Rabu, 24 November 2010

Evaluasi Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berkelanjutan, di Lingkungan Permukiman (Studi kasus Kabupaten Tasikmalaya)


Yudha Pracastino Heston
Balai Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman
Jl. Solo No.165 Yogyakarta. Telp/fax (0274) 555205/546978
Abstrak
Evaluasi dengan menilai program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), telah dilakukan untuk mengukur dampak keberlanjutan program Pamsimas, dan nilai – nilai yang dibangun.
Analisis dilakukan menggunakan statistik deskriptif untuk memaparkan distribusi frekuensi evaluasi program. Program dinilai berdasarkan sembilan indikator, menggunakan prosentase masing-masing variabel yang relevan. Nilai total rata-rata, menggambarkan pelaksanaan program dan prediksi keberlanjutan.
Dari penilaian yang dilakukan, pelaksanaan program Pamsimas di Kabupaten Tasikmalaya berjalan baik. Yaitu pada pada angka prosentase 60,39. Terdapat satu indikator yang memerlukan perbaikan, karena masih sangat buruk, yaitu indikator efisiensi, yang memiliki nilai 4,7.
Kata Kunci: evaluasi, keberlanjutan, penyediaan, air minum
Abstract
Assessing the Water Supply and Sanitation Community Based (PAMSIMAS) program, has been performed to measure the impact PAMSIMAS’ program sustainability, and values that built.
Analysis was performed using descriptive statistics to describe the frequency distribution of program evaluation. Courses assessed based on nine indicators, using the percentage of each relevant variables. Average total value, describes the program implementation and sustainability of the prediction.
From the assessment carried out, implementation of the program in Tasikmalaya District PAMSIMAS going well. 60.39 on percentage figures. There is one indicator that require improvement, because it is still very bad, which is an indicator of efficiency, which has a value of 4.7.
Keyword : evaluation, sustainability, supply, drinking water
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan pokok kehidupan manusia. Seorang individu memerlukan paling tidak 50 liter air per harinya (Gleick,1996).1 Kebutuhan ini mencakup penggunaan air untuk minum, memasak, keperluan sanitasi dan rumah tangga lainnya. Pemenuhan kebutuhan air bersih untuk konsumsi rumah tangga di Indonesia, dilihat dari pihak penyedia layanan distribusi air bersih dibagi menjadi 3(tiga) pihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat sendiri.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk dapat memenuhi salah satu amanat dari Millennium Development Goals, yaitu menurunkan separuh dari proporsi penduduk yang belum mempunyai akses air minum dan sanitasi dasar pada tahun 2015. Pelaksanaan komitmen pemerintah tersebut pada konteks lokal (kabupaten/ kota), terkendala oleh beberapa hal,antara lain luasnya wilayah pelayanan, kondisi masyarakat yang miskin, dan kapasitas fiskal yang rendah.2 Keadaan ini menjadi latar belakang munculnya program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas).
Pengalaman dari proyek International Water Consultancy pada tahun 1990, menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dapat memberi data perencanaan yang baik, lebih cepat dan lebih efektif biaya.3 Di bagian lain disebutkan juga bahwa, perlunya ketersedianya air bersih dengan mutu yang baik untuk menunjang kehidupan, menjadi kebutuhan pokok manusia. Selanjutnya dijelaskan bahwa dari pernyataan Kopenhagen, menegaskan karena air merupakan sumber daya yang langka dan rentan, biaya ekonominya harus dapat di definisikan dan di akui serta prioritas hendaknya ditegakkan. Diperlukan juga penetapan harga yang akan menciptakan rasa tanggung jawab dan memiliki terhadap sistem air bersih. Pernyataan Kopenhagen juga menghimbau agar semua pemerintahan dan ahli terkait untuk menerapkan prinsip pedoman ini dalam membuat dan melaksanakan kebijakan nasional dan rencana aksi mereka.
Program Pamsimas yang memasuki tahun ke tiga, belum sepenuhnya memenuhi target yang diharapkan. Dari data profil kabupaten 2008 status 2010-2, ditemukan bahwa baru terdapat 7 dari 106 kabupaten/kota penerima program, yang memiliki kelompok kerja air minum dan penyehatan lingkungan. Hal ini penting mengingat keberadaan kelompok kerja ini diharapkan akan menjadi sarana koordinasi dan konsultasi semua pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan penyediaan air minum di daerah.
Sebagai sebuah program, program Pamsimas pada suatu waktu akan berakhir, akan tetapi sebagai sebuah definisi kebutuhan penyediaan air minum dan sanitasi akan terus berlanjut. Untuk dapat mengukur dampak keberlanjutan program Pamsimas, dan nilai – nilai yang dibangun dari program tersebut, dilihat dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan, maka diperlukan upaya penelitian yang dapat memprediksi dan mengantisipasi keberlanjutan program ini.
Penelitian yang dilakukan, selain untuk memprediksi keberlanjutan pelaksanaan program dan nilai – nilai yang telah dibangun melalui program ini juga diperlukan untuk mencari kendala pelaksanaan dan kemudian menemukan solusi, untuk pengembangan manajemen program dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan.
DASAR TEORI
Terkait dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk suatu proses evaluasi, Feurstein (1990:25-27) dalam (Adi Isbandi, 2008)4 mengajukan beberapa indikator yang perlu dipertimbangkan. Indikator ini dipakai untuk meneliti pelaksanaan kegiatan, penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya. Kesembilan indikator ini dilihat keberadaannya pada masyarakat penerima manfaat, pengelola program dan pengambil kebijakan.
Indikator pertama adalah indikator ketersediaan, untuk melihat apakah semua aspek proses Program Pamsimas, dalam buku pedoman yang dikeluarkan oleh Direktorat Cipta Karya telah dilaksanakan di Kabupaten Tasikmalaya. Indikator berikutnya adalah relevansi, berkaitan dengan penggunaan sistem sarana prasarana penyediaan air bersih di lokasi penelitian. Apakah dalam pelaksanaan kegiatan sistem tersebut sesuai dan dapat diterima masyarakat penerima manfaat.
Indikator yang penting selanjutnya adalah keterjangkauan, indikator ini diperlukan untuk melihat terutama jarak sumber air bersih kepada konsumen yang adalah masyarakat penerima manfaat program. Berkaitan dengan keterjangkauan adalah cakupan, di mana kelompok masyarakat yang membutuhkan dapat terlayani program ini.
Indikator kualitas yang terutama perlu diteliti dalam program penyediaan air minum dan sanitasi di Kabupaten Tasikmalaya, adalah terutama mengenai persepsi masyarakat terhadap kualitas air bersih yang mereka konsumsi. Indikator selanjutnya adalah upaya, yang perlu dilihat apakah sudah optimal apa yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan terhadap berjalannya kegiatan. Indikator efisiensi dilakukan untuk melihat penggunaan air bersih yang telah disediakan apakah sudah termanfaatkan dengan baik. Dan terakhir perlu dilihat apakah sudah terjadi perubahan pada masyarakat penerima manfaat program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
Letak indikator keberhasilan yang digunakan untuk meneliti pelaksanaan program, terhadap kegiatan penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Indikator Keberhasilan program
Kebutuhan Air
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
Kelanjutan Kegiatan
· Sosial
· Ekonomi
· Lingkungan
rekomendasi


