Selasa, 20 September 2022
Ide Inovasi Teknologi Air Bersih dari Pelaksanaan Program PAMSIMAS Di Kabupaten Kebumen, Kabupaten Rembang, dan Kepulauan Selayar
Senin, 12 September 2022
Readiness of Urban Management in The Face of Technological Disruption and Pandemic Handling The COVID-19 Pandemic and Online Transportation in Major Cities, The Central Region of Java, Indonesia
Selasa, 19 April 2022
FACTORS CAUSING URBAN LIFE DISRUPTIONS: A CASE STUDY ON COVID-19 PANDEMIC IN YOGYAKARTA
Selasa, 22 Maret 2022
Webinar Kelola Air Tanahku demi Kelestarian Generasi Kita, Direktorat Sekolah Dasar, Kemendikbud
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Yuda Pracastino Heston ST., MT., Dosen Politeknik Pekerjaan Umum, Teknik Tata Bangunan dan Perumahan memaparkan, dalam pengelolaan air tanah ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama terkait dengan pengendalian atau pengambilan pemanfaatan air tanah, kedua pengolahan kualitas, yang ketiga adalah pengendalian pencemaran dan pemulihan kerusakan.
“Tiga hal tersebut yang perlu diperhatikan agar kita bisa mengelola air tanah demi melestarikan generasi bangsa,” ujarnya.
Pengenalan pengelolaan air di satuan pendidikan dapat dimulai melalui sanitasi sekolah, oleh karenanya sangat diperlukan satuan pendidikan memiliki sanitasi yang layak. Yuda Pracastino mengungkapkan ada enam poin terkait dengan prinsip sanitasi yang ada di sekolah.
Pertama adalah terkait dengan perspektif perilaku, dalam hal ini adalah perilaku hidup bersih dan sehat. Yang kedua terkait dengan ketersediaan air minum. Definisi air minum adalah air bersih yang sudah melalui proses pengolahan, misalnya sudah direbus menjadi air layak diminum.
“Lalu yang ketiga adalah terkait dengan fasilitasi keberadaan proyek atau jamban, termasuk di dalamnya adalah pengolahan air limbah yang disebut dengan septic tank,” sebutnya.
Poin yang keempat adalah penyediaan fasilitas. Kelima saluran air sebagai sistem drainase. Dan yang keenam adalah tempat sampah atau tempat penampungan sementara.
“Di dalam panduan penyusunan dokumen perencanaan strategis dalam sanitasi sekolah kami mencatat, ada tujuh poin yang perlu diperhatikan oleh bapak dan ibu di dalam melakukan penilaian terkait dengan kondisi sanitasi yang ada di sekolah,” kata Yuda.
Tujuh poin yang perlu diperhatikan dalam implementasi sanitasi di satuan pendidikan pertama adalah toilet murid dengan guru, serta toilet anak perempuan dan laki-laki harus terpisah. Kemudian ketersediaan air yang mencukupi, pengelolaan toilet secara baik, fasilitas septic tank harus dipastikan memadai.
“Lalu juga yang tidak kalah penting adalah fasilitas untuk siswi yang datang bulan. Seperti yang kita ketahui bahwa dewasa ini banyak murid-murid SD wanita yang sudah mengalami menstruasi,” kata Yuda.
Selanjutnya adalah adanya fasilitas cuci tangan menjadi perhatian bersama apalagi ketika memasuki era pandemi Covid-19. Tidak hanya tersedia air di sekolah namun juga harus dilengkapi dengan ketersediaan sabunnya.
“Kemudian yang tidak kalah penting juga adalah pengelolaan sampah serta saluran air yang baik, saluran air dari fasilitas cuci tangan maupun saluran air dari kamar mandi yang harus terpisah dengan saluran air yang dari toilet. Jangan lupa untuk mengontrol kebersihan saluran air keluar,” tambahnya.
Jumat, 07 Januari 2022
Pandemi, Air Minum, dan Visi Kementerian PUPR
Melihat utuh wajah orang lain saat kita berpapasan di jalan menjadi sesuatu yang langka saat ini. Hal ini kita alami sejak menghadapi pandemi Covid-19. Kita pun menutup sebagian
wajah untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona. Kita juga mesti berjauhan,
menjaga jarak, dan sering-sering mencuci tangan.
