaya iklim. Kejadian seperti kenaikan suhu, gelombang panas, hujan deras, kekeringan dapat berpengaruh pada perkembangan organ, sistem saraf, pengalaman, perilaku dan karakteristik anak.
Resiko bagi kaum perempuan dan anak-anak dapat meningkat oleh karena kondisi kemiskinan ekonomi. Kaum lanjut usia juga memiliki resiko yang lebih tinggi, dibandingkan dengan yang berusia kebih muda. Gelombang panas (misalnya di Chicago (1995) dan Eropa (2003)) menjadi contoh kematian kaum lanjut usia akibat perubahan iklim. Kaum lanjut usia juga terbatas dalam hal mobilitas, misalnya dalam menghadapi bahaya banjir. Kaum perempuan (anak maupun lanjut usia) menjadi kelompok yang paling rentan dampak perubahan iklim.


c.      Bagaimana Kota-kota Bermitigasi dan Beradaptasi terhadap Perubahan Iklim
(Wlash et al, 2011) mengemukakan respon kota mengatasi perubahan iklim
terbagi dalam dua kategori:
·         Mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dan memperbanyak proses (alami atau buatan) yang dapat menghilangkan GRK emisi dari atmosfer.
·         Adaptasi untuk mengurangi dampak perubahan yang berbahaya dan
mengoptimalkan pembangunan yang memiliki potensi menguntungkan.
Untuk melaksanakannya diperlukan manajemen yang efektif untuk lingkungan perkotaan kita. Respon terpadu untuk tantangan perkotaan sangat penting. Metode fasilitasi dan informasi yang terintegrasi dapat membantu desain
ini tanggapan terpadu dari tiap tataran, mulai dari global sampai lokal.
Aksi lokal diperlukan untuk mewujudkan komitmen nasional terkait perubahan iklim, yang sudah disepakati melalui forum internasional. Permasalahannya adalah, sebagian besar mekanisme aksi perubahan iklim internasional ditujukan terutama untuk pemerintah secara nasional, dan tidak menjelaskan proses bagi peran pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lannya dalam berkontribusi. Pada kenyataannya diperlukan sinergi dari semua pemangku kepentingan untuk menjamin kepentingan secara global.
Aksi perubahan iklim di perkotaan dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak ditemukan adanya upaya mitigasi dan kebijakan adaptasi tunggal yang sesuai untuk semua jenis kota. Diperlukan pendekatan manajemen risiko dalam perspektif pembangunan kota berkelanjutan, terkait dengan munculnya emisi GRK, resiko iklim dan pertimbangan kondisi sosial ekonomi ke depan. Kebijakan pembangunan perkotaan harus dapat mengutamakan adanya sinergi dan memberikan manfaat yang terbaik menanggapi perubahan iklim. Kebijakan terkait perubahan iklim (gambar 3) harus dapat mengatasi dampak jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan harus dapat mendukung aksi di berbagai lapisan dan sektor.
Peran masyarakat global, terkait upaya perkotaan dalam mitigasi dan adaptasi dapat berupa: penyediaan sumber daya keuangan yang dapat diakses langsung oleh pemangku kepentingan lokal,  perlunya penyederhanaan birokrasi sehingga pemangku kepentingan lokal dapat mengakses dukungan internasional, penyediaan informasi tentang pengetahuan dan pilihan mitigasi dan adaptasi.
 Di tingkat nasional, pemerintah nasional dapat membuat mekanisme yang memungkinkan tindakan mitigasi dan adaptasi di tingkat lokal seperti: melibatkan pemangku kepentingan lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan strategi mitigasi dan adaptasi; strategi insentif untuk investasi sumber energi alternatif dan penghematan energi, mendorong pembangunan tanggap perubahan iklim, meningkatkan koordinasi dan perampingan antara entitas sektoral dan administratif, mengembangkan kemitraan dengan aktor-aktor non-pemerintah, dan mengantisipasi kemungkinan dampak perubahan iklim yang lebih besar.
Pada tataran lokal, kebijakan perkotaan harus dimulai dari kesadaran, inisiatif, preferensi dan pengetahuan lokal dalam pembangunan daerah yang berbasis kebutuhan, pilihan, realitas dan potensi lokal untuk inovasi. Pemerintah kota seharusnya dapat mengembangkan visi untuk pembangunan yang tanggap perubahan iklim. Memiliki ruang partisipasi dan keterwakilan sektor swasta, masyarakat (miskin dan akar rumput) untuk memastikan perspektif yang luas dari pembangunan. Menggunakan pendekatan inklusif, dalam melakukan penilaian kerentanan untuk mengidentifikasi dan mitigasi risiko rencana pembangunan perkotaan.
4.     Kesimpulan
Kota sebagai sebuah entitas wilayah memiliki kontribusi pada peningkatan emisi GRK. Dampak perubahan iklim juga dirasakan di banyak kota di belahan dunia. Untuk memastikan keberhasilan pembangunan kota, perlu menempatkan strategi pembangunan yang tanggap perubahan iklim pada semua tahap pengelolaan kota. Lembaga internasional, nasional maupun lokal memiliki peran dan tanggungjawab terkait mitigasi dan upaya adaptasi terhadap perubahan iklim.
5.     Saran
Diperlukan upaya yang terencana dari pemangku kepentingan di kota untuk memitigasi emisi GRK. Sebagai langkah awal, dapat dan perlu dilakukan penyadaran pada semua lapisan (institusi, komunitas dan lembaga) pemangku kepentingan, tentang adanya fenomena perubahan iklim dan dampak yang menyertai.