Gambar 1. Kerangka Penelitian
METODOLOGI
Lokasi penelitian di Kabupaten Tasikmalaya dipilih, berdasarkan rekomendasi Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum, selaku executing agency dari kegiatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat. Yaitu daerah dengan prevalensi penyakit terkait air yang tinggi dan belum mendapatkan akses terhadap air minum dan sanitasi.
Pada gambar 2. dapat dilihat, masih rendahnya prosentase penduduk yang mengakses air bersih melalui pipa/ledeng, di Kabupaten Tasikmalaya. Sebagian besar penduduk masih menggunakan sumur gali.
Penelitian dilakukan dengan meneliti pengelola program dan masyarakat penerima manfaat program di Kabupaten Tasikmalaya, dan menetapkan kuota sebanyak 64 sampel. Pengambilan sampel acak dengan rancangan Cluster Proportional to Population Size diakukan dengan cara:
Membagi daerah Penelitian kabupaten atau kota yang masuk dalam program Pamsimas ke dalam Klaster Kecamatan yang diambil secara acak, kemudian dari klaster kecamatan akan diturunkan ke tingkat desa, yaitu: Kabupaten Tasikmalaya: 3 desa dari satu kabupaten.
Menetapkan jumlah klaster yang akan dipilih atas dasar kesatuan analisis sampel yang dikehendaki yaitu dari kecamatan ke desa. Jumlah sampel tiap desa melalui proportional to population size dengan menggunakan rumus:

......................... (1)
Keterangan :
Jumlah KK yang telah dilayani program Pamsimas di 3 desa (N)
Jumlah sampel yang dibutuhkan (n) = 64 KK
Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif untuk memaparkan distribusi frekuensi dari evaluasi program. Kemudian dilihat juga korelasi dari beberapa variabel yang diteliti dalam penelitian ini. Pelaksanaan program kemudian di nilai berdasarkan sembilan indikator, menggunakan prosentase masing-masing variabel yang relevan dengan indikator. Nilai yang ditemukan kemudian dicari rata-ratanya, untuk mendapatkan gambaran prediksi keberlanjutan pelaksanaan program dan nilai – nilai yang telah dibangun melalui program ini. Dilihat juga kendala dan solusi, untuk pengembangan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tabel 1. ditunjukkan hasil penghitungan sampel, menggunakan rumus (1) di tiga desa lokasi penelitian, yaitu desa Wakap, Cidugeleun dan Cinunjang.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Sampel
Desa
Jumlah jiwa
Jumlah sampel (n)
Wakap
512
24
Cidugaleun
623
30
Cinunjang
212
10
Jumlah
1347
64
Jumlah sampel yang ada di 3 desa, dibagi secara proporsional sesuai jumlah penduduk penerima manfaat dari program Pamsimas. Sampel per desa, dilakukan menyesuaikan dengan unit lembaga terkecil dari program Pamsimas, yang berada atau pada tingkat kelurahan atau desa.
Pada gambar 3. ditampilkan grafik yang menggambarkan kondisi masyarakat di lokasi penelitian dilihat dari status sosial ekonominya. Di Kabupaten Tasikmalaya jumlah kecamatan terlayani program adalah 12(dua belas), dengan jumlah desa 15(lima belas), dan dusun: 68(enam puluh delapan). Dari hasil penelitian, masyarakat penerima program rata-rata memiliki penghasilan(3a) dua kali lipat dari pengeluarannya(3b). (Rp.1.238.157,20 banding Rp.604.576,11). Hal ini memperlihatkan bahwa, dari kegiatan mereka bertani telah cukup dalam mencukupi kebutuhan hidup(tabel 2). Penelitian mengenai budaya kegiatan ekonomi penduduk Tasikmalaya, antara lain adalah munculnya dorongan lapisan bawah untuk bersaing secara sosial, karena memudarnya pengaruh bangsawan.6 Bentuk kegiatan yang mereka lakukan adalah dengan menghemat dan bertekun dalam mengolah sawah, sehingga mereka memiliki modal untuk membeli tanah atau sawah, yang dibeli dari petani lain atau bangsawan. Cara lain adalah dengan berdagang atau membuat kerajinan dan membatik. Dan bentuk lain adalah merantau dan menjadi tukang kredit.
Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa 92% responden memiliki/ tinggal di rumah pribadi, responden tidak ada yang memiliki mobil, hanya 28% yang memiliki motor, 73% memiliki lemari es, 68% tidak memiliki televisi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat telah memilih barang yang memiliki nilai produktif (lemari es) dibanding benda konsumtif (televisi). Bahkan trend bersepeda motor, tidak ditemukan pada responden di Tasikmalaya. Akan tetapi tingkat pendidikan yang hanya sampai sekolah dasar(tabel 3), menyebabkan kurang dapat berkembangnya, tingkat kesejahteraan penduduk di lokasi penelitian.
Gambar 3. Kondisi ekonomi responden
b. Pengeluaran
a. Pendapatan