Fenomena ini
menunjukkan betapa pentingnya kesehatan dalam kehidupan
kita. Hidup sehat dan bugar perlu diupayakan melebihi hal–hal lain yang
mengutamakan penampilan atau estetika.
Namun di masa pandemi, ada satu tempat di mana kita dapat merasakan kembali
suasana layaknya di masa normal seperti saat sebelum Covid-19 mewabah. Tempat
itu adalah rumah makan. Di sana, setidaknya kita dapat melihat kembali wajah –
wajah yang sebelumnya ditutup dengan masker. Ketika makan dan minum, mau tidak
mau orang-orang melepas masker dan membuka utuh wajahnya.
Dengan begitu, kondisi ini menunjukkan makan dan minum menjadi unsur dasar
yang menunjang kehidupan manusia. Apalagi keberadaan air, sebagai elemen
terbesar yang ada di bumi, konon menopang kehidupan individu lebih dari sebuah
makanan.
Apalagi kalau menilik hubungan antara masker dan wajah dengan kebutuhan
manusia akan air, kita dapat melihat bahwa seperti halnya kita menghindarkan
‘wajah’ kita dari virus Corona, maka kita pun memerlukan upaya untuk menjaga
kualitas air minum, sehingga memenuhi semua parameter dan layak kita konsumsi.
Parameter itu meliputi aspek fisik, biologi, dan kimiawi. Selain sisi
kualitas itu, kita juga mengerti bahwa ada kebutuhan untuk menjaga kuantitas,
waktu penyediaan, dan keterjangkauan air minum.
Untuk itu, sebagai upaya memenuhi dan menjaga kelayakann konsumsi air
minum, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) telah menetapkan
berbagai program, kebijakan, dan strategi soal air minum.
Selama ini, ditargetkan air minum layak tersedia 100% pada 2019. Namun
sayangnya sampai akhir tahun 2019 target tersebut baru mencapai 76,16%.
Direktorat Jenderal Cipta Karya mencatat beberapa permasalahan dalam upaya
mencapai 100% cakupan layanan air minum.
Pendanaan dalam penyelenggaraan air minum di skala nasional terbatas dan
memerlukan solusi inovatif. Misalnya dengan menjalin kemitraan
pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Untuk
penyediaan air minum perpipaan, ditemukan catatan kritis terhadap kinerja
beberapa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Antara lain banyak PDAM tidak memenuhi full
cost recovery dalam penetapan tarif air minum. Selain itu, ada masalah kebocoran atau on-revenue for water (NRW).
Full cost recovery atau pemulihan biaya adalah[1]
tertutupnya dana operasional yang didapat dari selisih antara perhitungan tarif
rata-rata dibandingkan dengan biaya operasional.
Saat ini 143 dari 380[2]
PDAM di Indonesia telah menetapkan tarif
FCR. Jumlah itu menunjukkan bahwa lebih dari separuh PDAM belum menetapkan
tarif FCR.
Adapun NRW adalah faktor determinan inefisiensi PDAM. Hasil penelitian[3]
menunjukkan bahwa semakin tinggi NRW maka pendapatan PDAM akan semakin rendah,
khususnya dari penjualan air. Penyebab NRW terutama terkait ketidakakuratan
meteran pelanggan.
Akselerasi akses air minum perpipaan
Untuk itu, diperlukan
upaya untuk mengatasi inefisiensi perusahaan, khususnya soal
operasional PDAM.
Dalam soal PDAM ini,
audit jaringan perlu dilakukan--meminjam istilah Pak Prabowo pasca-pemilu
lalu--secara sistematis, masif,
dan terstruktur. Audit itu akan dikorelasikan
dengan catatan rekening. Tak kalah penting, manajemen meteran
wilayah dan penyederhanaan tipe pipa juga perlu dilakukan.
Upaya meminalisasi
NRW dapat ditempuh dengan pendekatan digitalisasi sistem bisnis,
termasuk dalam pembayaran dan tagihan, manajemen aset,
dan menciptakan manajemen perusahaan yang andal.
Dengan kata lain, penyelenggaraan air minum pada dasarnya merupakan kerja
kolaborasi antara berbagai kepentingan. Pemerintah pusat melalui
Kementerian PUPR sebagai salah satu pemangku kepentingan
penyediaan air
tentunya membutuhkan kerjasama dan komitmen dari pemerintah daerah
serta komunitas
di masyarakat.