7.     Daftar Pustaka
Arifianto Eko, 2008, Mengukur Kinerja Kota di Indonesia Dengan Pendekatan City Development Index (CDI): Kajian Studi Pada 32 Kota di Pulau Jawa, Universitas Indonesia, Jakarta
Chariri,  A.  2009.  “Landasan  Filsafat  dan  Metode  Penelitian  Kualitatif”,  Workshop  Metodologi Penelitian  Kuantitatif  dan  Kualitatif,  Laboratorium  Pengembangan  Akuntansi  (LPA),  Fakultas  Ekonomi  Universitas Diponegoro, Semarang 
IPCC, 2012: Summary for Policymakers. In: Managing the Risks of Extreme Events and Disasters to Advance Climate Change Adaptation [Field, C.B., V. Barros, T.F. Stocker, D. Qin, D.J. Dokken, K.L. Ebi, M.D. Mastrandrea, K.J. Mach, G.-K. Plattner, S.K. Allen, M. Tignor, and P.M. Midgley (eds.)]. A Special Report of Working Groups I and II of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Cambridge University Press, Cambridge, UK, and New York, NY, USA, pp. 3-21.
Sherbinin Alex, dkk. 2007, Vulnerability of Global Cities to Climate Hazards, International Institute for Environment and Development (IIED). Vol 19(1): 39–64. DOI: 10.1177/0956247807076725 www.sagepublications.com
Walsh et al, 2011. Assessment of climate change mitigation and adaptation in cities Proceedings of the Institution of Civil Engineers Urban Design and Planning 164 June 2011 Issue DP2Pages 75–84 doi: 10.1680/udap.2011.164.2.75.
__, Pedoman Karya Tulis Ilmiah, Peraturan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Nomor 04/E/2012


Senin, 08 Juli 2019

PEMETAAN KESIAPAN PENERAPAN SISTEM TEKNOLOGI UPRATING DI REMBANG, SELAYAR DAN MERAUKE

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Yudha P. Heston, Saraswati Tedja Wardhani

ABSTRACT


Peningkatan jumlah penduduk, meningkatkan pula kebutuhan air bersih, selain dari kebutuhan primer lainnya. Balitbang Kementerian PUPR telah mengembangkan sistem teknologi untuk meningkatkan kapasitas produksi instalasi pengolahan air (IPA). Sistem teknologi itu adalah “uprating”yang merupakan upaya rehabilitasi IPA hingga dapat berproduksi sampai dua kali debit awal. Penerapan sistem teknologi ini, dikembangkan dari IPA berbahan beton ke IPA dengan bahan baja. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kesiapan penerapan teknologi Uprating pada tiga PDAM yaitu Rembang, Kepulauan Selayar dan Merauke. Pendekatan atau metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah dengan menggunakan deskriptif kualitatif untuk menentukan kelayakan penerapan sistem Teknologi UpratingKesimpulan penelitian ini adalah bahwa PDAM Rembang memiliki kecukupan syarat untuk menerapkan teknologi. Sedangkan dua PDAM yang lain yaitu Merauke dan Kepulauan Selayar belum mencukupi syarat untuk penerapa teknologi uprating.


tulisan lengkap dapat diperoleh melalui link: 



terima kasih

PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PROYEK THE DEVELOPMENT AND UPGRADING OF THE STATE UNIVERSITY OF JAKARTA (PHASE 2) CIVIL WORKS (Studi Kasus Pekerjaan Pemasangan Dinding Bata Ringan)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...