Tabel 2. Pekerjaan Tabel 3. Pendidikan
Pekerjaan
Frequency
Percent

Pendidikan Terakhir
Frequency
Percent
Tidak Bekerja
6
9.4

Tidak sekolah
2
3.1
Petani
27
42.2

SD tidak tamat
7
10.9
Pedagang
4
6.2

SD tamat
43
67.2
Wiraswasta
6
9.4

SLTP tidak tamat
6
9.4
Karyawan Swasta
3
4.7

SLTP tamat
2
3.1
Pegawai negeri/POLRI/TNI
3
4.7

SLTA tamat
2
3.1
Buruh
12
18.8

PT tamat (D3, S1, S2, S3)
2
3.1
Total
64
100.0

Total
64
100.0
Tahapan pelaksanaan program untuk melihat indikator ketersediaan pada gambar 4, menunjukkan bahwa dari hasil penelitian, yang dilakukan kepada pengelola program, ditemukan bahwa ada sebesar (18,75 dari 25) 79% proses telah diketahui dan dilaksanakan. Proses program Pamsimas sendiri dimulai dari sosialisasi di tingkat nasional sampai dengan tahap penyiapan badan pengelola di tingkat masyarakat. Proses ini disiapkan untuk dapat dilaksanakan dalam waktu 1,5 tahun. Keberhasilan pengelola program Pamsimas untuk melaksanakan 79% proses, salah satunya adalah kesiapan fasilitator yang sebagian besar adalah pemuda/pemudi lulusan sarjana, yang mengawal proses perencanaan dan implementasi teknis, pemberdayaan masyarakat dan perilaku kesehatan. Seluruh tahapan kegiatan program Pamsimas berjumlah 25 tahapan, terbagi menjadi tahap persiapan, perencanaan dan implementasi.


TAHAP PERSIAPAN
1
1
1/2
1/2


1/2
1/2
1/4
TAHAP PERENCANAAN


1/4



1/4


1/4
TAHAP IMPLEMENTASI

1/4


Gambar 4. Proses Kegiatan
Keterangan warna: biru=ya , hijau=tidak , coklat= missing , angka menunjuk bagian tahapan yang tidak diketahui/ dilaksanakan pengelola program
Dari bagan proses kegiatan gambar 4. dapat dilihat bahwa masalah terletak pada awal kegiatan, yaitu pada proses awal persiapan dan perencanaan. Hal ini dapat terjadi karena 2(dua) hal. Pertama karena keterbatasan mulainya waktu pelaksanaan program. Di mana masalah pencairan anggaran terjadi. Kemudian hal kedua adalah masih lemahnya koordinasi di tingkat kabupaten. Hal ini terbukti dengan belum terbentuknya kelompok kerja antar sektor yang menangani masalah air minum dan penyehatan lingkungan.
Indikator relevansi, dapat dilihat dalam Tabel 4 Crosstabulation tanggung jawab dalam memelihara infrastruktur air dengan mengumpulkan air. Dalam penghitungan ditemukan bahwa bapak, ibu bahkan seluruh anggota keluarga memiliki tanggung jawab dalam pemeliharaan infrastruktur air. Demikian juga dalam hal pemanfaatan fasilitas, yaitu pengumpulan air, didominasi oleh pihak ibu. Kedua hal ini menunjukkan kemudahan dan relevansi teknologi yang digunakan, sehingga setiap anggota keluarga, bahkan ibu dapat mengambil peran dalam pemanfaatan sarana-prasarana. Jika dilihat dari nilai prosentasenya maka dapat ditarik kesimpulan, indikator relevansi adalah 100% - 23,8%(peran pihak bapak)= 76.2%. Hal lain yang menjadi catatan, penelitian ini menegaskan lagi peran penting wanita dalam penyediaan air untuk keluarga.
Tabel 4. Tanggung jawab infrastruktur * Pihak yang mengumpulkan air Crosstabulation