Upaya-upaya ini
diperlukan untuk mencapai visi Kementerian Pekerjaan Umum 2020-2024, yaitu
terwujudnya ‘Infrastruktur
dan SDM PUPR yang Andal untuk Indonesia Maju, Adil, dan Makmur’.
Dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur permukiman, khususnya di bidang
air minum, hal ini dapat menjadi lokomotif penggerak
keberhasilan pencapaian visi kementerian.
Dengan ketersediaan
air minum yang baik, hidup sehat dan bugar akan selangkah
lebih dekat dari kita.
[1] https://koranseruya.com/tarif-full-cost-recovery-untuk-kesinambungan-pelayanan-spam.html#:~:text=Pemulihan%20biaya%20untuk%20menutup%20kebutuhan,rata%20harus%20menutup%20biaya%20penuh.
Diakses 26 november 2020 pukul 14:56
[2] http://www.pdamtirtabenteng.co.id/berita/bppspam-pdam-belum-memenuhi-full-cost-recovery-membuat-investor-enggan-bekerja-sama.
Diakses 26 november 2020 pukul 15:01
[3] https://pracastino.blogspot.com/search?q=full+cost.
Diakses 26 november 2020 pukul 15;15
Kamis, 04 November 2021
Pengurangan Emisi Karbon, dan Gedung Hijau Perkotaan
Bulan ini dunia kembali memperingati Hari Habitat, yang
jatuh pada tanggal 4 Oktober 2021. Tema tahun ini adalah mempercepat aksi
perkotaan untuk dunia bebas karbon. Peringatan
ini merupakan saat tepat untuk melakukan refleksi, terhadap interaksi manusia,
ekosistem lingkungan dan bangunan yang terbangun. Interaksi yang secara masif
terlihat di wilayah yang disebut sebagai kota.
Penduduk kota sejak tahun 2007, proporsinya terus melebihi
penduduk desa, akan terus bertambah. Bahkan berdasarkan proyeksi, akan mencapai
85% dibandingkan penduduk desa, pada tahun 2050. Peningkatan populasi kota,
berimbas pada peningkatan aktivitas di kota, yang jika tidak dikendalikan dapat
mengancam daya dukung dan daya tampung lingkungan. Belum lagi ancaman efek gas
rumah kaca, yang menyebabkan pemanasan global.
Kegiatan yang diidentifikasi menghasilkan emisi gas
rumah kaca antara lain, deforestasi atau laju perambahan hutan, menyumbangkan
kontribusi 37% efek rumah kaca di Indonesia. Selanjutnya, polusi transportasi
berperan dalam produksi 114 juta ton CO2 (2015). Konsumsi energi yang digunakan
untuk menghasilkan listrik, dengan menggunakan batubara, minyak bumi dan gas,
belum mengutamakan penggunaan energi terbarukan. Produksi sampah di Indonesia
yang termasuk besar, berpengaruh terhadap emisi gas rumah kaca, karena adanya produksi
Metana, dapat mengurangi kadar oksigen pada atmosfer bumi.
Tantangan perkotaan tersebut,
perlu ditangani, secara komprehensif dan sistematis, yaitu dengan mengelola
bangunan terbangun. Bangunan gedung menurut (IPCC, 2007), berkontribusi
terhadap konsumsi 1/3 sumber daya energi dunia, 12% total air bersih, dan 40%
dari total emisi.
Kementerian PUPR, telah menginisiasi
pembangunan berbasis Bangunan Gedung Hijau (BGH), di beberapa proyek gedung. Direktur
Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR menyatakan bahwa penggunaan konsep Bangunan Gedung Hijau
(BGH), merupakan salah satu upaya mengurangi emisi karbon (4/10/2021). Beberapa bangunan telah menerapkan prinsip BGH, misalnya pembangunan
beberapa kampus, pasar, rumah susun, termasuk juga bangunan arena olahraga yang
digunakan pada PON XX Papua.
Penerapan pembangunan dengan menggunakan atribut
gedung hijau, didasari oleh beberapa peraturan terkait, yaitu Permen PUPR Nomor
9 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelengggaraan Konstruksi Berkelanjutan. Selanjutnya,
Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja BGH. Dua peraturan
lainnya terkait yaitu Permen PU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Rencana Aksi
Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim tahun 2012 – 2020, dan Permen
PUPR Nomor 02 tahun 2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Peraturan – peraturan
ini diperlukan untuk menjadi acuan normatif pengurangan emisi gas rumah kaca,
yang bersumber dari bangunan gedung.