Pihak yang Mengumpulkan Air
Total
Bapak/
Suami
Ibu/
Isteri
Anak
Seluruh Anggota Keluarga
Bapak Dan Ibu
Masyarakat
Pihak yang Bertanggung
jawab dalam Memelihara Infrastruktur Air
Bapak/Suami
4.8%
12.7%
.0%
1.6%
3.2%
1.6%
23.8%
Ibu/Isteri
1.6%
17.5%
1.6%
1.6%
.0%
.0%
22.2%
Anak
.0%
.0%
1.6%
.0%
.0%
.0%
1.6%
Seluruh Anggota Keluarga
1.6%
7.9%
.0%
17.5%
.0%
.0%
27.0%
Bapak Dan Ibu
.0%
1.6%
.0%
.0%
7.9%
.0%
9.5%
Ibu Dan Anak
.0%
.0%
.0%
1.6%
.0%
.0%
1.6%
Masyarakat
.0%
14.3%
.0%
.0%
.0%
.0%
14.3%
Total
8.0%
54.0%
3.2%
22.2%
11.1%
1.6%
100.0%
Ketersediaan sumber air cukup terjangkau yaitu pada kisaran jarak kurang dari 500 meter(tabel 5.) dari rumah. Atau bisa disebut berada dalam lingkup rukun tetangga. Hal ini cukup membantu, mengingat sumber air sebelum adanya program Pamsimas dapat lebih dari 1 kilometer dari rumah. Penggunaan hidran umum(tabel 6.) menunjukkan bahwa penerima manfaat menggunakan sumber air bersih mereka dari program Pamsimas. Untuk nilai indikator keterjangkauan ditemukan angka 100%- 7,8% (jarak > 500)= 92.2%.

Tabel 5. Jarak Sumber Air dengan Tempat Tingga
Jarak
Warna
Frequency
ungu
coklat
Percent

<>
Biru
23
35.9

10 Meter-500 Meter
Hijau
36
56.2

500 Meter-1000 Meter
Coklat
4
biru
6.2

> 1000 Meter
Ungu
1
hijau
1.6

Total

64
100.0








Tabel 6. Sumber Air Bersih yang Digunakan
Sumber air
Warna
Frequency
biru
Percent

Sumur
Biru
7
10.9

Kran/Hidran Umum
Hijau
38
coklat
ungu
59.4

3 dan 4
Coklat
1
1.6

Mata Air
Ungu
18
hijau
28.1

Total

64
100.0







Peran serta masyarakat dalam menentukan kebutuhan mereka, menyiapkan dan menerima layanan dari, oleh dan untuk masyarakat terlihat dalam gambar5. Di mana pertanyaan mengenai keterlibatan dalam musyawarah untuk mengetahui minat dan sanggup merubah perilaku, penyusunan rencana program penyediaan air bersih (PAB), penentuan lokasi sasaran dan pembuatan aturan mengenai air bersih dijawab ya (terlibat) oleh sebagian besar responden. Besarnya keterlibatan dalam pemanfaatan penyediaan air bersih dan sanitasi berbasis masyarakat adalah 64,83%, dihitung dari 4 variabel pada Tabel 7.
Tabel 7. Keterlibatan masyarakat dalam Proses Kegiatan


Aspek
Jawaban
Ya
tidak
Frequency
Percent
frequency
percent
Keterlibatan dalam Musyawarah Pamsimas Untuk Mengetahui Minat dan sanggup Merubah Perilaku
39
60.9
11
17.2
Keterlibatan dalam Membuat Aturan-Aturan Tentang PAB
36
56.2
14
21.9
Keterlibatan dalam Menentukan Lokasi Sasaran Untuk PAB
45
70.3
5
7.8
Keterlibatan dalam Penyusunan Rencana Program PAB dan Perubahan Perilaku Tidak Sehat
46
71.9
12
18.8
Pada tabel 8. Dapat dilihat berapa banyak jumlah responden penerima manfaat, yang mengetahui program Pamsimas, dibandingkan dengan sumber air bersih yang mereka gunakan.
Tabel 8. Pengetahuan Program Pamsimas * Sumber Air Bersih yang Digunakan Crosstabulation

Sumber Air Bersih yang Digunakan
Total
Sumur
Kran/Hidran Umum
Sumur dan HU
Mata Air
Mengetahui Program Pamsimas
Iya
6
36
1
13
56
Tidak
1
2
0
5
8
Total
7
38
1
18
64
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa, angka yang diberi lingkaran merupakan indikator cakupan program Pamsimas. Jika angka tersebut dikonversi menjadi bentuk persen maka akan diperoleh nilai 56,25%. Hal ini mengindikasikan bahwa porporsi penerima manfaat dari program baru separuh dari kemampuan cakupan yang diharapkan. Dalam tabel dapat juga dibaca masih ada 35 responden, atau 54,69 % masih menggunakan sumur dan mata air langsung, tanpa memanfaatkan program Pamsimas. Keterkaitan sumber air bersih yang digunakan dengan pengetahuan tentang program Pamsimas, secara statistik terbukti nyata pada tingkat kepercayaan 95%(tabel 9.). Hal ini membuktikan bahwa 56,25% responden yang memanfaatkan program Pamsimas, merubah kebiasaan mereka dalam mencari dan menggunakan sumber air bersih, untuk konsumsi keluarga mereka.
Tabel 9. Pengetahuan Program Pamsimas * Sumber Air Bersih yang Digunakan Correlation
Keterangan
Mengetahui Program Pamsimas
Sumber Air Bersih
Pearson Correlation
1
.263*
Sig. (2-tailed)

.035
Sum of Squares and Cross-products
7.000
13.125
Covariance
.111
.208
N
64
64
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Untuk melihat kualitas dari pelayanan air bersih, dapat dilihat dari hasil uji sampel air dari lokasi Pamsimas yang dilakukan oleh fasilitator kesehatan. Di 3 lokasi penelitian ada 1 lokasi yang airnya masih terdapat kandungan bakteri e-coli. Diduga bakteri ini berasal dari kotoran sapi peliharaan petani, di dekat instalasi Pamsimas. Ditemukan juga dalam penelitian lapangan, sumber mata air yang tidak tertutup, karena pengaruh mitos budaya setempat. Hal ini tidak baik untuk kualitas air, oleh karena dapat menyebabkan masuknya kotoran ke sumber air, juga tidak aman terhadap kemungkinan sabotase ke sumber air masyarakat.
Dalam tabel 10. dapat dilihat bahwa hanya ada 57% responden penerima manfaat program Pamsimas, yang menyatakan bahwa kualitas air yang mereka konsumsi baik. sedangkan responden lainnya tidak memberikan jawaban. Hal ini dapat memberikan gambaran, bahwa air bersih yang dapat dikonsumsi dari program Pamsimas kualitasnya masih belum cukup memuaskan. Walau kejadian penyakit akibat kekurangan air dan penyakit yang vektor perindukannya di air kecil, tetapi masih dijumpai juga di lokasi penelitian( tabel 11 dan 12), walau prosentase kejadiannya kecil, yaitu sekitar 5-6 % saja.
Tabel 10. Kualitas Air Bersih Pamsimas yang Selama Ini Anda Gunakan
Kualitas
Frequency
Percent
Baik
37
57.8
Missing System
27
42.2
Total
64
100.0
Tabel 12. Dalam 3 Bulan Terakhir Anggota Keluarga Sakit Kolera/Typhus/Desentri
Tabel 11. Dalam 3 Bulan Terakhir Anggota Keluarga Sakit Skabies/Infeksi Kulit/Trakhoma/Lepra/Hepatits/Diare