Kontribusi keberadaan bangunan gedung hijau, dapat
mempengaruhi iklim mikro di sekitar gedung. Penerapan prinsip gedung hijau, dapat
meningkatkan efektifitas dan efisiensi konsumsi listrik, air dan energi. Hal
ini pada gilirannya dapat menjaga kelestarian lingkungan. Manfaat penerapan BGH
lainnya adalah untuk menurunkan biaya operasional dan pemeliharaan gedung.
Penghematan energi berkorelasi pada kontribusi pengurangan emisi CO2 dan
penghematan finansial.
Kesadaran untuk menggunakan energi, yang meminimalisir produksi
karbon, juga dilakukan beberapa kota di dunia. Misalnya saja kota Vancouver di
Kanada, yang mengoptimalkan pemanfaatan tenaga air, angin dan juga matahari
pada bangunan. Di Kota Vancoucer, berdiri gedung hemat energi tertinggi di
dunia, setinggi 178 meter, yang diberi nama Gedung 1075 Nelson Street. Bangunan
ini menggunakan kaca lapis tiga dengan kinerja sampai 40%, dinding berinsulasi
super 60%. Penggunaan kaca ini berguna untuk mengantisipasi kehilangan panas,
melalui selubung kulit bangunan dan memenuhi kebutuhan panas untuk bangunan.
Di sisi lain, Sekjen Perserikatan Bangsa – Bangsa Antonio
Guterres mengingatkan, rencana pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19,
memberi kesempatan kepada seluruh generasi untuk menjadikan aksi iklim, energi
terbarukan, dan pembangunan berkelanjutan sebagai pusat strategi dan kebijakan
perkotaan. Menurutnya, hanya dengan adanya partisipasi aktif kota-kota, maka
target untuk mencapai emisi karbon nol dapat tercapai. Konstruksi dan
bahan bangunan yang ramah lingkungan harus digunakan disegala tempat. Serta
bangunan itu sendiri harus hemat energi. Dengan hal ini, akan membawa
manfaat dalam hal pengurangan polusi dan risiko iklim, peningkatan lapangan
kerja, peningkatan kesehatan dan kesejahteraan.
Kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam
konteks mengurangi emisi karbon, penting untuk dilakukan. Hal ini perlu
dilakukan untuk menjadi dasar pembangunan ke depan yang lebih bersifat terbuka,
inklusif, dan berkelanjutan untuk semua.
Kamis, 11 Maret 2021
Problem and Technology Solution Improving Water Quality in Morotai Island (A Case Study in Koloray, Muhajirin and Juanga)
Morotai is one of the regions which has become a new growth center in North Maluku Province (Malut). Meanwhile, the development carried out at Morotai is still constrained by the limited supply of clean water in three regions. This research was conducted to: 1) Clean water problems based on geographical conditions; 2) Map technology needs and propose technologies which can be used to provide clean water in Morotai Island; 3) Factors related to people's willingness to pay for the application of water technology. Research was carried out through an action research with a case study method in three regions in Morotai in which has tourist attractions based on different geographical conditions. The sample of this study was 70 households in each location. Data were analyzed descriptively and in comparison. The result of this study shows that the main obstacles to provide clean water are poor quality of raw water due to high salt concentrations in Koloray, pollution load caused by flood in rainy season in Muhajirin, and lack of raw water especially in the dry season in Juanga. Appropriate technology is needed to solve the problem such as rainwater treatment, brackish water treatment, utilization of ACS, and merotek models of rainwater. Factors related to people's willingness to pay for the application of water technology are perception towards clean water problem, head of household income, number of family members, technology needs for clean water improvement.
LINK 🠋
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0160791X21000270?dgcid=author
PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PROYEK THE DEVELOPMENT AND UPGRADING OF THE STATE UNIVERSITY OF JAKARTA (PHASE 2) CIVIL WORKS (Studi Kasus Pekerjaan Pemasangan Dinding Bata Ringan)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...
-
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------...
-
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------- telah dipresentasikan dalam...
-
Yudha P. Heston1, DR. Ir. Arya Ronald2, Diananta P., ST, MSc. PhD3 Program Studi Teknik Arsitektur Program Pasca Sarjana Universitas Gadj...