Sakit
Frequency
Percent

Sakit
Frequency
Percent
Iya
4
6.2

Iya
3
4.7
Tidak
60
93.8

Tidak
61
95.3
Total
64
100.0

Total
64
100.0








Indikator upaya, dilihat dari kesediaan membayar penerima manfaat program Pamsimas. Dalam tabel 13 dapat dilihat bahwa hanya terdapat 59,4% responden yang bersedia mengalokasikan uangnya untuk membiayai operasionalisasi Pamsimas. Hal ini menunjukkan masih belum pahamnya masyarakat bahwa air adalah salah satu barang ekonomi, yang perlu dibiayai dalam pemanfaatannya. Dari responden yang bersedia mengalokasikan uang untuk biaya operasional Pamsimas, ditemukan rata-rata(mean) sebesar Rp.3.421,05. Jika angka ini kita kalikan jumlah penduduk desa penerima manfaat program, kemudian dibagi dengan biaya yang diinvestasikan (per desa 275 juta rupiah), dibagi 12 bulan, maka ditemukan bahwa, jika iuran dilaksanakan rutin dan tertib modal awal (per desa 275 juta rupiah) rata-rata akan kembali dalam 18(delapan belas) tahun.
Tabel 13. Alokasi biaya yang bersedia dikeluarkan per bulan untuk operasionalisasi Pamsimas


Kemauan Membayar
Frequency
Percent
2000
20
31.2
5000
18
28.1
Total
38
59.4
System
26
40.6
Total
64
100.0
Pemanfaatan air dari program Pamsimas, yang belum memiliki mekanisme pembayaran, menyebabkan belum adanya pembatasan kuantitas pemakaian. Hal ini terutama terjadi di tingkat komunitas. Untuk tingkat keluarga terjadi pembatasan penggunaan air, walau masih dalam prosentase yang kecil. Di daerah dengan kesulitan mendapat air bersih, pembatasan dengan pengeenaan tarif perlu diberlakukan untuk dapat mengoptimalkan penggunaan air bersih. Prosentase keluarga yang membatasi penggunaan air adalah sebesar 4,7% (tabel 14).
Tabel 14. Pembatasan Bagi Anggota Keluarga Dalam Menggunakan Air
Terdapat pembatasan penggunaan air
Frequency
Percent

Iya
3
4.7

Tidak
61
95.3

Total
64
100.0

Dampak keberadaan Pamsimas, secara ekonomi di tingkat keluarga ada pada tingkat (6 dari 64) 9,38%. Hal ini dapat dilihat pada tabel 15 yang memberi gambaran keberadaan usaha dan rencana usaha berkaitan dengan program Pamsimas. Sedangkan dampak secara budaya, khususnya terhadap budaya cuci tangan, prosentasenya tinggi yaitu 98, 4 % (tabel 16). Angka ini menggambarkan dampak tersedianya air bersih, yaitu dengan lebih mudahnya akses air akan memperbanyak kemungkinan cuci tangan bagi responden. Jika dibuat rata-rata dampak ekonomi dan budaya, maka akan ditemukan angka prosentase 53.89%.
Tabel 15. Usaha ekonomi memanfaatkan air Pamsimas* rencana mengembangkan usaha ekonomi dengan air Pamsimas crosstabulation

Punya Rencana Mengembangkan Usaha Ekonomi dengan air Pamsimas
Total
Iya
Tidak
Ada Usaha Ekonomi yang
Memanfaatkan Air Pamsimas
Iya
2
0
2
Tidak
4
56
60
Total
6
56
62
Tabel 16. Selalu Cuci Tangan Sebelum Makan
Selalu cuci tangan sebelum makan
Frequency
Percent

Iya
63
98.4

Tidak
1
1.6

Total
64
100.0

Dari 9(sembilan) indikator yang digunakan untuk menganalisa tujuan penelitian, dapat dibuat penilaian total dari kegiatan penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya dalam tabel 17. Secara umum kegiatan ini masih memiliki yang baik dalam pelaksanaannya (60,39). Sehingga dapat diprediksikan, kegiatan ini akan dapat memberikan dampak yang berlanjut, setelah program ini selesai dilaksanakan. Untuk dapat mempertahankan penyelenggaraan kegiatan ini, setelah program selesai perlu diperhatikan terutama mengenai efisiensi penggunaan sumber air. Karena dari hasil penelitian, ditemukan indikator inilah yang paling buruk(4,7), dan dapat mempengaruhi keseluruhan manajemen pengelolaan program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di Kabupaten Tasikmalaya.
Tabel 16. Indikator Pelaksanaan Program Pamsimas di Tasikmalaya
Indikator
Nilai (%)
Keterangan
Ketersediaan
79
Baik
Relevansi
76,2
Baik
Keterjangkauan
92,2
Sangat baik
Pemanfaatan
64,83
Baik
Cakupan
56,25
Cukup baik
Kualitas
57
Cukup baik
Upaya
59,4
Cukup baik
Efisiensi
4,7
Sangat buruk
Dampak
53,89
Cukup baik
Total
60,39
Baik
Keterangan :
0-20 = sangat buruk,
20,1-40 = buruk,
40,1-60 = cukup baik,
60,1-80 = baik,
80,1-100 = sangat baik
Gambar 5. Indikator Pelaksanaan Program Pamsimas di Tasikmalaya
KESIMPULAN
Dari hasil evaluasi yang telah dilakukan, maka untuk menghindari ketidak efisienan penggunaan air dapat diterapkan metode pentarifan air. Pengaturan dan konsultasi metode pentarifan dapat melibatkan pihak Perusahaan Daerah Air Minum di Kabupaten Tasikmalaya.
Perluasan cakupan pelayanan dapat dilakukan, jika iuran biaya operasional telah dilaksanakan dengan tertib. Penambahan sarana dan prasarana akan menambah penerima manfaat, yang dapat berdampak kepada peningkatan kualitas kehidupan lingkungan permukiman secara luas.
Perbaikan kualitas air dapat dilakukan dengan merumuskan kembali perlu dan pentingnya penerapan nilai-nilai lokal dan kesehatan, termasuk tata kelola air dan usaha ternak masyarakat, kemudian mencari solusi terbaik guna menyiapkan air yang lebih baik.
Perlu juga diberikan penyadaran kepada masyarakat, bahwa air merupakan barang yang penting, sehingga untuk mendapatkannya perlu penggantian secara ekonomi, akan meningkatkan keinginan membayar penerima manfaat program. Hal ini akan mempercepat pengembalian nilai modal secara ekonomi, dan juga dapat meningkatkan keinginan penerima manfaat mengembangkan usaha, dengan menggunakan sumber air yang ada.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada Tuhan. Kepada Profesor Masno Ginting, yang telah membimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini. Kepada teman tim peneliti Balai Sosial Ekonomi Permukiman, yang membantu dalam pelaksanaan kegiatan. Ariyanto dan Nur Alvira, yang membantu dalam penyusunan metode dan pengambilan data.
DAFTAR PUSTAKA
1Gleick, P.H. 1996. Basic Water Requirements for Human Activities: Meeting Basic Needs. Oakland CA, Pacific Institute for Studies in Development, Environment, and Security.
2Tim persiapan program PAMSIMAS. 2009. Pedoman Pengelolaan Program Pamsimas. Jakarta, Central Project Management Unit Pamsimas.
3Mikkelsen, Britha. 2003, Metode penelitian partisipatoris dan upaya-upaya pemberdayaan. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
4Adi, Isbandi. 2008, Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. RajaGrafindo Persada, Jakarta
5Anonim. 2009, Profil Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Tasikmalaya
6Saripudin, D dan Seman, A. 2007, Tradisi Merantau Tukang Kiridit dari Tasikmalaya. Makalah disajikan dalam Simposium Kebudayaan Indonesia-Malaysia (SKIM), di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), Bangi, Malaysia.

Tidak ada komentar:

Cepat Merespons Pandemi, Platform Manajemen Kota Perlu Disiapkan untuk Hadapi Situasi Disrupsi

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...